Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesuai tugas dan fungsinya. [1]
✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA
SETIAP TANGGAL, HARU, DAN WAKTU DENGAN BAIK
✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA
✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN MUNDUR)
^^^Senin, 20 Juni 2022 (17.56)^^^
Deruan mobil sport putih menyela laju tengah jalan, mengaum memenuhi suara dalam padatnya jalan raya kota Jakarta.
Sore itu cahaya mentari mulai pudar, digantikan cahaya jingga di langit barat, menujukan transisi sore berganti malam.
Seorang pemuda mengemudi cepat mobil mewahnya, mengejar dan menyelip, demi mengikuti sebuah kendaraan roda dua jauh melaju di lajur depan.
Sang pengendara motor tak sadar kalau pria bernama Aslan, rupanya tengah mengikut diam-diam, menguntit saat lampu merah, juga melaju ikut ketika lampu hijau menyala.
Mereka berkendara masing-masing melintas, melewati pengendara lain di jalanan, salah satu sibuk dengan dunia dan tujuannya, sementara yang satu lagi juga sibuk membuntut atas dasar insting sejenak.
Hingga aksi itu berakhir ketika pengendara motor yang Aslan buntuti berhenti, pakir tepat di depan gedung lama yang terbengkalai.
Alis Aslan naik sedikit, raut bingungnya menatap dalam kawasan jauh, mengamati langkah laki-laki bernama panggilan Baron, yang kini masuk perlahan ke dalam bangunan tua tak terpakai.
Pikirnya untuk apa laki-laki itu masuk ke sana, di lihat dari tampilan dan rerumputan yang menjalar, di penuhi barang-barang berserakan dan tak layak huni, tidak mungkin jika ada insan yang tinggal dalam bangunan tua itu.
Mobil Aslan pakir cukup jauh dari tempat yang di tuju, sengaja menjaga jarak agar tidak ketahuan, tapi masih cukup memberikan laki-laki itu tontonan jelas dari dalam mobil akan kejadian yang ada di ujung depan.
Dia sengaja mengamati dari kejauhan, instingnya memaksa untuk tetap berada di sana, siapa sangka tak berselang lama malah membuahkan hasil dengan penampakan Baron, yang justru keluar lagi dari gedung.
Raut dia senang, ada senyuman puas di sudut wajah laki-laki itu, sampai dia memakai helm dan melaju kembali dengan kecepatan tinggi meninggalkan tempat.
Kini giliran Aslan yang maju mendekat, dia memarkirkan mobilnya depan gerbang. Sempat mengecek dan memastikan tak ada orang di sekitar kalau dia datang dan pakir di sana.
Cepat sepasang kaki lelaki itu melangkah keluar dari mobil, menatap heran sejenak area depan gedung, tahu kalau bangunan besar ini adalah tempat yang sudah tertinggal, tidak terpakai, dan sangat jarang di jamah manusia.
Tapi entah mengapa sore itu batin Aslan terus mendesak untuk masuk, ada rasa penasaran yang kuat, termasuk atas kedatangan laki-laki yang di buntutinya tadi ke tempat ini.
Padahal akal sehat Aslan juga menentang mentah, tempat ini sudah lama tidak beroperasi, tidak ada tanda-tanda kehidupan, juga banyak rumor seram yang mengelilingi historis di balik sini.
Logikanya berbicara sendiri, tidak ada keuntungan yang akan Aslan dapatkan jika dia masuk ke sana, tapi hati lelaki itu seolah bersikukuh, memaksa Aslan yang kini sudah melangkah masuk dengan sukarela.
Pilihan Aslan di petang senin tersebut, kala mengikuti laki-laki tadi juga berdasar, tak sekedar penasaran tanpa pangkal, melainkan karena kejadian setelah hilangnya barang-barang Natha di sekolahan.
Kala itu Aslan merasakan ada hal yang janggal dengan tenggelamnya, benda-benda itu di sebalik gedung paling aman milik Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.
Cctv di depan dan di dalam kelas tiba-tiba rusak di hari yang sama, tidak ada benda berharga siswa lain yang hilang selain milik Natha.
Padahal jika di pikir banyak barang mewah dari kepunyaan murid berbeda yang mungkin lebih berharga dibanding barang-barang milik gadis itu yang tidak sebanding.
