Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.
Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.
“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Toko Mainan Mematikan dan Pesta Belanja
Jalanan di depan gedung apartemen sudah berubah menjadi lautan monster. Ada anjing berkepala tiga yang terbuat dari aspal cair, dan drone tempur yang menembakkan laser merah.
"Kita tidak bisa lari lewat jalan raya!" teriak Ray sambil meninju seekor anjing aspal yang melompat ke arahnya. "Terlalu banyak!"
Hana melihat ke sekeliling. Matanya yang bersinar biru memindai struktur bangunan di sekitarnya. Dia melihat sebuah jembatan penyeberangan yang runtuh setengah di dekat lantai 2 sebuah pusat perbelanjaan hobi bernama "Pixel Planet".
"Ke atas!" seru Hana. "Aku akan menyambungkan jembatannya!"
Ujang, yang masih memegang pintu mobil penyok sebagai tameng, mengangguk. "Kau dengar wanita itu. Ayo bergerak!"
Mereka bertiga berlari menaiki kap mobil-mobil yang macet, melompat ke atap sebuah truk boks, dan mencapai sisa jembatan penyeberangan itu.
Di depan mereka, ada jurang selebar lima meter yang memisahkan jembatan dengan gedung Pixel Planet.
Hana mengulurkan tangannya. "Sambung!"
Partikel cahaya biru keluar dari jari-jarinya. Udara kosong di depan mereka memadat, membentuk jembatan kaca transparan yang berkilauan.
"Lari! Ini hanya bertahan 10 detik!" peringat Hana.
Mereka berlari melintasi jembatan kaca itu. Di bawah kaki mereka, monster-monster melolong dan mencoba melompat, tapi gagal. Begitu kaki Ujang (orang terakhir) menyentuh lantai gedung Pixel Planet, jembatan kaca itu pecah berkeping-keping menjadi debu cahaya.
Mereka mendobrak masuk ke dalam gedung melalui jendela kaca besar.
PYAR!
Mereka mendarat di lantai keramik yang dingin. Ray, Hana, dan Ujang terengah-engah. Mereka berada di dalam sebuah toko mainan dan hobi yang sangat besar. Rak-rak penuh dengan action figure, replika pedang anime, senapan mainan, dan kostum cosplay.
Suasana di dalam sini hening dan gelap, hanya diterangi oleh lampu darurat yang berkedip.
"Tempat apa ini?" tanya Ujang, waspada. Dia membuang pintu mobilnya yang sudah hancur. "Aku butuh senjata sungguhan, bukan boneka plastik."
Ray berjalan mendekati sebuah etalase kaca yang memajang replika sarung tangan robot raksasa. Tiba-tiba, panel sistem muncul di depan matanya.
[ZONA GLITCH TERDETEKSI: PIXEL PLANET.]
[Efek Lingkungan: "Imagination Manifestation".]
[Penjelasan: Semua replika dan mainan di zona ini memiliki fungsi sesuai deskripsi kemasannya.]
Mata Ray membelalak. "Ujang, jangan remehkan boneka plastik. Lihat ini."
Ray memecahkan kaca etalase dan mengambil "Thunder Gauntlets - Edisi Terbatas". Sarung tangan itu terbuat dari plastik keras berwarna kuning dan hitam. Namun saat Ray memakainya, sarung tangan itu berbunyi humming dan menyesuaikan ukuran dengan tangannya secara otomatis.
Plastik mainan itu berubah menjadi logam komposit berat. Listrik statis menyambar-nyambar di jari-jarinya.
[Item Didapat: Thunder Gauntlets (Rare).]
[Attack: 150 + Efek Stun.]
[Deskripsi: Mainan anak-anak yang kini bisa menghancurkan beton.]
"Wow," gumam Ray. Dia meninju udara. BOOM! Suara ledakan sonik kecil terdengar.
Ujang menyeringai lebar, seringaian yang mengerikan. Dia berjalan ke bagian Military Hobby. Di sana terpajang replika Minigun M134 yang biasanya dipakai untuk airsoft gun atau pajangan.
Ujang mengangkat senjata berat itu. "Beratnya terasa nyata."
Dia menarik pelatuknya. Barel berputar. BRRRRT! Bukan peluru plastik yang keluar, tapi peluru energi kuning yang menghancurkan rak Gundam di seberang ruangan menjadi debu.
"Hahaha! Aku suka tempat ini!" tawa Ujang menggelegar. "Ini Disneyland untuk pembunuh!"
Hana berjalan ragu-ragu di lorong kostum. Dia masih memegang tongkat baseball besinya yang setia. "Apa aku juga harus ganti senjata?"
Ray menghampirinya. "Tongkat itu bagus, tapi kau butuh perlindungan, Hana. Kau Arsitek kami. Kalau kau jatuh, kami tidak punya jalan keluar."
Ray mengambil sebuah jubah putih dengan aksen emas dari rak Cosplay Fantasy.
"Pakai ini," kata Ray. "Di labelnya tertulis 'Jubah Penyihir Agung: Menahan Serangan Sihir dan Fisik'."
Hana memakainya. Seketika, jubah kain poliester murahan itu bersinar dan berubah menjadi kain sutra magis yang kokoh. Hana merasa tubuhnya lebih ringan dan sakit kepalanya akibat pemakaian Mana berkurang drastis.
[Item Didapat: Robe of The Architect (Uncommon).]
[Efek: Mana Regen +50%.]
"Sekarang kita terlihat seperti tim yang aneh," komentar Hana, melihat penampilan mereka: Seorang petarung dengan tangan robot, seorang tentara bayaran dengan minigun mainan, dan seorang arsitek berjubah penyihir.
