Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Melatih Ramez
Hutan Harden
Setelah menyelesaikan urusan mereka di Serikat, Tenzo, Ramez, dan Lestinar langsung menuju Hutan Harden untuk mengerjakan Misi yang telah diperbarui : menutup Dungeon acak.
Namun, sebelum berangkat, Tenzo menyuruh Ramez membeli perbekalan. Dia menyerahkan beberapa koin emas—atau lebih tepatnya, segepok koin emas.
Ramez menatapnya dengan mata membelalak. "Tuan Tenzo, ini bukan beberapa koin. Ini... terlalu banyak!"
Namun, Tenzo hanya melambaikan tangan dengan santai. "Beli saja yang perlu. Sisanya buat jajan."
Dengan keterkejutan yang masih tersisa, Ramez bergegas pergi, sementara Tenzo dan Lestinar melanjutkan perjalanan lebih dulu.
***
Di Depan Dungeon.
Sekarang, mereka bertiga telah berdiri di depan pintu masuk gua yang tersembunyi di tengah Hutan Harden. Ramez memandangi gua gelap di hadapannya, lalu melirik ke arah Tenzo dengan ragu.
"Tuan Tenzo, kita akan menutup Dungeon ini... bertiga saja?" tanyanya lagi mencoba memastikan.
Tenzo mengangguk. "Benar. Tapi aku juga punya tujuan lain."
Dia lalu menunjuk ke arah Ramez.
"Sekalian aku akan melatihmu."
"Hah? Melatihku?"
Ramez membelalakkan mata, tak menyangka bahwa misi ini juga bagian dari pelatihannya.
Tenzo hanya menyeringai. "Setelah aku melihat pertarungan terakhirmu melawan si manusia serigala itu, aku sadar ada banyak kekurangan dalam dirimu—terutama dalam hal mental. Jadi, Dungeon ini akan menjadi tempat yang tepat untuk membentukmu untuk menjadi lebih kuat."
Lalu, dengan nada santai, dia menambahkan, "Oh, dan setelah pelatihan mentalmu selesai, aku mungkin juga akan membuka kekuatan terpendammu."
Ramez semakin bingung. "Kekuatan terpendam? Aku punya kekuatan terpendam?"
Tenzo mengangkat bahu. "Siapa tahu? Kita lihat saja nanti."
Sejak awal percakapan, Lestinar hanya mendengarkan dengan ekspresi datar. Namun, rasa penasaran terusan meningkatkan, pada akhirnya dia angkat bicara.
"Jadi, kalian benar-benar menggunakan Dungeon ini sebagai tempat latihan?" tanyanya, sedikit terkejut.
Baginya, ini adalah sesuatu yang tidak biasa. Memang ada segelintir petualang yang menggunakan Dungeon sebagai medan latihan untuk meningkatkan kemampuan. Namun, itu adalah metode yang kuno dan berisiko tinggi.
Saat ini, kebanyakan petualang lebih memilih menjelajahi Dungeon demi harta, artefak, atau sumber daya lainnya. Tapi yang dilakukan Tenzo dan Ramez? Mereka menggunakan Dungeon untuk latihan. Ini adalah kejadian langka baginya.
Tenzo menjawabnya dengan santai. "Yup. Tapi selain itu, kita juga tetap akan menutup Dungeon ini. Jadi, kita semua tetap mendapat keuntungan, kan?"
Lestinar menghela napas, lalu menyeringai. "Hah! Kalian ini memang sudah gila. Tapi tenang saja, dengan adanya aku di sini, aku akan melindungi kalian berdua. Jadi, kalian bisa berlatih tanpa khawatir. Hahahaha!"
Dia menepuk dadanya dengan percaya diri.
Ramez memutar matanya. "Iya, iya, mohon bantuannya ya."
Tiba-tiba, Lestinar kembali menatap Tenzo dengan tatapan penuh selidik.
"Oh iya, satu hal lagi." Dia menoleh ke arah Ramez dan bertanya, "Kenapa kau memanggil dia Tenzo? Bukannya namanya Rezgar?"
Hening.
Tenzo dan Ramez langsung membeku.
