NovelToon NovelToon
Kamboja

Kamboja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Rinarient 2

Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 Berbohong jadi rejeki

Gendis keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk yang sudah tipis dan robek di beberapa bagiannya.

Dia langsung menuju ke lemari plastik. Mencari pembalut yang dia pikir masih ada meski sehelai.

"Mana pembalutku, ya?" gumam Gendis sambil membolak balikan pakaian yang sudah dilipat rapi.

Berkali-kali dia membolak-balik, namun tak kunjung ketemu.

"Aduh, abis apa ya? Kenapa aku enggak ingat sih?"

Gendis merasa kesal sendiri. Sementara sekarang dia sangat membutuhkannya.

"Ly! Lily!" teriak Gendis.

Namun tak ada sahutan dari Lily.

"Kemana anak itu?"

Gendis menoleh dan mencari keberadaan gadis kecilnya.

"Aduh, gimana ini? Udah keluar lagi!"

Gendis berlari kembali ke kamar mandi.

Dan benar saja, handuk lusuhnya sudah berlumur darah.

"Ya ampun, kenapa keluar lagi? Banyak pula," gumam Gendis dengan perasaan sedih.

Dia pun kembali membasuh bagian bawahnya dan mengucek handuk yang berlumuran darah.

"Bu! Ibu masih di kamar mandi?" teriak Lily. Dia sudah kembali dari warung.

"Aw!"

Lily hampir saja terjatuh terpeleset cairan darah Gendis yang berceceran.

"Darah ibu," gumam Lily.

"Masih, Ly. Ibu bisa minta tolong?" pinta Gendis.

"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Lily.

"Mintakan pembalut di warung depan. Bilang Ibu yang nyuruh. Nanti kalau Ibu udah dapat uang, Ibu bayar," sahut Gendis.

Glek!

Lily menelan ludahnya.

Sedih rasanya mendengar ibunya tak memiliki uang sekedar untuk membeli pembalut.

"Lily udah beli, Bu. Ini."

Lily menyodorkan pembalut yang biasa digunakan Gendis.

"Oh, iya. Makasih, Ly," ucap Gendis.

Setelah memberikan pembalut itu, Lily mengambil kain gombal bekas baju yang digunakan untuk keset.

Dia bersihkan ceceran darah ibunya sampai bersih.

Bau anyir darah seakan sudah tak mengganggu penciuman Lily lagi. Saking seringnya dia membaui.

"Ly, tolong ambilkan celana dalam sama handuk lagi," pinta Gendis.

"Iya, Bu."

Lily bergegas mengambilkan di lemari.

Celana dalam ibu saja sudah pada kendur semua. Kasihan sekali ibu. Batin Lily dengan sedih.

"Ini, Bu."

Lily kembali menyodorkan dari balik pintu kamar mandi yang sudah reyot.

Tak lama Gendis keluar dengan balutan handuk seperti tadi. Tapi kali ini bagian bawahnya sudah aman.

"Kamu uang dari mana buat beli pembalut Ibu?" tanya Gendis. Karena dia merasa tak memberi uang lebih tadi pagi.

Hanya uang lima ribu perak terakhir yang dimilikinya, buat transport Lily ke sekolah.

"Tadi pagi kan Ibu kasih uang ke Lily," jawab Lily.

"Bukannya itu buat bayar angkot?" tanya Gendis.

"Em...tadi kebetulan Lily ketemu teman sekolah. Lalu ditawari naik mobilnya," jawab Lily berbohong.

Sebab Gendis akan marah kalau tahu Lily berjalan kaki ke sekolah. Dia tak mau anaknya kecapekan dan tidak fokus belajarnya.

Apalagi semalam Lily membantu menyelesaikan pekerjaannya.

"Naik mobil temanmu?" tanya Gendis tak percaya.

Lily mengangguk pelan sambil pura-pura sibuk mengelap lantai dengan kain gombal.

Boro-boro temannya menawari naik mobil, menyapa Lily pun tak ada yang mau.

Mereka terlalu angkuh dan menganggap Lily adalah makhluk yang sangat menjijikan.

