Laura Charita tidak tau kalo laki laki mabok yang akan melecehkannya adalah bos di tempat dia baru diterima kerja.
Laura bahkan senpat memukul aset laki laki itu walau agak meleset dan menghantamkan vas bunga ke kepalanya hingga dia pingsan.
Ini cerita Erland Alexander, ya, anak dari Rihana dan Alexander Monoarfa. Juga ada cucu cucu Airlangga Wisesa lainnya
Semoga suka....♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marah
Erland seperti biasa datang lebih awal tiga puluh menit. Sudah banyak juga stafnya yang datang. Kepala kepala divisi menyambutnya dengan menunduk hormat ketika Erland keluar dari dalam lift.
Lantai paling atas memang diperuntukkan untuk pimpinan.
Secara iseng dia menatap ruang sekretarisnya, mendekat dan membuka pintunya.
Kosong.
Hemm.... Ternyata dia ngga sebagus pujian maminya, dengusnya membatin.
Begitu memasuki ruangannya dia tersenyum lega. Tidak ada perubahan apa pun. Si kembar Nathalia dan Adelia tau, mereka ngga merubah apa pun di sini.
Dia pun membuka laptopnya dan mulai dengan aktivitasnya yang sudah beberapa hari dia tinggalkan.
Denyutan kepalanya pun sudah berkurang. Maminya akan mengutus seorang perawat nanti siang untuk mengganti perbannya.
Dia pun sudah tenggelam dalam aktivitasnya sampai terdengar suara ketukan dan ngga lama kemudian terdengar pintu yang terbuka.
Sekretarisnya. Erland mengacuhkannya sampai kemudian sekretarisnya mendekat atas perintahnya
DEG
Parfum lembut ini tersampaikan ke penciumannya. Dia mengenalnya
Mata elangnya menyambar tatapan sekretarisnya yang mencuri lirik padanya.
Damn it!
Perempuan kurang ajar itu!
Erland menyeringai.
Ternyata kamu yang datang sendiri.
Sekretarisnya buru buru memundurkan tubuhnya dan kini berdiri sambil menunduk.
Erland tersenyum miring melihat bahunya yang bergetar.
Erland memperhatikan dengan seksama. Kacamata dan rambut yang dicepol asal. Kemeja dan rok yang sangat sopan. Juga sapuan make up yang tipis.
Erland tau, dandanan perempuan ini sangat disukai Nathalia. Jauh berbeda dari dandanannya waktu di club.
Dres sepaha dengan tali spageti berleher rendah, lipstik yang merah menyala. Rambut panjang yang dibuat ikal bergelombang.
Sangat menawan dan seksi.
Gilanya lagi dirinya masih terus saja mengingatnya sampai kini. Juga wangi lembut parfumnya.
Sekarang perempuan itu berdiri takut di depannya.
Kenapa ngga lari lagi seperti malam itu, decihnya dalam hati meremehkan.
Erland pun bangkit dari kursinya dan berjalan perlahan mendekatinya.
Ketika tepat berada di balik punggungnya, Erland pun mengatakan hal yang sangat ingin dia katakan jika ketemu pelakunya.
Gadis itu ngga menyahut. Iseng Erland menarik cepolan itu hingga rambut panjang bergelombangnya terurai indah.
Perempuan itu agak tersentak. Walau masih tetap membisu
Erland berjalan ke depannya. Menyandarkan bokongnya di ujung meja dan kembali menatap perempuan itu yang kini malah membiarkannya saja rambutnya yang kini menutupi wajahnya. Persis yang terlihat di rekaman cctv.
"Namamu Laura Charita?" Erland mengeja nametagnya karena dia memang ngga tau siapa nama sekretaris pengganti Jacinta.
"Ya." Suara Laura sangat perlahan. Dia seperti tercekik.
"Angkat wajahmu. Kenapa kamu diam saja. Bukannya malam itu kamu sangat berani?" tantang Erland santai.
Laura yang masih menata keterkejutannya mencoba memberanikan diri mengangkat wajahnya. Dia menyibakkan rambutnya dan menyelipkannya di balik kedua telinganya.
Cantik, batin Erland memuji tanpa sadar.
Erland menunggu perempuan yang sedang dicarinya dan ternyata jadi sekretarisnya, melanjutkan ucapannya.
Beberapa menit dia menunggu tapi gadis itu masih membisu.
"Baiklah. Kamu rupanya lebih suka diinterogasi polisi," ancam Erland santai.
"Ja jangan," seru Laura panik. Dia ngga takut dengan polisi. Yang dia takutkan membuat mamanya sedih dan jadi bulan bulanan cercaan tantenya.
Erland mengambil ponselnya dan pura pura akan menelpon.
"Sa saya mengaku salah. Sa saya minta maaf. Saya akan melakukan apa pun asal jangan libatkan polisi,' serunya lagi, sedikit mengeraskan suaranya.