Lestinar menyipitkan mata, curiga dengan reaksi mereka. Namun, sebelum situasinya semakin mencurigakan, Ramez buru-buru bicara.
"Ah, itu cuma nama panggilan saja!" jawabnya cepat. "Dia memang punya banyak nama. Jadi, panggil saja Tenzo atau Rezgar, mana yang nyaman buatmu."
Lestinar diam sejenak, lalu mengangkat bahu.
"Oh, begitu? Baiklah. Aku juga tidak peduli."
Dia lalu menatap Ramez dengan ekspresi meremehkan. "Tapi, aku harap kau bisa menjaga dirimu sendiri. Karena bagaimanapun juga, kau yang paling lemah di antara kita."
Tenzo dan Ramez menarik napas lega. Untung saja Lestinar tidak terlalu peduli soal nama itu.
Mereka tidak ingin menjelaskan lebih jauh—karena bisa saja itu akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan yang tidak ingin mereka jawab.
Setelah memastikan semua perlengkapan siap, Tenzo, Ramez, dan Lestinar akhirnya melangkah masuk ke dalam Dungeon.
***
Begitu mereka tiba di dalam, yang mereka dapati hanyalah gua biasa—sama seperti kebanyakan gua lain yang pernah mereka temui. Dinding batu yang lembap, gemuruh air menetes dari stalaktit, serta udara yang mulai terasa lebih dingin saat mereka berjalan semakin jauh ke dalam.
Saat menuruni jalur berbatu, kegelapan semakin pekat.
Ramez mulai menyipitkan mata, mencoba menyesuaikan penglihatannya. "Hah… gelap banget. Kita butuh sumber cahaya."
Untungnya, Lestinar punya solusinya.
Dia menjentikkan jari, lalu dari telapak tangannya muncul beberapa makhluk kecil menyerupai kunang-kunang, tetapi jauh lebih besar. Serangga itu memiliki sayap transparan dan tubuh bersinar kuning keemasan.
"Ini cukup?" tanya Lestinar dengan nada santai.
Serangga bercahaya itu mulai beterbangan di sekitar mereka, menerangi lorong yang gelap dengan cahaya lembut namun cukup terang.
"Oh, ini keren!" seru Ramez kagum. "Aku baru tahu kalau kau bisa memanggil makhluk seperti ini!"
Lestinar menyeringai. "Tentu saja. Aku bukan hanya sekedar penyihir biasa, aku juga berbakat dalam berbagai ilmu sihir terutama yang berhubungan dengan pemanggilan. Kalu begini mah hanyalah masalah sepele."
"Ini sangat membantu, terimakasih banyak Lestinar. Memang tidak sia-sia kita merekrutnya, iya kan Tuan Tenzo?"
"Mm, kita tidak salah dalam memilih orang. Kerja bagus Nona Lestinar."
Dengan pencahayaan yang cukup, mereka pun melanjutkan perjalanan.
***
Tak butuh waktu lama sebelum mereka menemukan penghuni Dungeon.
Dari balik batu-batu besar, terdengar suara berisik dan tawa kecil yang melengking. Tak lama kemudian, muncul sekelompok Goblin bersenjatakan belati dan tongkat kayu.
"Oh, cuma Goblin," gumam Ramez, sedikit lega.
Dia langsung mencabut pedangnya dan menyerang. Goblin-goblin itu tak memberikan banyak perlawanan. Dengan beberapa tebasan cepat, Ramez berhasil menumbangkan mereka dengan mudah. Namun, semakin mereka berjalan ke dalam, Goblin terus bermunculan tanpa henti.
Tenzo yang memperhatikan situasi ini mulai menyimpulkan sesuatu.
"Hmm… ini Dungeon Goblin rupanya."
Mereka pun terus melangkah, hingga akhirnya sampai di sebuah area luas di dalam gua—semacam tanah lapang berbatu, di mana sekumpulan besar Goblin telah menunggu.
Namun, kali ini bukan sekadar Goblin biasa.
