Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10_Peduli Tapi Gengsi
"HITO!" Raya terkejut atas apa yang baru saja pria itu lakukan. Hito mendudukkan paksa Raya lalu menyobek celana jeansnya " Gila. Lo mau ngapain gue?" Teriakan Raya membuat mbok Jum dan pak Joko berkumpul, memperhatikan gerak gerik Hito yang masih mengatup bibirnya.
" Den. Aden mau ngapain? Kasian atu si neng Den." Mbok Jum berusaha membantu Raya namun Hito terlebih dulu menghalanginya " Aduh Joko ini teh si aden kenapa?" Tanya Mbok Jum cemas. Raya terus berontak berusaha bangkit namun lagi Hito kembali menghalanginya.
" Joko," Panggil mbok Jum " Jangan diem aja. Hayu atuh bantuin si neng."
" Saya nggak berani Mbok. Mbok liat sendiri mata si aden merah kaya gitu. Serem atuh!" Mbok Jum semakin belingsatan. Raya dan Hito masih saja terlibat percekcokan dan adu mulu.
" Kamu mah nggak bisa di andelin. Terus itu teh si neng mau diapain?"
" saya juga nggak tau." Jawab Pak Joko.
" Kamu mah taunya makan doang. Terus ini teh gimana? ini mah harus ngasih tau si nyonya, iya nyonya harus pulang." Baru saja si Mbok ingin meninggalkan ruang tamu tapi teriakan Hito membuat si Mbok mengurungkan niatnya.
" I--iya Den. Ada apa?" Si Mbok membungkukkan badannya. Kedua tangannya meremas kuat ujung pakaiannya. Dia melirik sekilas pada Raya dimana gadis itu tengah menahan amarah atas apa yang Hito lakukan padanya.
" Ambilin kompresan sama Kotak P3K."
" Siap aden. Ehhh kompresan?" Terkejut si Mbok " Aden teh ada yang luka?" Ketakutannya kini berubah menjadi kecemasan. Mbok Jum menghampiri Hito melihat ke setiap inci tubuh anak majikannya" Mana atuh aden lukanya?"
" Bukan buat saya, nih buat dia." Ucap Hito melirik Raya " ambilin sekarang Mbok!" Mbok Jum mengangguk lalu pergi ke arah dapur tak lama kemudian dia kembali dengan kompresan dan kotak P3K.
" Ini den,"
" Terimakasih. Mbok sama pak Joko boleh kembali ke belakang."
" Baik Den." Pak Joko dan Mbok Jum pun segera kembali ke dapur. Mereka sempat kembali melirik hal apa yang akan tuan mudanya itu lakukan pada Raya.
" Lo itu berisik. Cerewet. Bawel dan keras kepala. Apa susahnya sih nurutin perkataan gue?"
" Gue bukan babu Lo!" Balas Raya " Awwwsss. Sakit Bego!" Umpat Raya menarik kakinya dari tangan Hito. Sempat terlintas yang tidak tidak akan tindakan Hito yang merobek celananya. Tapi ternyata Pria itu hanya ingin mengobati luka yang terdapat di lututnya.
" Kenapa sampe biru gini? Lo lari?" Raya menggeleng " Terus ini?"
" Baru kerasa kalo lutut juga memar?" Raya mengangguk takut, kepalanya menunduk tapi matanya curi curi pandang pada Hito yang tengah mengobatinya.
Hito mengompres luka pada lutut Raya sebentar lalu mengoleskan salep pereda nyeri. Dia meniupinya dengan pelan memberikan kenyamanan saat tangannya menyentuh luka memar itu. Raya juga tidak tahu jika lututnya sebiru itu, karena pikiran dan logikanya terus tertuju pada Hito yang tanpa kabar sejak semalam.
" Apa lagi?" Tanya Raya saat tangan Hito kembali menariknya.
" siniin tangan lo," Raya kembali menurut. Detik berikutnya Hito melakukan hal yang sama pada luka yang terdapat di tangan Raya.
" Jangan diperban lagi, olesin salep ini biar cepet kering. Dan kayaknya tangan lo harus diurut, noh pergelangannya membengkak, Coba sini."
" Aaawww!" Raya menjerit saat Hito dengan teganya menekan pergelangan tangan kanannya itu. Raya mengusap lengannya, berusaha meredakan rasa nyeri karena ulah pria itu.
" Tangan lo keseleo, tar minta mbok Jum buat manggil mang kabir buat ngurut tangan lo."
