✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Tujuh Minggu, itu artinya sudah masuk bulan kedua usia kehamilanku. Aku tidak tahu harus senang atau sedih, karena aku sendiri benar-benar belum siap jika harus memiliki anak. Tapi anak ini adalah anakku dan Grey, buah cinta kami meskipun entah kemana perginya Grey.
Aku membuka pintu rumah langsung disambut dengan bibi Elodi yang menungguku di ruang tamu. Wanita tua itu langsung menghampiriku dan mengecek seluruh tubuhku, takut sesuatu terjadi padaku.
"Nona dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya terdengar khawatir.
"Bibi," aku langsung memeluknya dan menumpahkan air mataku yang tertahan sejak tadi. Seandainya ibu masih ada, mungkin sekarang aku juga akan menangis di pangkuan nya.
"Tenanglah, Bibi ada disini." Bibi Elodi membalas pelukanku dan mengusap-usap rambutku.
"Bibi, aku tidak tahu harus bagaimana. Aku takut," kataku pelan. Bibi Elodi mengurai pelukannya dan membawaku duduk di sofa.
"Semua akan baik-baik saja, jangan khawatir." kata Bibi Elodi sambil menghapus air mataku. Aku menggelengkan cepat, ini bukan masalah sederhana yang akan selesai begitu saja dengan kata-kata penenang.
"Bibi aku hamil." kataku sedikit emosi, namun Bibi Elodi malah tersenyum dan tidak terkejut sama sekali.
"Bibi tahu. Makanan Asia, coklat panas, dan kebiasaan Nona yang tiba-tiba berubah drastis." kata bibi Elodi sambil menggenggam tanganku. "Bibi bisa melihatnya, tapi bibi hanya diam takut Nona tersinggung." sambung bibi Elodi.
"Benarkah?" tanyaku tak percaya. Jika saja tadi aku tidak melihat pembalut di swalayan, mungkin aku tidak menyadarinya. Aku baru sadar hampir dua bulan tidak mengalami menstruasi setelah melihat pembalut di rak toko.
"Memangnya kenapa kalau Nona hamil? Cepat atau lambat, ini pasti akan terjadi bukan?" kata bibi Elodi. "Nona dan Tuan Grey tidur bersama, jadi hal ini pasti akan terjadi." benar kata bibi Elodi. Tapi masalahnya aku hanya melakukan sekali dengan Grey, apalagi sekarang aku tidak tahu Grey dimana.
"Tapi kami hanya melakukan itu satu kali, Bibi." protesku. Jangan-jangan bibi Elodi berpikir jika kami sering melakukannya karena tidur bersama.
"Walaupun sekali juga bisa langsung jadi, apalagi kalau tuan Grey tidak memakai pengaman."
"Pengaman?" ahhh...aku sama sekali tidak tahu Grey menggunakan pengaman atau tidak saat itu. Tapi karena sekarang aku hamil, sudah pasti Grey tidak memakai pengaman saat kami melakukannya.
"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, ibu hamil tidak boleh banyak pikiran."
"Tapi sekarang Grey tidak disini, bibi."
"Ada atau tidaknya tuan Grey, Nona harus menjaga kandungan ini. Bibi yakin jika suatu saat tuan Grey pasti kembali, mungkin sekarang tuan Grey sedang ada urusan penting."
"Jadi menurut bibi aku tidak penting?"
"Bukan begitu maksud Bibi," bibi Elodi menghela nafas dalam-dalam. "Mungkin sekarang tuan Grey sedang mengurus sesuatu yang tidak bisa ditunda, itu sebabnya tuan Grey pergi." bibi Elodi berusaha memberi pengertian padaku. Namun entah kenapa aku tidak bisa menerima itu, mungkin karena kehamilanku ini membuatku menjadi lebih sensitif.
...
Aku membolak-balikkan tubuhku diatas ranjang, mataku tidak bisa terpejam, pikiranku gelisah. Aku merasa jika kehidupanku kini berselimut awan gelap, seakan aku tidak punya masa depan yang cerah. Karena tak kunjung terlelap, aku berjalan kearah kamar Ayah dan Ibu.