"Tim aneh yang berbahaya," koreksi Ray.
Namun, momen belanja mereka terganggu.
Lantai gedung bergetar. Bukan dari luar, tapi dari dalam gudang penyimpanan di belakang toko.
Suara plastik bergesekan dan meleleh terdengar menyakitkan telinga. Kreeek... Squelch...
Dari pintu gudang, muncullah sesuatu yang mengerikan.
Ribuan action figure kecil, boneka, dan sisa-sisa plastik yang meleleh telah menyatu. Membentuk sebuah monster setinggi 4 meter. Wajahnya adalah campuran dari kepala boneka bayi, helm robot, dan wajah monster karet yang meleleh.
[BOSS AREA: PLASTIC ABOMINATION (Level 30)]
[Kelemahan: Api & Panas Tinggi.]
"Mainannya marah karena kita tidak bayar!" seru Ray.
Monster Plastik itu meraung—suaranya seperti ribuan mainan berdecit bersamaan. Ia mengayunkan tinjunya yang terbuat dari kumpulan mobil-mobilan diecast ke arah Ujang.
"Makan ini, rongsokan!" Ujang memutar Minigun-nya. BRRRRT!
Peluru energi menghantam tubuh monster itu, merontokkan beberapa bagian mainan. Tapi monster itu segera meregenerasi dirinya dengan menarik mainan lain dari rak di sekitarnya.
"Dia menyembuhkan diri!" teriak Ujang. "Peluruku tidak cukup cepat!"
Monster itu membalas dengan menembakkan rudal-rudal mainan dari bahunya. WUSH WUSH!
"Hana! Tembok!" perintah Ray.
Hana mengangkat tangannya. "Bangkit!"
Lantai keramik toko terangkat, membentuk dinding pelindung di depan mereka. Rudal mainan itu meledak—ledakan api sungguhan yang menghanguskan dinding buatan Hana.
"Panas!" Ray teringat kelemahan monster itu. "Dia lemah terhadap panas! Tapi kita tidak punya penyembur api!"
Hana melihat sekeliling. Matanya menangkap sesuatu di bagian Science Kit. "Ray-ssi! Di sana! Bagian eksperimen kimia! Ada alkohol murni dan bahan bakar roket mainan!"
"Ujang, lindungi Hana! Aku akan mengambilnya!"
Ray berlari keluar dari perlindungan, meluncur di bawah kaki Monster Plastik. Monster itu mencoba menginjaknya, tapi Ray meninju telapak kakinya dengan Thunder Gauntlet.
ZAP!
Listrik membuat monster itu kaku sesaat.
Ray sampai di rak Science Kit. Dia menyapu semua botol alkohol dan kaleng bahan bakar ke dalam sebuah tas belanja.
"Sekarang apa?!" teriak Ray sambil berlari kembali.
"Lemparkan ke dalam tubuhnya!" seru Hana. "Aku akan memampatkannya!"
Ray mengambil ancang-ancang. Dia menggunakan kekuatan penuh Thunder Gauntlet-nya untuk melempar tas berisi bahan bakar itu.
"Tangkap ini, jelek!"
Tas itu melayang di udara, masuk tepat ke dalam rongga dada Monster Plastik yang terbuka dan penuh lelehan.
"Hana, sekarang!"
Hana mengatupkan kedua tangannya.
[Skill: Compress (Kompresi Ruang)]
Ruang di dalam dada monster itu menyusut drastis. Tekanan meningkat. Botol-botol bahan bakar itu pecah dan bergesekan.
"Ujang! Nyalakan apinya!" perintah Ray.
Ujang menyeringai. "Dengan senang hati."
Dia membidik dada monster itu dan menembakkan satu peluru energi yang terkonsentrasi.
DOR!
Peluru menembus dada monster, memicu bahan bakar yang sudah terkompresi.
KA-BOOM!
Ledakan dahsyat terjadi di dalam tubuh Monster Plastik. Api biru dan oranye menyembur keluar dari setiap celah tubuhnya. Plastik-plastik itu meleleh seketika, kehilangan bentuknya, dan jatuh ke lantai sebagai genangan cairan panas yang mendesis.
Monster Level 30 itu tumbang, menjadi tumpukan sampah plastik yang terbakar.
[Boss Dikalahkan!]
[Level Up! Party Member mendapat XP.]
[Ray Level 5 | Hana Level 2 | Ujang Level 26]
Mereka bertiga berdiri di tengah toko yang setengah hancur dan terbakar, napas terengah-engah, dikelilingi bau plastik gosong.
"Oke," kata Ray, menepuk debu dari sarung tangan barunya. "Itu... cukup seru."
Ujang menendang kepala boneka bayi yang menggelinding ke kakinya. "Lumayan untuk pemanasan. Tapi kita harus pergi. Asap ini akan memancing lebih banyak monster."
Hana berjalan ke jendela yang menghadap ke belakang gedung.
"Ray-ssi, lihat."
Ray dan Ujang mendekat. Di kejauhan, di arah stasiun kereta bawah tanah, ada cahaya hijau yang berkedip-kedip dengan pola SOS.
"Itu kode sandi lama," kata Ujang, matanya menyipit. "Itu sandi 'Safe House' milik jaringan bawah tanah. Sepertinya ada orang lain yang bertahan di sana."
"Bunker stasiun," kata Ray. "Itu tujuan kita selanjutnya."
Ray menatap Hana dan Ujang. Mereka kini bersenjata, terlatih (sedikit), dan siap.
"Ayo kita kejar kereta terakhir."