Tatap matanya nanar pada laki laki mesum yang menatapnya seolah meremehkan. Seperti tatapan tantenya pada dia dan mamanya.
Hati Erland agak berdesir juga mendapati luka yang awalnya ngga terlihat kini terpampang nyata di dalam sinar mata itu. Tapi dia mengeraskan tekatnya. Ngga akan tersentuh dengan segala iba.
"Kesalahan kamu, pertama, kamu sudah menendang hal yang seharusnya ngga boleh kamu sentuh. Yang kedua kamu memukul saya hingga pingsan. Yang ketiga kamu membiarkan saya dalam kondisi begitu tanpa berniat membawa saya ke rumah sakit. Artinya saya bisa saja sudah mati sekarang. Dan yang keempat." Erland menjeda ucapannya. Baru kali ini dia berbicara sepanjang itu dengan seorang perempuan yang ngga dia kenal. Bahkan dengan sepupunya saja, dia ngga pernah lakukan.
Kalimat kalimat yang keluar dari mulutnya adalah sumber uang yang biasa dia perdengarkan di forum forum penting seperti meeting atau pada saat mengikuti tender tender ratusan milyar. Bahkan Trilyunan.
Luara menutup mulutnya mendengar rincian kesalahannya yang dipaparkan laki laki itu. Memang dia akui semuanya benar, tapi apa laki laki mesum ini pura pura ngga ingat alasannya?
Dia amnesia? decih Laura membatin dengan perasaan dongkol yang amat sangat.
"Yang ke empat."
Suara Erland membuat Laura memfokuskan kembali perhatiannya.
"Kamu ngga mengaku. Padahal kalo kamu minta maaf, mungkin akan saya pertimbangkan."
Erland tau perempuan muda di depannya sedang menyimpan amarah yang besar. Terlihat dari nafasnya yang tampak tersengal.
"Itu semua karena anda. Jika anda ngga sembarangan menarik tangan saya, semua itu pasti ngga akan terjadi," balas Laura berani. Laki laki mesum ini harus diingatkan. Dia melakukan semua itu untuk membela diri.
Kini yang ada di dalam hatinya hanyalah bongkahan besar penyesalan, kenapa harus memilih Merapi Steels, bukan perusahaan yang satunya lagi.
Tapi nasi sudah jadi bubur.
"Bukannya waktu itu aku mengatakan akan bertanggungjawab," sergah Erland ngga terima disalahkan. Karena obat itulah yang salah. Malam itu dia hampir mati menahan ga irah.
"Mana bisa percaya begitu saja dengan ucapan orang mabok. Malam itu mungkin saja anda mengatakannya, tapi besoknya anda pasti sudah lupa. Lagi pula anda bisa membayar perempuan yang memang kerjanya seperti itu. Tapi itu bukan saya." Laura memberondong Erland dengan kalimat kalimat yang penuh dengan emosi. Dia harus memberi ketegasan, kalo laki laki mesum ini yang sudah salah target.
"Tapi penampilanmu sama saja dengan mereka."
Laura mengangkat tangannya bermaksud menampar keras Erland. Tapi laki laki mesum ini sudah siap mengantisipasinya.
"Lepaskan!" Laura tambah emosi saat Erland menggenggam tangannya setelah tadi sukses menangkis tamparannya.
Dia trauma. Teringat yang laki laki itu lakukan padanya pada malam itu.
Erland menegakkan tubuhnya, tangannya masih menggenggam jemari Laura yang hampir saja membuat cap di pipinya.
Jarak mereka kian dekat.
"I'm quit! Aku berhenti!" teriak Laura di depan wajah Erland. Ketakutannya yang membuatnya jadi berani. Tapi dia memang harus membela harga dirinya.
"Ngga semudah itu. Tapi terserah lah. Kamu harus membayar apa yang sudah kamu lakukan." Erland melepaskan genggamannya dan melangkah acuh meninggalkan perempuan itu yang menurutnya makin marah makin terlihat cantiknya.
Erland sedang menahan diri saat ini dari panggilan bibir merah yang setengah terbuka dan sedang bergetar dalam jarak beberapa centi saja tadi di depannya.
Laura tambah panik. Dia takut jika laki laki mesum yang ternyata bosnya ini jadi meneruskan niatnya. Bayangan kesedihan mamanya membayang jelas di matanya.
Laura ngga mau melihat wanita yang sangat dia cintai itu meneteskan air mata lagi.
pengin liat Maura yg bakal speneng ternyata Erland lebih memilih Laura sang sepupu yg ga di sukai Maura karna irihatinya Maura ke Laura & kesepupu yg lainnya
Alby pasti udh mikir Fathir dan Alisha macam2 Nih
DinDut Itu Pacarku Mampir
maura makin mereog...😂😂😂 gk sabar nunggu detik2 maura serangan jantung. bisa2 maura dinikahi irvin buat tanggung jawab.