Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Amira mendengar penuturan suaminya dengan perasaan campur aduk. Dia yang bukan siapa-siapa, perempuan miskin, yatim piatu di cintai oleh seorang pria seperti Andika. Walau bukan dari keluarga kaya, tapi Andika sangatlah tampan juga berpendidikan.
"Sekali lagi maafkan Mira."
"Sudah Mas maafkan...kata Ibu kamu kerja di ladang jagung Bu lek Tati ya dek?" Tanya Andika memastikan kalau ucapan Ibunya benar.
"Iya Mas..maaf Mira kerja nggak bilang-bilang Mas."
Andika yang di seberang sana, membuang napas berat. Dia menyadari belum bisa memberi nafkah yang layak untuk anak istrinya.
"Mas minta maaf, belaum bisa mencukupi kebutuhan kamu dan Alif..Insya Allah kalau Mas udah gajian, Mas akan kirim uang gaji Mas buat kamu. Dan Mas minta kamu berhenti bekerja. Urus Alif sama Ibu saja."
Amira diam. Tidak menanggapi. Dia berpikir keras ucapan suaminya. Dia tidak mungkin berhenti mencari uang sendiri. Dia juga belaum tahu sebesar apa gaji suaminya yang dia terima nanti.
"Dek..kamu dengarkan apa yang Mas omongin barusan?"
Suara bertanya dari suaminya, membuat Amira terkesiap.
"Ehh..iya Mas, Mira dengar kok."
"Mas.." panggil Amira ragu-ragu. Rasa gugup memenuhi dadanya.
"Ada apa?"
"Gini Mas..boleh Mira tanya, berapa gaji Mas sebulan di perusahaan...maaf ya Mas, bukan Mira mau ikut campur dengan gaji Mas, Mira cuma..."
"Nggak papa dek..kamu juga berhak tau pendapatan Mas sebulan dari perusahaan..maaf ya Mas belum sempat kasih tau kamu jabatan Mas di kantor dan gaji yang di terima Mas sebulan." Andika menjeda ucapannya.
"Mas di tempatkan di divisi pemasaran, karena Mas masih dalam masa percobaan tiga bulan, gaji yang Mas terima sebulan enam juta, itu sudah gaji bersih. Nanti Mas kirim kamu empat juta. Dua jutanya untuk Mas pegang ya..untuk bayar kost, uang makan sama transfortasi, selama sebulan. Di kasi Ibu dikit untuk Ibu pegang, selain kamu, Ibu juga tanggung jawab Mas. Terserah kamu mau kasih Ibu berapa. Tapi kalau Mas, kasih Ibu lima ratus saja. Kamu kan sudah belanja untuk kebutuhan Ibu yang lain. Jadi uang segitu sudah cukup buat Ibu pegang selama sebulan. Jadi sisa uangnya kamu atur saja. Mas tau mungkin uang segitu tidak cukup untuk sebulan. Tapi Mas yakin, kamu istri yang pintar ngatur uang."
Andika kembali menjeda ucapannya. Dia tahu kalau Amira masih mendengar suaranya. Lalu dia kembali melanjutkan ucapannya.
"Maaf ya dek..baru segitu nafkah dari Mas buat kamu. Insya Allah, Mas akan lebih keras lagi bekerja, agar kehidupan kita ke depannya lebih baik lagi."
"Aamiin..Alhamdulillah, itu juga udah lebih dari cukup kok Mas. Makasih ya, Mira akan mengatur nafkah dari Mas dengan baik. Ya udah..Mira tutup ya, udah malam, Mas harus istirahat, besok kan kerja. Ingat ya Mas, sesibuk apapun, jangan sampai lupa sholat, jangan sampai lupa makan, jaga kesehatan, satu lagi, jaga hati, Mira cinta sama Mas."
Andika cuma tertawa mendengar ucapan panjang dari bibir istrinya.
"Iya sayang..Mas juga cinta sama kamu dan Alif..jaga hatinya juga buat Mas..
Kedua pasangan yang sedang di mabuk kata cinta itu, mengakhirinya obrolan mereka, setelah memberi salam perpisahan.
................
.