Tak tertinggal Aslan, Iefan dan Olivia juga sudah mencoba mencari ke laci-laci siswa sekeliling kelas, mengecek mobil, jok motor, tas, atau hal-hal lain yang masih memiliki kemungkinan mereka untuk menyembunyikan benda milik Natha.
Tapi semua itu tetap tak membuahkan hasil, semua siswa-siswi di kelas benar-benar bersih, juga mereka tak mengetahui bagaimana kronologi hilangnya tas sang gadis berambut kecoklatan gelombang sedikit. p
Padahal hampir di katakan tidak pernah ada kejadian pencurian atau kehilangan barang seperti ini sebelumnya.
Nathalah orang pertama di Sekolah Menengah Atas Jaya Pura yang menjadi korban kehilangan atau bisa di katakan pencurian barang dari semua angkatan yang pernah ada.
Karena dari yang di ketahui hampir semua siswa di sekolah ini berasal dari kalangan orang mampu dan kaya, termasuk tebaran cctv dan para satpam yang ketat mengawas, tidak akan ada kemungkinan bagi sesama siswa di sana untuk mencuri, termasuk orang luar yang masuk ke sekolah.
Tapi jika tidak memungkin dari mereka, lalu siapa lagi yang menjadi pelaku?
Sorenya dengan tangan kosong dan hati yang hampa Natha pulang seperti biasa, Aslan hendak menawarkan Natha dan mencoba menghibur untuk hilangnya barang-barang milik gadis tersebut.
Setidaknya dia bisa membuat candaan, atau mungkin membantu membelikan Natha handphone baru juga perabotan lain yang hilang.
Namun diluar dugaan perhatian laki-laki itu malah teralih pada penemuan seorang pria yang tengah mengikuti Olivia dari belakang.
Dia mengenakan seragam Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, berbalutkan jaket hitam yang menutupi papan nama lelaki itu di kerah depan, berjalan santai seakan searah dengan langkah Olivia yang lagi mendorong sepedanya keluar gerbang.
Aslan yang merasa curiga memutuskan untuk membuntuti langkah laki-laki itu bersama Olivia, sejenak lupa dengan niatnya untuk menghampiri Natha yang juga perlahan menghilang dari muka gerbang, pikirnya Olivia sedang dalam keadaan bahaya saat ini.
Berderu kendaraan mewah milik laki-laki berparas kan rambut hitam itu melaju pelan mengikuti, sengaja singgah di beberapa tempat yang cukup jauh, tapi masih membuntut dan mampu memantau pergerakan antara Olivia dan sang laki-laki misterius dari dalam mobil.
Aneh laki-laki yang di pantau itu malah berjalan santai sambil bersiul kecil belakang Olivia, rautnya datar tanpa mimik, menenggelamkan kedua lengannya dalam kocek jaket.
Dia mengamati langkah Olivia dari belakang, yang memilih berjalan kaki dan bukannya mengayuh kendaraan roda dua warna merah muda dalam dorongan telapak tangan, tak ada pergerakan lain hingga gadis itu sampai dirumahnya.
Malahan pria yang menggenakan jaket hitam untuk membaluti seragam sekolahnya itu sekedar singgah dan tersenyum kecil di beberapa rumah dari jarak keberadaan rumah Olivia, matanya jelas menelisik posisi Olivia.
Tapi kakinya malah bergerak pergi berlainan arah setelah mengawasi, seakan hanya memastikan jika gadis itu sudah pulang dengan selamat sampai dirumahnya.
Kening Aslan menyatu heran, pasalnya setelah membuntuti Olivia, laki-laki tadi justru kembali ke sekolah.
Terlepas melihat Olivia sampai di rumah dan merasa dia aman di sana, Aslan memberikan niatan untuk mengikuti laki-laki itu selanjutnya.
Batinnya merasakan hal yang ganjal, terutama ketika laki-laki itu justru keluar dengan mengendarai kendaraan roda duanya dari dalam sekolah.
Pria itu merupakan siswa dari Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, dilihat dari tampilan kemungkinan dia juga berasal dari kelas 12, tapi jelas bukan merupakan salah satu siswa yang ada di kelas Aslan.
Hati pria bertinggikan 187 cm itu kalut, bertanya-tanya akan maksud dan tujuan, serta siapakah sosok pria yang membuntuti Olivia tadinya.