Di antara gerombolan itu, tampak beberapa Hobgoblin, Goblin Champion, dan bahkan beberapa General Goblin yang memiliki armor dan senjata yang lebih baik.
Ramez menelan ludah. "Sepertinya ini lebih serius…"
Namun, Tenzo justru tersenyum. "Bagus, ini tempat yang tepat untuk latihanmu, Ramez."
Ramez segera menatap Tenzo dengan penuh harapan.
"Jadi, apa jenis latihannya, Tuan Tenzo? Apakah kau akan mengajariku teknik baru? Atau mungkin trik untuk mengeluarkan kekuatan terpendamku?"
Dia tampak sangat bersemangat. Lagipula, dilatih langsung oleh mantan pahlawan seperti Tenzo pasti akan membawanya ke level berikutnya.
Namun, Tenzo hanya menyeringai.
"Tenang dulu, Ramez. Seperti yang kukatakan sebelumnya… kita akan melatih mentalmu lebih dulu."
Sebelum Ramez sempat merespons, Tenzo tiba-tiba mencengkeram kerah bajunya dan mengangkatnya dari tanah.
"Tuan Tenzo, tunggu! Apa yang kau lakukan?!" serunya panik.
Namun, Tenzo tidak menjawab.
Dengan santai, dia mengayunkan tubuh Ramez ke belakang, lalu melemparkannya ke tengah-tengah pasukan Goblin.
"EHHH?! TUNGGU DULU, TUAN TENZOOO—!"
Ramez melayang di udara, matanya membelalak, sebelum akhirnya jatuh dan menghantam tanah berbatu.
Bruk!
Tubuhnya berguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti.
"Aduh… aduh… sakit…! APA-APAAN INI?! Kenapa aku dilempar?!"
Namun, sebelum dia bisa mengeluh lebih jauh, dia merasakan banyak tatapan mengarah kepadanya. Dia perlahan mendongak, dan puluhan Goblin sudah mengepungnya. Beberapa di antaranya mulai mendesis dan berteriak, mempersiapkan serangan.
"Ehh… ini beneran, kan? Aku tidak sedang bermimpi?" Ramez menelan ludah.
Namun, mau tidak mau, pertarungan pun dimulai. Goblin-goblin itu langsung menyerbu.
Ramez mencabut pedangnya dengan cepat dan menebas makhluk pertama yang menyerangnya. Darah hijau muncrat ke tanah berbatu. Namun, musuh lainnya tidak gentar.
Satu Goblin melompat ke arahnya dengan belati, Ramez menangkis, lalu membantingnya ke tanah. Goblin lain mencoba menyerangnya dari belakang, namun Ramez berhasil menghindar dengan berguling ke samping.
Di tengah pertarungan, dia melirik ke arah Tenzo dan Lestinar.
Tenzo duduk dengan santai di atas batu besar, menyaksikan semuanya seperti menonton pertunjukan.
"Baiklah Ramez, sekarang lawan mereka semua dan cobalah untuk tetap bertahan hidup sebisa mungkin."
"Latihanmu sudah dimulai."
Dengan begini babak pertama pelatihan pun dimulai.
Ramez harus menghadapi semua Goblin ini sendirian.
Di sisi lain, Lestinar yang melihat kejadian itu di depan matanya sendiri tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Dia melangkah mendekati Tenzo dengan wajah serius, matanya menatap tajam seolah ingin menembus pikiran pria itu.
"Tenzo, apa maksudmu dengan latihan ini?" tanyanya dengan nada tegas. "Apa kau berniat membuat Ramez mati?"
Namun, Tenzo tetap fokus memperhatikan Ramez yang terengah-engah di tengah pertarungan melawan Goblin. Dengan suara datar, dia menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.
"Mungkin lebih tepatnya... membuatnya bertarung hingga mencapai batas antara hidup dan mati."
Lestinar terkejut mendengar jawaban itu. "Apa?!"
"Sudah kukatakan sebelumnya, aku sedang melatih mentalnya. Ini adalah porsi latihan yang pas baginya," lanjut Tenzo dengan nada santai, seolah yang terjadi bukanlah sesuatu yang serius.
Lestinar langsung menolak keras gagasan itu.
"Apa kau gila?! Kau ingin dia melawan mereka semua sendirian?!" serunya, menunjuk ke arah gerombolan Goblin yang masih berjumlah ratusan. "Apalagi di sana ada Goblin tingkat atas! Ramez hanyalah petualang peringkat B! Dia pasti akan mati!"
Sebagai petualang berpengalaman, Lestinar tahu betul batasan seseorang. Menghadapi pasukan Goblin sebanyak itu, sendirian, adalah hal yang mustahil! Bahkan jika Ramez bisa mengalahkan puluhan, tenaganya akan habis sebelum semua musuh tumbang.
Namun, Tenzo tetap diam.
Sejenak, sorot matanya berubah—dari yang santai menjadi serius dan tajam. Lalu, dengan nada tenang namun penuh keyakinan, dia berkata,
"Aku percaya padanya."
"Dia tidak akan mati."
"Dan aku tidak akan membiarkannya mati."
Lestinar menelan ludah. Entah kenapa, nada suara dan ekspresi Tenzo begitu meyakinkan, sampai-sampai dia kehabisan kata-kata.
Tiba-tiba—
"TUAN TENZO! LESTINAR! TOLONG!!!"
Suara teriakan penuh kesakitan itu memecah pembicaraan mereka.
Mereka segera menoleh ke arah Ramez—dan mata mereka melebar melihat keadaannya.
Ramez terlempar jauh ke udara sebelum akhirnya menghantam dinding gua dengan keras akibat hantaman serangan benda tumpul dari Goblin peringkat atas.
"UGH—!!"
Darah segar muncrat dari mulutnya. Tubuhnya yang sudah penuh luka kini semakin lemah.
Di depannya berdiri seekor Goblin Champion, sosok besar dengan tubuh kekar, kulit kehijauan, dan mata merah menyala. Monster itu menggeram sambil mengayunkan gada berduri yang berlumuran darah.
Lestinar segera bersiap bertindak.
"Kurasa kita harus menolongnya! Tahan sebentar, Ramez, aku akan—"
Namun, saat dia hendak bergerak—
Sebuah aura hitam pekat tiba-tiba muncul di sekeliling Tenzo.
Tekanan luar biasa langsung menghantam Lestinar seperti ombak besar.
"Jangan ikut campur."
Suara Tenzo terdengar dalam dan dingin.
Lestinar terhenti di tempat. Tubuhnya mendadak kaku, napasnya tertahan, dan punggungnya terasa seperti dibekukan oleh ketakutan murni.
Ini… apa?!
Aura ini… terlalu mengerikan!
Matanya menatap Tenzo dengan ketakutan. Pria itu kini tampak seperti monster yang jauh lebih berbahaya daripada Goblin Champion di depan mereka.
"Ini adalah latihannya," lanjut Tenzo tanpa mengurangi tekanannya. "Jika kau mengganggunya sekarang, berarti kau mengganggu perkembangannya."
Lestinar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Seluruh tubuhnya terasa berat, seperti ditekan oleh kekuatan tak kasat mata yang sangat besar.
[Apa-apaan… dengan aura orang ini…?] pikirnya dengan ngeri. [Rasanya seperti aku sedang dihadapkan dengan monster tingkat atas… Tidak… lebih dari itu… tubuhku bahkan tidak mau mengikuti perintahku untuk bergerak.]
[Apakah dia ini… monster…?]
Untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu, Lestinar benar-benar menyadari bahwa Tenzo bukanlah orang biasa.
Sejak awal, dia sudah curiga—
Kenapa Ramez, petualang peringkat B, mau memanggilnya Tuan dan menurut padanya seolah dia adalah seorang guru?
Awalnya party ini dibuat dengan Ramez sebagai pemimpinnya. Namun dilihat lebih lanjut, Tenzo lah yang secara tidak langsung memimpin.
Dia juga tampak lebih berpengalaman daripada petualang lain?
Dan sekarang…
Aura mengintimidasi yang luar biasa ini…
Lestinar mengepalkan tangan.
[Orang ini menyembunyikan sesuatu…]