Sekarang, aku akan segera punya bayi, aku semakin penasaran dengan fotoku saat masih bayi. Aku kembali membuka lemari dan laci yang ada didalam kamar Ayah dan Ibu, namun hasilnya tetap sama, aku tidak menemukan apa yang aku cari. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah kotak kecil.
"Kotak apa ini?" tanyaku dalam hati. Aku mencoba membuka kotak itu, tapi terkunci. Aku mencari kunci kotak itu dan aku menemukannya di laci yang ada didalam lemari.
Aku segera membuka kotak itu dan melihat isinya. Selembar foto seorang anak kecil dengan berbagai peralatan medis menempuh ditubuhnya. Aku bisa merasakan jika anak itu pasti sangat kesakitan, bahkan seluruh wajahnya ditutupi kain kasa.
Entah kenapa tiba-tiba air mataku menetes saat melihat foto ini, apakah anak ini masih hidup? Bagaimana bisa dia terluka begitu parah hingga terlihat seperti mummy?. Setelah cukup lama aku melihat foto ini, aku melihat sebuah catatan dibaliknya.
Deg......
Jantungku berdebar kencang saat membaca namaku yang tertulis disana.
~First met our Claire in the Paris forest~
Aku kembali melihat fotonya dan merasa jika tubuhku terasa sakit. Ya, ini memang aneh tapi aku benar-benar merasakan sakit yang nyata. Lalu aku melihat ada sebuah amplop coklat, bukan amplop coklat biasa, karena diatas amplop itu ada logo resmi dari lembaga pemerintah negara Prancis.
Dengan tangan bergetar, aku membuka amplop ini, perasaanku semakin tidak enak. Aku masuk ke kamar Ayah dan Ibu untuk mencari ketenangan, tapi sepertinya aku salah tempat atau datang disaat yang tidak tepat.
Hatiku semakin sakit saat membaca kata-kata yang tertulis dalam amplop itu. Kepalaku menggeleng kuat menolak setiap kata dan kalimat yang tertulis dalam kertas usang ini, tidak mungkin jika aku bukan putri kandung Ayah dan Ibu. Kasih sayang mereka selama ini terasa begitu tulus, lalu kenapa aku hanya anak angkat?.
"NO!!!!!"
BRAKKKKKK.......
Aku teriak dan membanting kotak kecil itu, aku benar-benar tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Kenapa kehidupan begitu kejam padaku? Selama ini aku hidup dalam kegelapan, aku tidak bisa melihat indahnya dunia. Sekarang setelah aku bisa melihat dunia, kenapa kenyataan demi kenyataan pahit selalu datang padaku?.
Pertama Grey meninggalkanku, lalu kehamilanku, memang bukan kenyataan pahit, tapi aku benar-benar tidak siap dengan kehamilan ini. Lalu sekarang aku mengetahui kebenaran tentang diriku yang ternyata hanya anak angkat, aku tidak sekuat itu hingga harus menerima semua kenyataan yang membuat hatiku terluka.
"Nona Claire!" teriak Bibi Elodi masuk dalam kamar. Mungkin teriakan ku terdengar sampai kamar Bibi Elodi, mengingat rumah ini bukanlah rumah besar dan memiliki sistem kedap suara.
"Nona," bibi Elodi memelukku yang menangis sesenggukan, tubuhku semakin bergetar saat merasakan hangatnya pelukan bibi Elodi.
Bibi Elodi ikut menangis dan memelukku semakin erat tanpa bertanya apapun padaku, seolah mengerti jika aku tidak bisa mengatakan apapun dan hanya ingin menangis.
"Bibi ada disini," bisiknya di telingaku. Sungguh aku tidak tahu jika bibi Elodi tidak ada, karena aku benar-benar sendirian.
Beban dipundak ku terasa semakin berat, kanapa harus aku? Apakah Tuhan lupa menuliskan kebahagiaan saat menciptakan ku? Sehingga selama 25 tahun kehidupanku, aku belum benar-benar merasakan apa itu bahagia.
Kepalaku semakin berat memikirkan kenyataan pahit ini, tubuhku lemas tak bertulang. Gelap, lagi-lagi aku pingsan tak sadarkan diri, tapi kali ini aku berada dalam pelukan bibi Elodi.
*
*
*
*
*
TBC
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..