Alunan angin di sepanjang jalan menyerbu, mengelilingi laju kendaraan masing-masing antara Aslan dan laki-laki yang dibuntutinya, tampak bibir lelaki yang menunggangi kendaraan motor mengerucut kecil menunggu lampu merah.
Dia terlihat cukup senang dan santai, memulas kembali gas motor saat lampu hijau, mereka melaju atas jalan raya Kota Jakarta menuju ke suatu tempat.
Suara tawa bergema dalam ruangan luas, ketika Aslan memasuki gedung itu sekarang. Di sana gelap gulita tanpa lampu, semakin mencekam saat malam mulai tiba, penuh tumpukan barang-barang bekas yang rusak.
Dinding dan kaca berserakan pecah lengkap tumpukan coretan, lantainya sudah menyatu dengan tanah, apalagi rerumputan yang hampir memakan habis dinding yang ada.
Tapi gelombang suara benda yang saling bertubrukan satu sama lain, menenggelamkan rasa takut Aslan. Dia beralih mencari sumber bunyi, beralaskan cahaya rembulan yang jatuh sesekali melewati lobang dinding yang pecah dan retak.
Sampai kedua penglihatan lelaki itu melebar dengan genggaman tangannya yang mengeras, kala mendapati seseorang yang berada di lantai dalam jejeran pria-pria tersebut setelah tersunjam jatuh.
Nathalah yang Aslan lihat malam itu, dia tergeletak lemah tengah dalam kepungan insan berjenis kelamin laki-laki, pakaiannya compang camping penuh robekan.
Tubuh yang tertelungkup di jambak balik untuk telentang, tak ada darah lagi yang mengisi kepucatan wajah gadis itu selain cairan mata yang sudah mengalir basah tak terkira.
Bahkan gadis itu tak mampu lagi untuk menangis sambil bersuara. Laki-laki di sana puas menertawai Natha, mereka siap untuk menyantap gadis itu satu persatu, dimulai dengan pria bernama Gallien tadi, yang juga tampaknya seorang pimpinan dari mereka.
Hingga di saat suara robekan terdengar bergema dari baju kemeja Natha yang baru di koyak, dentuman benda keras tiba-tiba saja melesat tepat di kepala belakang Gallien.
Menjatuhkan langsung telungkup sang pemilik badan tepat sisi kiri Natha, sekaligus mengejutkan semua insan yang ada di dalam ruangan itu.
Para laki-laki di sana baru menoleh ke asal pelempar, tapi mereka sudah di kejutkan dengan terjangan kaki jenjang seorang pria, yang gesit menghantam mereka membabi buta.
Semua benda yang ada saling terlempar terombang ambing, dijadikan senjata Aslan ketika menghajar, berlawankan preman-preman semua yang mulai mengeluarkan senjata tajam masing-masing.
Natha yang tergeletak sempat termenung tak percaya, cairan bening tumpah di ujung matanya, tampak tangan gadis itu bergetar menggenggam tanah yang sudah basah oleh cairan merah dari pria yang jatuh atas tubuhnya sisi kiri.
Dia menguatkan diri untuk bangkit, manik matanya mendapati seorang pria yang berlawankan dengan belasan preman bersenjata tajam di depan, sepintas beberapa kali di pukuli dengan keroyok.
Bahkan lengan lelaki itu sudah koyak membasahi merah kemeja putihnya akibat pisau yang preman itu gunakan untuk menyerang.
Gubrakkkk!!!
Aslan membelalak kaget, dia menoleh ke sisi belakang, menemukan Natha yang tengah bergetar sehabis memukuli seorang preman di belakang Aslan menggunakan besi.
Pukulan lemas gadis itu sebenarnya tak berarti, dia bahkan hampir menjadi sasaran kembali dari preman yang dipukulinya karena marah.
Tapi ternyata cukup memberi Aslan jeda waktu untuk melawan preman lain, hingga laki-laki itu kembali menyerang preman yang akan menghantam Natha dari garis belakang.
Natha kembali lemas menghantam tanah, setelah orang yang ingin menyakitinya jatuh kesakitan di pukul Aslan.
Beruntung Aslan sigap berjongkok di depan gadis tersebut, menjadikan punggung dirinya sebagai bantalan bagi Natha.
Sekaligus peluang dia untuk membawa kabur sang gadis dari liang gedung, dengan kesadaran Natha yang mulai pudar setengah.
