Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orc King
Raja Orc, pemimpin bengis para Orc, datang bersama pasukannya ke area penambangan. Langkahnya yang berat dan aura intimidatif membuat para Kobold dan Troll gemetar ketakutan. Kekejamannya sudah terlalu terkenal di antara para budak tambang, tempramen yang terburuk, satu kesalahan kecil saja bisa berarti kematian yang brutal.
Awalnya, Raja Orc menduga ini hanyalah pemberontakan biasa. Biasanya, cukup dengan mengutus prajurit Orc untuk menumpas para budak. Namun, hari ini berbeda. Suasana hatinya sedang tidak bagus setelah perburuannya gagal akibat badai salju. Ia ingin melampiaskan frustrasinya dengan darah para budak.
Namun, pandangannya berubah ketika melihat kondisi tambang yang porak-poranda. Beberapa Orc yang bertugas mengawasi tambang telah terbunuh, Di tengah kekacauan itu, seorang manusia duduk di atas kudanya, memandangnya dengan tatapan dipenuhi arogansi.
Wira memandang Raja Orc dengan sinis. "Jadi, kau pemimpin para penambang ilegal ini?" Suaranya dingin, tatapan matanya yang tidak menyenangkan menambah bara api pada kemarahan Raja Orc.
Raja Orc mendengus marah, taringnya menyeringai.
"Manusia rendah! Kau hanya seonggok daging, berani sekali kau menatapku seperti itu. Kau sudah melanggar wilayahku! Akan kupastikan kau menjadi makan malamku!" Raja Orc sedikit heran kenapa manusia itu berprilaku begitu sombong di wilayahnya.
Orc king mengangkat tangannya, siap memberi perintah untuk menyerang. Namun, langkahnya terhenti ketika Wira tiba-tiba tertawa keras.
"Ahahaha! Wilayahmu? Kau pikir tambang ini milikmu?" Tawanya menggema, begitu lantang seperti orang kesurupan.
Wajah Raja Orc semakin memerah seperti tomat. Tetapi sebelum ia sempat merespons, Wira menatapnya tajam, tatapan yang sebelumnya merendahkan kini terbakar oleh api kemarahan.
"Brengsek! Berani-beraninya babi sepertimu mengklaim tempat ini dariku!" Umpatan penuh amarah Wira membuat goa tambang bergetar hebat. "Akan kubuat kau menyesal karena telah berani berpikir ingin mengambil wilayah ini dariku!."
Suasana menjadi tegang. Para budak segera mundur, tak ingin terseret dalam pertempuran yang akan pecah. Pasukan Orc bergerak maju, mata mereka penuh kebencian dan haus darah.
Wira membelai kepala kudanya, Sumba, dengan tenang. "Sekarang, tunjukkan pada mereka apa yang bisa kau lakukan," ucapnya lembut.
Sumba meringkik senang, mengangkat kaki depannya dengan semangat. Kristal di dadanya bersinar terang, memancarkan cahaya dingin. Dalam sekejap, kristal-kristal tajam berwarna bening tercipta di udara, berkilauan seperti pecahan es yang siap menghancurkan segalanya.
ZRAASSHH!
Kristal melesat, menghujani pasukan Orc. Jeritan memilukan menggema ketika barisan terdepan roboh, tubuh mereka terkoyak oleh hujan kristal mematikan. Darah membasahi tanah, dan bau anyir memenuhi udara.
Kekuatan yang ditunjukkan oleh kuda bercula itu sungguh diluar perkiraan Raja Orc. Namun sebagai makhluk dengan kecerdasan, pemimpin para Orc tahu jika kekuatan sihir seperti itu membutuhkan waktu untuk digunakan kembali. Melihat celah ini, Raja Orc menyeringai keji.
GROAAAAR!
Ia menarik napas dalam, lalu mengeluarkan raungan dahsyat yang mengguncang seluruh tambang. Suara itu membawa energi yang membangkitkan semangat tempur pasukannya. Tubuh para Orc bergetar, otot mereka menegang, mata mereka menyala dipenuhi gairah perang.
Ini adalah sihir buff khas Raja Orc kekuatan yang meningkatkan kekuatan dan keberanian pasukannya. Para Orc berteriak liar, siap membalas serangan dengan kebrutalan yang lebih mengerikan.
***
Wira tidak lagi mampu menghitung berapa banyak masalah yang datang padanya akibat keserakahan orang-orang yang ingin merampas peninggalan milik keluarganya.
Warisan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya bagaikan madu yang menarik keserakahan untuk berebut memiliknya. Sebagian besar sudah hilang, tetapi sebagian kecil masih berhasil ia pertahankan dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya.
Pegunungan Semaraksa adalah sebagai kecil yang tersisa. Wira tidak akan memaafkan siapapun yang berani mengklaim tanah tanpa seizinnya.
“Kematian bagi siapa pun yang berani mencuri dariku,” ucap Wira dingin. Suaranya memicu ketakutan di hati para Orc dan budak yang menyaksikan.
Namun, Raja Orc yang dipenuhi amarah mengabaikan ancaman itu. Dengan geram, ia menggunakan skill Warcry untuk meningkatkan kekuatan pasukannya. Para prajurit Orc segera menyerbu dengan senjata terhunus, bersiap membantai Wira yang dianggap sebagai penyusup.
