Mengandung Benih Kakak Ipar

Aya terdiam, karena apa yang dikatakan oleh Wisnu memang benar, tukang ojek itu memang ingin berbuat jahat kepadanya, beruntung Wisnu segera datang dan menyelamatkannya.

"Sekarang kamu lihat! Kalau sudah seperti ini, siapa yang akan disalahkan? Anna pasti marah dan menyalahkan aku, karena aku tidak menjaga adiknya dengan baik. Lain kali, kamu harus nurut dan tidak boleh membantah!" ucap Wisnu dengan tegas.

"Iya iya, aku tahu! Sekarang aku mohon turunkan aku! Tidak usah lebay dengan menggendongku segala. Aku masih bisa berjalan sendiri!" sahut Aya ketus. Sayangnya, Wisnu tidak mau mendengar perkataan adik iparnya, pria itu terus membawa Aya sampai akhirnya mereka tiba di depan mobil.

"Kamu dengar aku nggak sih, Mas? Turunkan aku!" Suara Aya terdengar begitu memaksa untuk diturunkan.

"Udahlah, diam kenapa sih! Aku cuma mau menolongmu!" sahut Wisnu tegas.

Setelah itu, Wisnu segera membuka pintu mobil lalu memasukkan Aya dengan hati-hati. Gadis itu tampak duduk di kursi depan. Aya masih merasakan lututnya begitu perih dan sakit.

"Aww ssshh!" Aya mendesis kesakitan.

"Masih sakit?" tanya Wisnu yang ikut panik, ia membantu membenarkan posisi kaki sang adik ipar.

"Udah tahu sakit, malah nanya!" sahut gadis itu yang selalu bersikap ketus terhadap Wisnu. Ia tidak mau memberikan kesempatan kepada Wisnu untuk nyaman kepada dirinya.

"Jangan galak-galak! Kamu nggak cocok ngomong galak! Kamu tidak seperti dulu lagi, Aya! Dulu kamu selalu ramah dan baik kepadaku. Kamu pun suka bercanda denganku. Tapi sekarang kamu sangat berubah!" ucap Wisnu yang saat itu masih berdiri di samping tempat duduk Aya di kursi depan setelah membantu Aya membenarkan posisi kakinya.

Aya tidak mau menatap wajah kakak iparnya, gadis itu selalu berbicara tanpa menatap Wisnu yang selalu berusaha untuk mengejarnya.

"Tidak akan ada lagi Aya seperti dulu! Udahlah, jangan tanyakan itu lagi! Aku mau pulang!" sahut Aya tanpa panjang lebar. Wisnu menghela napas berat, tentunya pria itu mengerti kenapa adik iparnya berkata seperti itu. Tentu saja itu karena ulahnya yang sudah merenggut kehormatan sang adik ipar secara paksa.

"Iya, aku minta maaf atas kejadian malam itu ...," suara Wisnu terdengar sangat tercekat.

"Aku mohon! Jangan bicarakan tentang itu lagi! Bukankan aku sudah katakan. Kita tidak usah membicarakan tentang masalah kita. Aku sangat muak mendengarnya!" balas Aya dengan sinis.

"Hufft! Oke, aku tidak akan membicarakannya lagi. Sekarang, aku antar kamu ke rumah sakit. Lukamu harus diobati!" ucap Wisnu sebelum pria itu menutup pintu mobil.

Aya masih bergeming, gadis itu berharap dirinya bisa menjaga jarak dari kakak iparnya, demi menjaga perasaan sang kakak. Hari itu juga, Wisnu tidak langsung berangkat ke kantor, pria itu mengantarkan adik iparnya dulu ke rumah sakit terdekat untuk mengobati luka di kaki Aya.

Selama dalam perjalanan, Aya tidak bicara sedikitpun. Ia hanya menatap ke samping jendela, bahkan untuk menoleh sedikit saja ke arah sang kakak ipar, ia tidak mau melakukannya.

Suasana pun menjadi hening, Wisnu juga tidak berucap apapun. Keduanya saling diam sampai akhirnya Wisnu mendapatkan telepon dari salah seorang temannya.

Iya, Wisnu sedang ditelepon oleh salah satu temannya yang bernama Boy, yang saat itu hadir dalam pesta pernikahan Wisnu dan Anna semalam.

"Halo, Boy!" sapa Wisnu dengan suara beratnya.

"Halo Pak Wisnu, gimana-gimana nih pengantin baru kita! Eh mantap nggak semalam? Pasti mantep dong!" balas Boy di balik telepon sambil tertawa.

"Apanya yang mantap! Jangan ngelawak kamu, Boy!" sahut Wisnu yang secara tidak langsung sudah tahu apa maksud perkataan Boy.

"Siapa yang ngelawak sih! Kita cuma mau bantu kamu untuk semakin bergairah, Bro! Nggak banyak kok kita ngasihnya, ya cuma sejumput doang. Tapi cukup bikin otak kamu sedikit gila! Tapi enak, kan! Pasti Anna sangat menyukainya!" Boy tertawa, pria itu menyangka jika setelah memberikan obat perangsang pada minuman Wisnu. Maka, Wisnu akan melampiaskannya kepada sang istri. Tapi nyatanya, justru adik iparnya yang harus kena getahnya.

"Sialan kalian! Ini bukan lelucon yang pantas kalian tertawakan! Gara-gara kalian aku harus ... harus ...!" Wisnu tidak melanjutkan kata-katanya karena ia takut jika Aya mendengarnya.

"Harus apa, Bro? Ya harus dikeluarkan dong hawa panasnya, tapi enak, kan!!" sambung Boy yang masih menertawakan Wisnu.

"Diam kamu! Aku tidak suka lelucon ini!" sahut Wisnu yang terlihat marah.

"Loh, kok kamu marah sih, Bro! Kita kan cuma bercanda!"

"Bercanda kalian sudah sangat kelewatan!" kalimat terakhir Wisnu sebelum ia menutup teleponnya dengan segera.

Aya merasa jika kakak iparnya terdengar sedang marah pada seseorang. Benar saja, Wisnu melempar ponselnya ke atas dashboard mobil seolah-olah pria itu sangat murka. Spontan, Aya menoleh dan melihat wajah Wisnu yang memang terlihat kesal. Wajahnya terlihat merah padam tidak seperti biasanya.

"Mas Wisnu marah? Dia marah sama siapa? Aku belum pernah lihat dia semarah ini?" batin Aya penasaran. Seumur hidup baru kali ini gadis itu melihat kemarahan pada wajah kakak iparnya.

BERSAMBUNG