Di bawah remang cahaya bulan, dari gelapnya kawasan luas dan bangunan tua tak terpakai, siluet tubuh pria tampak berlari cepat mengendong seorang gadis di punggungnya.
Keringat dan luka di tubuh pria itu bertebaran, alisnya tajam menggebu nafas, mengeratkan urat lengan yang bermunculan menggenggam ketat tubuh Natha yang lemas di atasnya pundaknya.
Cekatan Aslan memasukan Natha ke dalam mobil mewah yang dapat terbuka tanpa kunci, hanya bermodalkan tubuh sang pemilik yang langsung di kenali lewat DNA atau sidik jari.
Melompat di detik-detik terakhir atas cap depan mobil, demi mencapai cepat sisi pengemudi untuk masuk.
Melesat Aslan segera memutar roda empat kendaraannya, meninggalkan para preman itu di sana, dengan tumbal kaca mobil sisi Natha yang sempat retak di hantam besi dan batu oleh beberapa preman di akhir.
Menyisakan Aslan kini pemandangan tragis sambil mengemudi, melirik Natha di kursi penumpang sebelah kiri.
Kedua genggaman tangan pria itu erat memeluk setir, luka di lengannya bahkan masih menetes, tapi urat-urat kesal tak berhenti bermunculan membawahi rasa amarah Aslan melihat kondisi Natha.
Bagaimana tidak, tubuh gadis itu penuh luka, robekan pakaian yang tidak pantas, besutan goresan di pipi kiri, juga wajah pucat pasi Natha yang lemas setengah sadar.
Tak bisa di bayangkan, perasaan apa yang gadis itu alami saat ini, jika dia bisa mati ketakutan, mungkin gadis itu sudah mati sejak tadi.
Tatapan Natha kosong, kedua lengannya beku menggenggam ujung rok sendiri atas paha, berpenampilan hawa ketakutan yang masih menjalar di jiwa Natha saat itu.
^^^Selasa, 21 Juni 2022 (16.05)^^^
Amarah itulah yang akhirnya melahirkan raga Aslan berada di sebuah tempat, dengan kegunaan untuk melakukan konstruksi atau manufaktur, serta memperbaiki benda layaknya kendaraan.
Kebetulan bertepatan di bengkel khusus mobil, dengan peralatan canggih, dan montir bersertifikat.
Tidak semua kendaraan roda empat bisa masuk ke sana, selain harga yang fantastis, kepastian hasil perbaikan yang ulung, juga kemampuan para montir yang ahli di bidang yang ditekuni.
Atas demikian, Aslan berani memasukan kendaraan mewahnya untuk diperbaiki di sana, bekas kerusakan kaca di malam saat menolong Natha.
Kedua kaki Aslan melangkah pasti, maniknya lurus, pada tontonan seorang pria di balik ujung mobil. Seiring sebutir montir yang bekerja area bawah, untuk membenahi mobil milik Aslan.
Tidak hanya untuk memantau perkembangan perbaikan, sosok pria di depan ternyata menjadi salah satu maksud Aslan mampir ke bengkel di sore ini.
Atas ingatan aktivitas pembuntutan yang menimpa Olivia, juga mencakup perkara tragis yang hampir merenggut nyawa dan kesucian Natha senin malam.
Terlihat Aslan menyeringai tipis dengan gejolak tajam untuk memangkas jarak ke aktivitas obrolan antara pria tertuju dan satu montir di bawah.
Wuusss…
“ Saya bakal bayar berapapun, asal bapak bisa bantu saya buat ngerusakin rem mobil ini. “
Montir di bawah terlihat terusik, dia takut juga ragu untuk menjawab ajuan seorang pria Sekolah Menengah Atas bagian belakang. “ Ti-tidak dek. Saya ngga berani. “ Mencoba berpura-pura kembali sibuk ke pekerjaanya.
Lagi pria yang ternyata bernama lengkap Aldebaron mulai kehabisan kesabaran, sejak tadi dia terus berupaya membujuk.
Tapi si montir lusuh tetap menolak, dan seolah-olah tidak mau. Kesudahannya, menipiskan rasa toleran dari pria tersebut, yang kemudian tertawa renyah.
Menarik paksa kerah baju pak tua tak bersalah untuk mendongak ke posisi belakang agar bisa menatap wajahnya leluasa.