Di saat itu, dari bayangan, Kinta menyalak keras. Seketika, sepuluh mayat Orc yang telah terbunuh bangkit kembali sebagai zombie, bergerak menghadang pasukan Raja Orc. Para prajurit Orc mulai ketakutan melihat rekan-rekan mereka berubah menjadi makhluk tak bernyawa yang mulai berpihak di sisi musuh.
Raja Orc mulai menyadari situasi serius ini. Lawannya ternyata bukan hanya seorang manusia dan seekor kuda. Kecemasan akan kekalahan mulai menghantui pikirannya.
Di sisi lain, Wira memperhitungkan bahwa zombie Orc buatan Kinta tak akan mampu menahan seluruh pasukan. Ia pun memutuskan untuk membagi kekuatan musuh dengan taktik pemecah formasi.
Sementara zombie Orc bertarung di garis depan, Wira memberikan instruksi kepada Kinta dan Malika untuk menyerang dari kiri dan kanan. Ia sendiri, bersama Sumba, akan menghantam dari tengah.
Serangan mendadak dari dua sisi membuat formasi pasukan Orc kacau.
Kinta, dengan kekuatan anjing astralnya, menyerang dengan cakarnya yang mampu menyerap jiwa, membuat beberapa Orc tumbang hanya dalam satu serangan.
Dari sisi lain, Malika muncul seperti bayangan mematikan. Terkamannya memutus leher Orc dengan mudah, sementara kakinya yang kuat menendang musuh hingga terpental jauh, menciptakan kekacauan besar.
Wira memacu Sumba dengan cepat, melompati barikade zombie Orc, lalu mendarat di tengah pasukan raja Orc yang sedang kebingungan. Dengan satu gerakan cepat, ia menghunus beliungnya, menyerang prajurit Orc terdekat sambil tetap menunggangi Sumba. Serangan mereka tak terbendung, memaksa para Orc satu per satu tumbang.
Para Kobold dan Troll yang menyaksikan pertempuran itu hanya bisa terdiam tak percaya. Mereka tak pernah membayangkan pasukan Orc yang terkenal kejam dapat dikalahkan begitu mudahnya oleh seorang manusia dan tiga peliharaannya.
***
Wira masih duduk di punggung Sumba, dikelilingi oleh mayat-mayat prajurit Orc yang telah dikalahkannya. Sorak-sorai kebahagiaan dari para Kobold dan Troll bergema di seluruh area pertambangan yang berlumuran darah.
Para budak tidak pernah menyangka bahwa prajurit Orc yang selama ini menindas mereka kini tergeletak tak bernyawa. Orc-Orc yang masih hidup mulai gemetar ketakutan, membayangkan nasib mereka akan berakhir sama tragisnya.
Namun, suasana kemenangan itu mendadak lenyap ketika sebuah aura menakutkan terpancar dari tubuh Raja Orc. Suara intimidatifnya menggema, membungkam semua yang hadir.
“Dasar sampah tak berguna!” bentaknya, menatap penuh penghinaan pada pasukannya yang telah gugur. “Pada akhirnya, tak ada satu pun yang bisa diandalkan!”
Dengan tombak besar yang terbuat dari tulang monster di tangannya, Raja Orc melangkah maju dengan tenang, setiap gerakannya memancarkan ancaman mematikan.
Aura kekuatan yang ia keluarkan membuat para budak meringkuk ketakutan, sementara para Orc yang tersisa mulai menumbuhkan secercah harapan. Mereka percaya bahwa pemimpin mereka mampu membalaskan dendam atas kematian saudara-saudara mereka.
Namun, berbeda dengan ketakutan yang menyebar, Wira justru tersenyum lebar. Senyum penghinaan itu membuat Raja Orc mengernyit marah.
Dengan linggis usang di tangannya, Wira turun dari punggung Sumba. Dia melirik Kinta dan Malika. “Mundur. Ini adalah pertarunganku,” ucapnya dengan tenang namun tegas.
Di tengah arena yang dipenuhi mayat-mayat Orc, Wira dan Raja Orc saling berhadapan. Ini adalah duel antara dua pemimpin. Suara lonceng samar menggema, mengganggu konsentrasi Wira sejenak. Namun, ia segera mengabaikannya, fokus sepenuhnya kembali pada lawannya.
Serangan pertama, Raja Orc mengayunkan tombaknya dengan kuat. Hembusan angin kencang menyapu arena, membuat debu dan darah beterbangan, mengaburkan penglihatan Wira. Melihat celah itu, Raja Orc segera melesat maju dengan kecepatan mengejutkan. Tombaknya dihujamkan lurus ke arah jantung Wira.
Senyum licik tersungging di wajah Raja Orc, membayangkan tubuh lawannya akan berlubang oleh serangan mematikan ini. Namun, tepat sebelum ujung tombak menusuk, Wira bergerak dengan cepat dan penuh perhitungan. Dengan gerakan tegas, linggisnya menangkis serangan itu dengan dentang logam yang memekakkan telinga.
"Kau pikir bisa menyerangku menggunakan teknik murahan seperti itu?." Ucap Wira memprovokasi.
Tak berhenti di situ, Wira memutar tubuhnya dan melayangkan pukulan keras ke wajah Raja Orc.
BAM!
Raja Orc terlempar ke belakang, wajahnya berlumuran darah. Hidungnya patah, beberapa giginya rontok dan berhamburan ke tanah. Satu pukulan itu cukup untuk menunjukkan betapa besar perbedaan kekuatan di antara mereka.
mohon berikan dukungannya