" Nggak mau!" Tolak Raya menggeleng cepat.
" Lo dikasih taunya batu banget sih. Mau tangan lo membusuk terus diampu......
" Iya iya. Lo kalo ngomong parah banget. Keseleo doang sampe harus dipotong tangan gue. Nakut nakutin aja!"
" Terserah lo. Pokoknya kalau tangan lo sampe di pot....
" Iya. Ihhhh iya nanti gue minta Mbok Jum buat minta mang mang....
" Mang kabir," Ujar Hito.
" Iya mang kabir buat ngurut. Puas lo huh?!"
Hito mengangkat bahunya acuh lalu membereskan kompresan dan kotak P3K tadi sebelum dia menyandarkan punggungnya. Raya menatap Hito yang tengah memejamkan matanya, terlihat damai dan tenang.
" Kenapa sih lo harus teriak dan ngebentak bentak gue? Kenapa lo nggak minta baik baik aja sama gue? Ngomong aja mau ngobatin gitu. Jangan kaya tadi bikin seisi rumah keluar dari tempatnya."
" Nggak usah banyak tanya. Lo bersih bersih terus jangan lupa nyuruh Mbok Jum buat manggil mang Kabir. Satu lagi tangan lo jangan kena air dulu sama pake celana pendek aja biar memar lo nggak makin parah "
" Ko lo tiba tiba peduli sama Gue?"
Tanya Raya heran dengan sedikit menyipitkan matanya curiga.
" terus lo maunya gue kayak gimana? Baik salah, jahat salah, kejam apa lagi. Lo inget nggak sih? Selama lo tinggal di rumah ini lo itu tanggung jawab gue!" Hito bangkit dari sandarannya lalu meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja.
" Kenapa baru sekarang? Kemana lo disaat gue butuh lo huh? Dimana lo saat gue sendirian di kebun teh huh?"
Mata Raya mulai berkaca kaca. Dia menggigit bibir bawah bagian dalamnya, menahan tangisan yang kapan saja pecah seketika.
Hito memalingkan wajahnya sesaat lalu tersenyum tipis membuat Raya mengerutkan keningnya " Gue tidur." Jawabnya santai tanpa beban ataupun bersalah. Dua kata yang kembali mampu menampar kuat hati Raya. Jadi, orang yang sangat dia nantikan kedatangannya ternyata tidak sama sekali memperdulikannya. Cairan bening itu lolos membasahi pipinya. Mata Raya terus mengekori punggung lebar milik Hito sampai punggung itu tidak terlihat lagi karena masuk kedalam kamarnya.
Raya menghabiskan waktunya di dalam kamar. Dia enggan untuk turun kebawah hanya untuk sekedar menikmati cemilan atau lolipopnya. Gadis itu terus melamun, membiarkan hati dan logikanya kembali berdebat.
" Masa iya gue nyerah? Belum juga sebulan." Raya membalikkan tubuhnya ke sisi kiri dengan hati hati karena tangan kanannya masih sakit dan sulit untuk di gerakkan.
" Tapi kata katanya itu loh. Sumpah bikin sesak ke ulu hati gue!" Monolognya lagi. Raya kembali melentangkan tubuhnya menatap langit langit kamarnya.
" Nggak. Gue nggak boleh nyerah. Sebelum Hito ngakuin gue sebagai temennya gue nggak boleh nyerah. Ya gue harus bikin Hito ngakuin gue."
" Tapi gimana caranya?" Tanya pada dirinya sendiri. Raya merubah posisinya menjadi duduk lalu melirik pada sebingkai Foto yang terdapat di samping nakas nya dimana foto itu adalah foto dia dengan Hito saat kecil.
" Gue janji gue bakal bikin lo yang balik ngejar gue. Dasar cungkring!" Umpatnya pada foto Hito yang masih kurus. Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, Raya turun dari tempat tidurnya lalu berjalan tertatih membukakan pintu.
" Ada apa Mbok?" Tanya Raya setelah melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
" Itu neng Mang Kabirnya udah dateng," Ucap Si Mbok memberitahu.
Raya mengangguk lalu turun bersama Mbok Jum yang membantunya. Disana Pak Joko dan Mang Kabir sudah duduk bersama, terlibat obrolan yang kelihatannya asik dan seru.