“ Ah 50 juta? Apakah itu kurang pak? “ Baron tersenyum sinis, lalu melepas tubuh pria tua yang bekerja sebagai montir secara kasar, usai memberikan tawaran terakhir.
Lamun masih berusaha menggunakan ekspresinya yang datar dan senyuman palsu sejak pertama. “ Kau hanya perlu merusak rem mobil itu tanpa sepengatahuan pemiliknya. Apakah itu kurang? “
Ada nada pelan yang menusuk saat Baron berbicara mendekat ke telinga si montir.
Montir itu terdiam bercampur takut, sejenak mulai menoleh memperhatikan wajah Baron di sebelah, dia hampir kalap ketika mendengar kata uang.
Tapi berubah seketika saat bola matanya naik mendapat pemandangan kedatangan pria yang montir itu kenali dari ujung belakang.
Bergegas montir dengan pakaian yang setengah kumuh di kenai oli dan alat-alat lain itu kembali berkerja, kikuk melanjutkan kesibukan seakan tidak pernah mendengar apa-apa dari mulut Baron.
“ Ayolah pak, kenapa kau diam. “ Baron kesal di acuhkan, dia belum sadar, bersikukuh membujuk si montir dengan diiming-imingi uang.
“ Bagaimana kalau 500 miliar? “ Aslan yang sedari tadi jelas mendengar percakapan kedua manusia area depan mulai buka suara.
Dia sengaja datang dengan senyap, bermaksud untuk mendengar semua tingkah laku dan percakapan orang yang pernah dia buntuti di sore senin waktu lalu.
Kendati memang mendapatkan apa yang diperkirakan sejak awal. Jika pria bernama panggilan Baron, bukanlah orang yang baik.
Gejolak tubuh pria berjaket kulit hitam warna pekat, persis seperti yang dikenakan waktu sore lalu, berubah sedikit kaget ketika menerima kehadiran suara Aslan.
Tapi dia cepat menutupi reaksi, sempat diam dan menghembus kesal, sebelum akhirnya berdiri membelokkan kepala untuk bertemu muka dengan Aslan si pemilik mobil yang akan di celakai kawasan belakang.
Baron sudah tertangkap basah sekarang.
Mata Aslan bergerak mengamati jaket yang Baron gunakan. “ Cih, bukankah itu terlalu murah? “
Sengaja untuk menjatuhkan harga diri Baron sebagai perbincangan pertama di antara mereka berdua.
Karena kesombongan lelaki itu sebelumnya, yang begitu santai mencoba menyuap seorang montir agar mencelakai nyawa orang lain.
“ Apa lu ngga bisa membuat penawaran yang lebih bagus? “ Senyuman Aslan naik sebelah, melengkungkan sudut bibirnya dengan angkuh.
Baron yang mendengar mengulum kesal mulut sendiri, dia menyodok lidah ke dinding pipi sebelah kanan, matanya tajam membidik Aslan.
Dia juga tidak bisa berkutik atau mengelak setelah tertangkap basah. Seolah ada hawa panas yang bersitegang di antara keduanya.
“ Lalu? Lu bakal laporin gue ke polisi sekarang? “ Nada Baron justru terdengar menantang kembali, dia tidak tergoyah untuk takut, malah balik tersenyum ejek arah Aslan. Dia masih mampu bersantai di hadapan laki-laki tersebut.
Aslan yang mendengar menyeringai, merasa lucu atas sahutan slengean dari Baron. Alih-alih terprovokasi, dia lantas mendekatkan kedua kaki jenjangnya pada posisi tubuh pria berambut hitam agak bergelombang di depan, dan berbisik di dekat telinga.
“ Gue… ngga pengejut, kaya lu yang cuma berani nyerang dari belakang. “ Berbuntutkan dengan senyuman gigi yang sombong.
Seolah tengah menyorotkan mata ke Baron jika Aslan sudah mengetahui semua tindak-tanduk kejahatan laki-laki tersebut.
Seketika senyuman Baron menghilang, matanya naik semakin tajam melirik Aslan, sadar jika orang yang dihadapi sekarang bukan sembarang siswa kaya yang tolol dan mudah dikelabui. Tidak segampang itu untuk di propaganda oleh Baron.