Seandainya bisa memilih, Lily kepingin pindah sekolah. Meski sekolah murahan tak apa. Yang penting bisa memanusiakan Lily.

Tapi apa daya. Membayar tunggakan SPP saja tak mampu, apalagi untuk mencari sekolah baru.

"Terus pulangnya masih nebeng juga?" tanya Gendis lagi.

Lily kembali mengangguk.

Ah, dua kali aku membohongi Ibu. Maafkan Lily, Bu. Batin Lily.

Sebenarnya Gendis tak begitu saja percaya. Tapi dia juga tak yakin anaknya berbohong.

"Bu. Besok kita ke Puskesmas, ya? Ibu kan pendarahan lagi," ucap Lily dengan cemas.

"Liat besok, Ly," sahut Gendis.

"Kenapa harus liat besok? Bukannya sekarang saja darah Ibu keluar terus?" tanya Lily.

Gendis tak menjawab. Dia pura-pura sibuk mencari baju salin.

Dalam hati Gendis berpikir, darimana dia mendapatkan uang buat membayar? Meski cuma lima ribu perak. Belum lagi ke sana mesti naik angkot.

"Ibu enggak punya uang?" tanya Lily perlahan.

Gendis menoleh.

Dengan sendu, ditatapnya gadis kecil yang terpaksa merasakan kesusahannya.

Gendis menghela nafasnya, lalu segera mengenakan pakaian.

"Ibu kenapa enggak kasbon dulu ke tempat Ibu bekerja? Bilang aja buat berobat. Masa mereka enggak mau ngasih," usul Lily.

"Iya, nanti Ibu coba, ya," sahut Gendis berusaha menenangkan perasaan Lily.

Lily mengangguk.

Lily pun ikut berpikir, bagaimana caranya dia mencari uang untuk membayar biaya ibunya berobat.

"Bu. Lily bantu menyetrika, ya? Biar bisa selesai, lalu nanti diantar. Biar Ibu bisa minta kasbon," ucap Lily.

"Biar Ibu saja, Ly. Kamu kan capek baru pulang sekolah," sahut Gendis.

"Enggak apa-apa, Bu. Lily masih kuat kok. Tadi kan udah makan di rumah bu Slamet," ucap Lily kekeh.

Lalu tanpa menunggu persetujuan ibunya lagi, Lily menyiapkan pakaian yang akan disetrikanya.

"Ibu istirahat aja. Nanti kalau udah selesai, kita antar bersama," ucap Lily.

"Tapi kalau kamu capek, bilang Ibu, ya. Biar Ibu gantikan," ucap Gendis tak tega kalau Lily kecapekan.

"Iya, Bu. Tenang aja," sahut Lily meyakinkan.

Gendis yang memang masih merasakan sakit di perutnya, langsung merebahkan diri.

"Kuenya enggak diabisin, Bu?" tanya Lily.

Lily melirik kue yang masih ada beberapa di kantong plastik.

"Buat nanti lagi aja. Kamu juga nanti kan lapar lagi," jawab Gendis.

Begitulah Gendis yang selalu lebih memikirkan anaknya daripada dirinya sendiri.

Lily hanya bisa menghela nafas. Mau didebat kayak apapun, ibunya tetap tak akan mau menghabiskan.

Tak lama, Gendis pun terlelap.

Lily pun asik dengan pekerjaannya. Dia berusaha rileks agar tak merasa terbebani dengan pekerjaan itu.

Setelah hampir satu jam, selesailah pekerjaan Lily.

"Assalamualaikum!"

Ada yang mengucap salam sambil mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam," sahut Lily dan beranjak.

"Oh, Bu Wati. Ada apa?" tanya Lily.

"Ibu kamu mana?" tanya orang yang bernama Wati itu.

"Ibu lagi tidur. Ada perlu sama ibu?" tanya Lily dengan sopan.

Wajah Wati terlihat sedikit kecewa.

"Saya mau ambil baju yang kemarin," jawab Wati.

"Oh. Sudah selesai, