Tiga ribu tahun setelah Raja Iblis "Dark" dikalahkan dan sihir kegelapan menghilang, seorang anak terlahir dengan elemen kegelapan yang memicu ketakutan dunia. Dihindari dan dikejar, anak ini melarikan diri dan menemukan sebuah pedang legendaris yang memunculkan kekuatan kegelapan dalam dirinya. Dipenuhi dendam, ia mencabut pedang itu dan mendeklarasikan dirinya sebagai Kuroten, pemimpin pasukan iblis Colmillos Eternos. Dengan kekuatan baru, ia siap menuntut balas terhadap dunia yang menolaknya, membuka kembali era kegelapan yang telah lama terlupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusei-kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Dari Kerja Keras
Satu minggu setelah ujian terakhir berlalu, akhirnya pengumuman peringkat hasil ujian dikeluarkan di papan pengumuman Akademi Altais. Semua siswa berkumpul di sekitar papan tersebut, merapat dengan penuh antisipasi. Setiap siswa merasa gugup, beberapa tampak cemas, sementara yang lain merasa percaya diri. Namun, yang paling menarik perhatian adalah para siswa kelas tiga yang baru saja menyelesaikan ujian terakhir mereka. Mereka sudah berlatih keras selama ini, dan pengumuman ini adalah momen untuk membuktikan sejauh mana usaha mereka.
Di papan pengumuman, peringkat pertama diraih oleh Katsuya Shirogane, seorang siswa yang cukup misterius. Namanya jarang terdengar di kalangan teman-temannya, tetapi namanya tercatat dengan jelas di peringkat pertama. Katsuya bukan berasal dari clan besar atau keturunan penyihir terkenal. Namun, ia mampu menunjukkan hasil yang jauh lebih baik daripada banyak siswa dari clan kuat. Nilai akademis, nilai praktik, dan bahkan prestasi duelnya semuanya luar biasa. Semua itu menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang sangat tekun, bekerja keras tanpa mengenal lelah, dan melampaui banyak orang yang berasal dari keluarga yang lebih dihormati.
Namun, meskipun berada di peringkat pertama, ekspresi Katsuya terlihat sangat berbeda. Wajahnya tidak menunjukkan kebanggaan atau kegembiraan, melainkan lebih terlihat marah dan frustrasi. Katsuya memandang papan pengumuman itu dengan mata yang tajam, namun ada sesuatu yang tidak puas dalam dirinya. Ia merasa tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya.
Katsuya (dalam hati, sambil menatap papan pengumuman):
"Dasar bodoh, percuma terlahir sebagai clan kuat jika tidak bisa mendapatkan posisi pertama. Apa yang mereka dapatkan hanya karena nama besar. Aku yang bukan berasal dari clan terkenal bisa mengalahkan mereka semua, tapi kenapa rasanya seperti mereka tetap dipandang lebih tinggi?"
Katsuya terus melangkah maju, menyisihkan kerumunan siswa yang sedang mengobrol tentang peringkat mereka masing-masing. Meskipun ia adalah yang terbaik, perasaan kesalnya tidak bisa disembunyikan. Baginya, peringkat pertama hanyalah angka yang tidak bisa menutupi kenyataan bahwa ia merasa belum dihargai sebagaimana mestinya.
Di peringkat kedua, terdapat Kiria Akazuchi, yang selama ini dikenal sebagai sosok yang penuh dengan keangkuhan. Kiria adalah salah satu siswa yang tidak segan-segan menghina mereka yang berasal dari latar belakang biasa, seperti Yusei dan Akira. Kiria memang memiliki bakat luar biasa, dan sikap sombongnya selalu membuatnya terlihat sebagai ancaman bagi banyak siswa. Kini, ia berhasil menempati posisi kedua, setelah Katsuya. Meskipun begitu, Kiria tidak merasa puas dengan peringkat ini.
Kiria (dalam hati, sambil melirik peringkatnya):
"Tsk... Aku kalah lagi. Ini tidak cukup. Aku harus lebih baik dari ini. Peringkat kedua hanya membuktikan bahwa aku masih jauh dari tujuan sesungguhnya."
Kiria mengingat kembali kekalahannya dalam duel melawan Yusei beberapa waktu yang lalu. Itu adalah momen yang menorehkan luka dalam dirinya, sebuah pengingat bahwa meskipun ia memiliki kekuatan luar biasa, masih ada orang yang bisa mengalahkannya. Rasa tidak puas itu membakar semangatnya untuk terus berlatih lebih keras. Bagi Kiria, tidak ada yang lebih penting selain melampaui batas kemampuannya sendiri.
Flashback, beberapa waktu yang lalu—setelah pertarungan antara Kiria dan Yusei. Meskipun Kiria yang dikenal sebagai murid yang berbakat, ia tak mampu mengalahkan Yusei yang menggunakan hanya pedangnya. Di tengah hutan yang sepi, di mana hanya suara angin yang terdengar, seorang pria berdiri di kejauhan. Itu adalah Leo Akazuchi, kakak dari Kiria dan salah satu Kesatria Petir. Leo menyaksikan pertarungan itu dari jauh, mengamati setiap gerakan dengan cermat.