" Eh itu si neng nya udah dateng," Ucap Pak Joko memberi tahu. Raya membalas senyuman mang Kabir yang usianya tak beda jauh dari si Mbok. Dia di persilahkan untuk duduk dimana pak Joko dan Si Mbok pun ikut duduk memperhatikan.
" Pelan pelan ya Mang,"
" Iya Mbok. Mana neng tangannya yang sakit?" Raya sedikit ragu untuk menjulurkan tangannya. Tapi setelah melihat Mbok Jum dan pak Joko menganggukan kepala mereka Raya pun memberanikan diri.
Kyaaaaa
Raya berteriak seketika membuat Mbok Jum meringis melihatnya " Si neng teh kumaha, ini mamang teh belum mulai ngurut nya juga. Naha langsung teriak gitu?" Raya membuka salah satu matanya mengintip apa yang sedang terjadi " Hehehe. Belum ya mang, Raya kira udah."
" Si neng teh ngagetin mbok aja."
" Mbok, nggak usah di urut ya? Kapan kapan aja di urutnya. Ya ya ya?" Raya memasang wajah memelasnya. Tangannya kembali dia tarik dari tangan mang Kabir.
" Mending di urut atu neng, biar cepet sembuh." Ucap Mbok Jum.
" Tapi sakit,"
" Cuma sebentar, kalo nggak di urut tar lama sembuhnya." Timpal Pak Joko
" Iya neng, mamang juga pelan kok ngurutnya." Imbuh mang kabir.
" Tapi sakit mang."
" Biarin aja kalo nggak dia mau, biar nanti tangannya busuk terus diamp....
" Iya iya nih di urut." Potong Raya pasrah sebelum Hito menyelesaikan perkataannya. Semua orang pun tersenyum mendengar penuturan dari Raya.
" Mulai aja mang. Kalo nolak lagi patahin sekalian!"
" HITOOOO" Rengek Raya merengut. Benar benar tidak memiliki perasaan. Hito kejam.
Mang Kabir mulai mengurut. Awalnya Raya mampu menahan rasa sakitnya namun dengan pergerakan cepat mang Kabir memelintir tangannya csampai terdengar bunyi seperti patahan tulang.
Kyaaaaaa
Raya berteriak. Hito pun ikut berteriak karena Raya baru saja menancapkan kuku kukunya yang runcing pada lengannya " Mbok sakit," Adunya meneteskan air mata " Mang kabir Jahat."
" Ssttt jangan nangis atu neng." Mbok Jum berusaha menenangkan tapi Raya malah semakin terisak.
" Dodol banget sih lo, tangan gue." Umpat Hito yang melihat bekas kuku Raya yang meninggalkan goresan di lengannya.
" Coba tangannya di gerakin," Suruh mang kabir.
" Sakit," Raya menggeleng menolak.
" Di coba neng," Kali ini pak Joko yang meminta. Dengan sedikit ragu Raya mulai menggerakkan pergelangan tangannya itu. Meskipun masih sakit dan kaku tapi kini tangannya sudah bisa di gerakkan.
" Bisa Mbok," Ucapnya tersenyum senang, Raya mulai kembali menggerakkan pergelangan tangannya tapi diapun harus hati hati agar luka di telapak tangannya tidak kembali tergores ataupun menganga.
" Alhamdulillah," Seru semuanya " Makasih ya mang." Ucapnya tulus. Mang kabir membalasnya dengan tersenyum juga " Yaudah kalo udah beres mah mamang teh mau ketempat yang lain."
" Ehh masih ada yang harus di urut mang," Cegah Raya membuat mang kabir kembali duduk.
" Yang mana lagi?"
" Nih si Hito, Tolong urutin hati sama sifatnya biar lurus sama lempeng. Kalo bisa mulutnya juga mang biar nggak ngomong pedes mulu, bisa nggak?"
Pukkkk
Hito yang mendengar perkataan Raya langsung melempar bantal Sofa pada wajahnya membuat para orang tua tersenyum melihat tingkah mereka " Lo pikir gue tulang yang patah apa? Gue tendang ke jerman baru tau rasa Lo!"
" Emang bisa?" Tantang Raya meremehkan.
" Eh nantangin. Gue pelintirin nih?" Ancam Hiro pada lengan kanan Raya.
" Jangan. Dasar Cungkring!" Umpat Raya yang kembali kalah dari Hito. Tunggu saja ini masih awal, kelak Hito sendiri yang akan memintanya tetap berada di rumahnya ini. Pikir Raya.