Matahari belum lagi menampakkan cahayanya, tapi Amira sudah siap dengan masakannya. Selesai sholat subuh, dia sudah berperang dengan alat-alat masak di dapur. Dua wadah kotak makan plastik, beisikan makan siang untuk dirinya dan Alif, sudah dia pisahkan dan di simpan di dalam kantong kresek hitam, beserta dengan sebotol air putih. Di atas meja makan, sudah tersaji sarapan, sekaligus makan siang untuk Ibu mertuanya. Setelah memastikan semuanya tidak ada yang terlewatkan, Amira bergegas menuju kamar tidurnya. Saat melewati pintu kamar Ibu mertuanya, pintu itu masih tertutup rapat. Amira tidak berniat membangunkannya. Dia lewati begitu saja.
Senyumnya mengembang, saat pintu kamarnya dibuka. Di atas ranjang, putra tercintanya masih terlelap. Amira melangkah ke arah tempat tidur. Di sisi tempat tidur, dia berdiri menatap putranya.
"Nyenyak sekali tidurnya sayang."
Amira menghembuskan napasnya pelan. Amira tidak tega membangunkan anaknya. Untuk mengisi waktu senggangnya, Amira meraih HP nya, yang di taruh nya di atas meja kecil, yang berfusi sebagai tempat, bedak dan lipstiknya, yang jarang dia pakai. Dia hanya sekedar memastikan kalau suaminya mengirimnya pesan padanya. Hp kecil jadul itu, dinyalakan. Tidak ada pesan masuk dari no suaminya. Amira kembali meletakan benda itu, di tempat semula.
Dia berbalik menatap anaknya.
"Alif sayang, anak Ibu yang ganteng, yang sholeh, yang pintar, bangun yuk, udah siang nih, Ibu mau berangkat ke ladang. Alif mau ikut nggak, main sama Mas Rendi dan Mbak Rini seperti kemarin." Amira membujuk anaknya untuk bangun.
Alif menggeliat merasa geli, sebab perutnya di gelitik oleh Ibunya.
"Ibu." Sahut nya dengan suara serek.
"Bangun yuk sayang, udah siang tuh..masak anak sholeh kalahnya sama matahari. Bangun ya..Ibu mau ke ladang."
Amira kembali membujuk Alif. Setelah melewati drama sebentar, akhirnya Alif mau juga bangun. Amira segera memandikan putranya.
"Hari ini Alif main lagi ya di rumah Mas Rendi sama Mbak Rini."
"Iya."
"Tapi ingat, jadi anak yang pintar ya?"
"Iya."
Sambil menuntun tangan putranya, Amira keluar dari dalam kamar, menuju dapur. Yang ternya sudah ada Ibu mertuanya, sedang duduk manis di kursi meja makan.
"Kamu mau ke ladang lagi?"Tanya Bu Susi seperti biasa, ketus.
"Iya Bu."Jawab Amira singkat.
"Bawa anakmu Ibu tidak mau jaga."
"Iya."
Amira mengangkat anaknya duduk di kursi meja makan. Tidak menghiraukan tatapan tak suka Ibu mertuanya. Amira tidak mengerti dengan sikap Ibu mertuanya. Selain tidak suka padanya, Ibu mertuanya juga tidak suka pada cucunya. Ibu mertuanya itu cuma bersikap baik pada cucunya kalau ada Andika di rumah.
"Kita sarapan dulu ya nak, setelah itu baru kita pergi."
Amira mengambil sepiring nasi putih beserta lauknya dengan porsi lebih banyak. Untuk menghemat waktu, dia akan menyuapi anaknya sekaligus dengan dirinya.
"Bu, aku sudah masak untuk sarapan sekalian makan siang untuk Ibu, nanti makan malamnya, aku masak setelah pulang dari ladang."Kata Amira pada Ibu mertuanya. Dia sudah belajar dari masalah kemarin. Makanan di simpan untuk makan malam mereka, dimakan habis sama Ibu mertuanya. Kali ini tidak lagi. Dia lebih memilih memasak makan malam kembali, biar badannya capek semua. Masalahnya simpanan uangnya belanjanya makin menipis. Upah kerja di ladang jagung Bu lek Tati, akan di bayar setelah jagungnya selesai di panen. Mereka belum tahu kapan selesai panen. Pasalnya ladang jagung milik Bu lek Tati, sangat luas. Amira sendiri tidak tahu berapa hektar ladang itu. Dia juga tidak pernah bertanya.
Bu Susi hanya melirik Amira sekilas dengan ekor matanya. Amira bisa mendengar dengusan dari mulut Ibu mertuanya. Tapi dia tidak ambil pusing. Yang dia inginkan sekarang ini, menghabiskan sarapan, lalu kelaur dari rumah ini secepatnya.
Bersambung........
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya