Nova Spire, seorang ahli medis dan racun jenius, tewas tragis dalam ledakan laboratorium saat mencoba menciptakan obat penyembuh paling ampuh di dunia. Tapi kematian bukan akhir baginya—melainkan awal dari kehidupan baru.
Ia terbangun dalam tubuh Kaira Frost, seorang gadis buta berusia 18 tahun yang baru saja meregang nyawa karena dibully di sekolahnya. Kaira bukan siapa-siapa, hanya istri muda dari seorang CEO dingin yang menikahinya demi tanggung jawab karena membuat Kaira buta.
Namun kini, Kaira bukan lagi gadis lemah yang bisa diinjak seenaknya. Dengan kecerdasan dan ilmu Nova yang mematikan, ia akan membuka mata, menguak kebusukan, dan menuntut balas. Dunia bisnis, sekolah elit, hingga keluarga suaminya yang penuh tipu daya—semua akan merasakan racun manis dari Kaira yang baru.
Karena ketika racun berubah menjadi senjata … tak ada yang bisa menebak siapa korban berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tahu Itu Kau
Musik perlahan bergema, mengisi aula pesta dengan nada-nada lembut yang mengundang para tamu untuk berdansa. Lampu kristal menggantung di langit-langit, menyebarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan.
Meski suasana terlihat meriah, bisik-bisik halus tetap terdengar di antara para tamu.
"Itu ... istri dan suami, tapi berdansa dengan pasangan masing-masing?" bisik seorang tamu wanita.
"Tuan Sky membawa istri sepupunya sendiri ... sungguh berani," sahut yang lain.
Clarissa yang tak ingin Kaira terus menjadi pusat perhatian, langsung menarik tangan Leonel dengan paksa.
"Ayo, kita berdansa, Leonel," ucapnya manja, walau dalam nada suara ada tekanan.
Leonel menghela napas panjang, masih menahan amarahnya. "Baiklah," jawabnya pendek.
Di sisi lain, Sky menoleh pada Kaira dan mengulurkan tangan dengan gaya tenang dan percaya diri. "Bolehkah aku mendapatkan satu dansa malam ini, Nona Kaira?"
Kaira menoleh ringan ke arah suara Sky, lalu tersenyum tipis. "Selama Anda tidak menginjak kaki saya, tentu saja."
Sky terkekeh pelan. "Saya ahli dalam menghindari hal-hal yang menyakitkan."
Mereka pun melangkah ke tengah aula, menyusul pasangan-pasangan lain yang mulai berdansa.
Langkah Sky mantap dan penuh kendali, sementara Kaira, meski dengan keterbatasan penglihatan, tetap terlihat anggun di bawah bimbingannya.
Di sudut aula, Maura hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Gaunnya yang mewah tak mampu menutupi kecemburuan yang merayap di wajahnya. Ia berdiri bersama sepupu Leonel, Caleb Frost, yang baru saja mengajaknya berdansa.
"Kau tampak murung, nona Maura," kata Caleb sambil tersenyum menggoda.
"Aku hanya merasa lucu saja," sahut Maura datar. "Bagaimana mungkin seorang wanita buta bisa lebih bersinar daripada aku malam ini?"
Caleb tertawa kecil. "Mungkin karena dia tidak buta akan martabatnya, berbeda dengan beberapa orang."
Maura menoleh tajam. "Maksudmu apa?"
Caleb mengangkat alis dengan santai. "Tidak ada, hanya pendapat pribadi."
Di tengah lantai dansa, Kaira bersandar tenang dalam bimbingan Sky. "Ternyata Tuan Dalton pandai berdansa," ucap Kaira lirih.
"Tentu. Apalagi jika pasangan dansaku menyenangkan," jawab Sky lembut.
"Kau tahu, aku hampir percaya kau bukan Kaira ... tapi seseorang yang lebih berbahaya."
Kaira hanya tersenyum samar, suaranya setenang angin malam. "Mungkin aku hanya versi Kaira yang Anda belum kenal."
Di sisi lain, Leonel dan Clarissa juga kini berdansa layaknya pasangan sebenarnya. Clarissa terlihat tersenyum angkuh karena berhasil mendapatkan Leonel dari Kaira. Apa lagi Leonel semakin memeluknya, membuat Maura besar kepala.
Padahal yang sebenarnya, Leonel sengaja melakukan hal itu agar tak ingin kalah dengan Kaira dan Sky.
Alunan musik dansa masih mengalun lembut di aula pesta keluarga Frost.
Di tengah kerumunan, Sky dan Kaira terus berdansa, melangkah selaras seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Namun detik itu, saat langkah mereka menyatu begitu dekat, Kaira tanpa sadar berbisik, "Jangan injak kaki saya, Tuan Langit."
Deg!
Langkah Sky langsung terhenti. Jantungnya berdebar kencang. Matanya menatap Kaira tajam namun penuh keterkejutan.
"Apa yang kau katakan barusan?" bisiknya nyaris tak terdengar, namun nadanya tegas.
Kaira mengerjapkan mata sejenak, lalu menunduk sedikit, pura-pura tak mengerti. "Saya tidak berkata apa-apa, Tuan Sky."
Sky menyempitkan matanya. Tangannya yang semula hanya memegang tangan Kaira kini perlahan merengkuh pinggang ramping wanita itu, menariknya lebih dekat.
"Ulangi. Ucapkan lagi kata itu," desaknya lirih namun intens, wajah mereka hanya beberapa jengkal saja.