Leo (dengan nada tegas, seolah sudah tahu hasilnya):
"Sepertinya kau kalah lagi, Kiria."
Kiria terdiam, ekspresinya dipenuhi dengan kemarahan yang tak bisa ia sembunyikan. Ia merasa harga dirinya tercabik-cabik, terutama karena ia tahu bahwa Leo pasti sedang mengamatinya.
Leo (dengan nada meremehkan):
"Pecundang sepertimu tidak akan pernah bisa menjadi Kesatria Suci."
Kiria menatap kakaknya dengan tatapan tajam, melawan setiap kata yang keluar dari mulut Leo. Namun, yang ia katakan hanyalah satu kata.
Kiria (dengan ekspresi penuh kebencian):
"Berisik."
Leo (dengan suara berat, penuh makna):
"Kesatria Suci bukan hanya sekadar kekuatan, bukan hanya sekadar tekad. Ada hal lain yang lebih penting dari itu semua. Sebelum kau mengetahui dan memiliki hal itu, kau tidak akan pernah bisa menjadi Kesatria Suci."
Flashback berakhir.
Sejak saat itu, Kiria menjadi terobsesi untuk melampaui kakaknya. Ia berlatih lebih keras dari sebelumnya, berusaha untuk memperbaiki kekurangannya. Setiap kali ia merasa lelah atau menyerah, perkataan kakaknya kembali terngiang dalam pikirannya. Leo, yang sudah menjadi Kesatria Petir, adalah standar yang harus ia capai. Kiria mulai melihat kekalahan bukan sebagai sebuah kegagalan, tetapi sebagai batu loncatan untuk menjadi lebih baik. Meskipun ia masih terbayang bayang kekalahannya terhadap Yusei, rasa tidak puas itu justru membangkitkan semangat juangnya.
Sementara itu, Yusei dan Kisaragi Arashi hanya memperhatikan papan pengumuman dengan wajah datar, seperti biasanya. Bagi mereka, peringkat ini bukanlah pencapaian yang perlu dirayakan. Mereka sudah tahu bahwa ujian ini hanyalah sebagian kecil dari tantangan yang akan datang. Yusei tidak pernah terlalu memikirkan peringkat, ia lebih tertarik pada proses dan kemampuan untuk mengendalikan kekuatan dalam dirinya. Sedangkan Arashi, meskipun berada di peringkat ketiga, tetap tenang dan tidak merasa tertekan.
Yusei (dengan nada datar):
"Peringkat ini bukan apa-apa. Kita semua tahu bahwa ujian ini hanyalah ujian kecil dibandingkan tantangan yang akan datang."
Arashi (tersenyum kecil):
"Kau benar, Yusei. Apa yang penting adalah jalan yang akan kita tempuh setelah ini. Peringkat hanyalah angka."
Namun, di sisi lain, Akira, Yui, dan Airi merasa bahwa mereka masih harus berjuang lebih keras. Mereka merasa bahwa meskipun telah berusaha keras, mereka belum mencapai titik yang memadai. Airi, meskipun berhasil berada di peringkat keempat, merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam dirinya. Akira, yang selalu ceria, juga merasa bahwa ia harus lebih kuat lagi agar bisa melangkah lebih jauh.
Airi (dalam hati, menatap peringkatnya):
"Ini belum cukup. Aku harus berlatih lebih keras. Aku tidak akan puas dengan hanya berada di posisi ini."
Akira (dengan ekspresi serius):
"Sama seperti aku. Peringkat ini hanyalah langkah awal. Aku harus melangkah lebih jauh, lebih kuat, lebih siap."
Di sisi lain, Katsuya masih berjalan dengan langkah cepat, kesalnya masih terlihat jelas di wajahnya. Meskipun ia meraih peringkat pertama, rasa tidak puasnya terus menghantuinya. Ia merasa bahwa peringkat pertama yang ia raih tidaklah cukup—tidak cukup untuk membuktikan bahwa kerja kerasnya dihargai. Tidak cukup untuk menghapus perasaan bahwa ada yang lebih penting, lebih besar yang harus ia capai.
Katsuya (dalam hati, dengan ekspresi marah):
"Ini semua tidak adil. Mereka semua hanya bergantung pada asal usul mereka. Aku yang berlatih keras, yang berasal dari keluarga biasa, harus bisa melampaui mereka... tapi kenapa rasanya seperti mereka selalu lebih dihargai?"
Katsuya merasa bahwa ia harus membuktikan lebih banyak lagi. Ia merasa bahwa meskipun peringkat pertama adalah yang terbaik, itu belum cukup untuk mendapatkan perhatian yang seharusnya dia terima. Hanya ketika ia melampaui semua orang, barulah ia bisa mendapatkan pengakuan yang selama ini ia cari.