“ Setelah semua kenyataan, hanya ada satu pilihan yang tersisa. Antara gue yang ngelaporin lu ke polisi sesuai permintaan lu tadi, atau lu yang jelasin alasan lu untuk membuntuti Olivia kemarin sore. Gue yakin lu yang juga ngejebak Natha di sore lalu, dan menjadi pelaku pencurian tas miliknya. “
Wajah Aslan tegas berbicara, dia sudah membenarkan jarak dan mulai berbicara serius perihal kejadian sebelumnya. Terlihat yakin dengan dugaannya terhadap Baron.
Baron yang mendengar malah balik tersenyum, rautnya begitu cepat berubah, “ Gue menyukai Olivia. “ Bibirnya santai menukas.
Aslan terperanjat atas kalimat Baron, dia menusuk diam gelimpangan wajah pria yang ada di hadapan.
“ Gue menyukai dia dan akan selalu ngelindungin dia. Termasuk dari orang lain ataupun cewek munafik seperti Natha. “
Alis Aslan sedikit bertaut, dia sukar mencerna kalimat Baron barusan.
“ Ngga ada permasalahan pribadi di antara kita, hanya perebutan Olivia antara lu dan gue. Jadi setidaknya gue harap setelah lu tau, lu bisa bersiap-siap. Lu ngga akan tahu hal apa yang akan gue lakukan untuk mendapatkan hati Olivia. Bahkan dengan menyingkirkan orang-orang di sekitar dia sekalipun. “
Manik Baron runcing, menelisik ke dua pasang mata Aslan di depan. Keduanya terus bertemu mata yang menghunus tajam satu sama lain.
Dia sengaja mengancang laki-laki beriras hidung mancung tersebut.
“ Sekarang giliran gue yang kasi pilihan. “ Baron tersenyum cengegesan, sangat suka bermain-main depan wajah Aslan. “ Lu pilih antara Olivia ataukah… Natha? “
Giginya menyeringai lebar, tertawa puas dengan gejolak gila sendiri. “ Karena… jika lu pilih Natha, maka Olivia akan jadi milik gue. Tapi… kalau lu pilih Natha… “
Baron menjeda kalimatnya, membiarkan beberapa detik lewat di antara mereka berdua. “ Gue bakal habisin Natha. “
Aslan naik pitam, dia menarik kerah baju Baron. Melayangkan satu pukulan ke wajah laki-laki tersebut.
“ Ngga ada pilihan di antara mereka berdua! Kenapa gua harus memilih! Gue ngga akan ikutin kemauan sialan lu itu! “
Montir di bawah sigap menahan tubuh Aslan, agar tidak membabi buta menyerang Baron. Terlihat jika pertikaian di antara keduanya sudah tidak bisa lagi di bendung.
Baron yang tersentak ke bawah menyeka suduh bibirnya, terlihat cairan merah sudah berkeluaran dari sela itu. Dia bedecih kesal atas luka yang diterima.
“ Ck, lu harus memilih! Lu ngga tau jika Natha adalah orang yang berbahaya buat Olivia! Dia hanya menjadi ancaman buat Olivia. Sekalipun lu ngga bertindak, maka tetap gue yang akan ngelakuinnya! Gue ngga akan buat orang yang gue sukai terluka! “
Gelora Aslan membeludak, jiwanya sudah naik pitam, dia enggan mendengar ocehan tidak jelas lagi dari laki-laki di depan. Akhirnya menyebabkan perkelahian di antara keduanya tidak terbendung.
Sigap montir yang ada memanggil orang-orang terdekat untuk melerai, dia tahu bentrok antar dua pria Sekolah Menengah Atas tersebut tidak akan berlangsung kecil, mereka cepat datang dan memisahkan kedua insan yang sudah saling memukuli satu sama lain.
Juga mengusir Baron untuk pergi, agar pertikaian tak semakin terjadi di sana. Menyisakan Aslan dengan amarah yang begitu dalam, juga Baron dalam tatapan tajam yang mendendam.
Wuss….
Aneh setelah Baron keluar angin berhembus depan bengkel, dia sadar juga kaget, melihat cairan merah keluar dari hidung kanannya.
Baron menggeleng heran untuk sepintas waktu, merasa aneh dengan keberadaan tubuhnya depan muka gedung sekarang, lalu memilih pergi sambil menyeka darah di sudut hidung dan bibir kanan.
...~Bersambung~...
✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA
✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA
ILMU BAGI AKU