Kaira mengangkat dagunya, bibirnya melengkung samar. "Saya tidak mengerti apa yang Tuan maksud."
Namun dalam hatinya, Kaira hampir menampar dirinya sendiri. Kenapa aku bisa keceplosan? Itu hanya panggilan untuk Sky di masa lalu ... Nova! Kenapa kau begitu ceroboh!
Sky semakin mempererat jarak di antara mereka. Tubuh mereka kini hampir menempel, gerakan dansa mereka seperti pasangan yang saling jatuh cinta. Bahkan dari jauh, terlihat seolah keduanya akan berciuman.
Tatapan Sky menelusuri setiap ekspresi Kaira.
"Kau mengenalku lebih dari yang kau tunjukkan. Aku tahu itu," gumamnya pelan.
Kaira hanya tersenyum miring. "Mungkin Tuan hanya terlalu penasaran hingga mulai berhalusinasi."
Sementara itu, di sisi lain aula, Leonel yang sejak tadi mengamati mereka dengan mata membara, tak mampu menahan emosinya. Tangannya yang menggenggam Clarissa mengencang tanpa sadar.
"Leonel! Kakiku!" jerit Clarissa lirih.
Brugh!
Leonel terkejut, tapi sudah terlambat. Kakinya menginjak hak sepatu Clarissa, membuat gadis itu meringis dan terjatuh ke lantai dalam posisi tak karuan.
Gaunnya tersingkap sedikit, rambut yang disanggul jatuh, dan tatapan para tamu langsung tertuju padanya.
Beberapa tamu berusaha menahan tawa mereka. Bisik-bisik kembali terdengar.
"Astaga, itu sangat memalukan ...."
"Padahal calon menantu yang dibanggakan ...."
Leonel buru-buru membungkuk menolong Clarissa. "Clarissa, maaf ... Aku tidak sengaja. Kau tidak apa-apa?"
Clarissa menepis tangannya dengan kesal. Matanya memerah, bukan karena sakit, tetapi karena malu luar biasa.
"Cukup! Aku sudah cukup dipermalukan malam ini!" desisnya, lalu berdiri dan segera menjauh.
Leonel terpaku. Tatapannya kembali ke tengah aula—di mana Kaira masih berdansa dengan Sky, wajahnya tenang, senyum tipis terlukis jelas di bibirnya. Leonel menggertakkan gigi.
Akhirnya Leonel mengejar Clarissa yang keluar dari aula.
Sedangkan di tengah hingar-bingar pesta dan bisik-bisik yang belum juga mereda, Sky masih terus berdansa bersama Kaira tanpa memedulikan yang lain.
Langkah kaki Sky tidak lagi mengikuti irama musik, melainkan mengikuti detak jantung dan gejolak pikirannya.
Tatapan Sky mengunci wajah Kaira dengan intensitas yang dalam, seolah ingin menembus batas antara masa lalu dan kenyataan. "Kau adalah Nova ... Benar, bukan?" bisiknya pelan namun tegas.
Deg!
Jantung Kaira berdetak kencang, bagaimana Sky bisa tahu? Pikirnya.
Kaira mencoba menarik napas perlahan, berusaha tetap tenang meski dadanya berdebar hebat. "Tuan Sky, jangan mulai berhalusinasi lagi ...." balasnya ringan, mencoba mengelak.
Namun Sky tidak menyerah. "Jangan mengelak dariku. Aku tahu nada suaramu, caramu berbicara ... bahkan caramu menyebut 'Tuan Langit'. Itu hanya satu orang yang pernah melakukannya. Dan jangan lupakan virrellium-7, itu buatanmu."
Kaira menelan ludah. Tangannya mencengkeram tangan Sky yang melingkari pinggangnya. Tapi pria itu malah mendekat, menunduk sedikit, dan berbisik tepat di telinganya.
"Jika kau tidak mengaku ... aku akan menciummu di hadapan semua orang di ruangan ini, Nova."
Napas Kaira tertahan. Ia tahu Sky bukan tipe pria yang mengucapkan ancaman tanpa realisasi. Dan jika pria itu benar-benar melakukannya, maka kehormatannya sebagai istri Leonel akan dipertaruhkan—meski ia sendiri sudah tak merasa sebagai milik pria itu lagi.
Dengan helaan napas panjang, akhirnya Kaira mengangkat wajahnya. "Ya ... aku Nova," ucapnya lirih namun jelas. "Aku bereinkarnasi ke dalam tubuh Kaira Frost setelah kematianku."
Sky membeku sejenak, matanya membelalak sebelum kemudian berkilat—bukan karena amarah, melainkan haru yang tertahan beberapa bulan. Seketika senyuman tipis namun penuh kelegaan terukir di wajahnya.
Tanpa memperdulikan orang-orang yang mungkin memandang, Sky memeluk Kaira erat.
Grep!
"Aku tahu kau tidak mungkin benar-benar pergi dariku. Aku merindukanmu, Nova ... setiap detiknya," bisiknya penuh emosi, suaranya bergetar menahan gejolak rindu.
Kaira membalas pelukan itu dengan pelan, matanya memejam sejenak. "Tapi aku tidak merindukanmu," katanya berbohong.
Tiba-tiba seseorang menarik keduanya dan...
Bugh!
seirinh wktu berjlan kira2 kpn keira akan bis melihat yaaa
ya panaslah masa enggak kaira tinggl di rumah keluarga fros aja panas padahal tau kalo kaira di sana tidak di anggap,apa lagi ini bukan cuma panas tapi MELEDAK,,,,,,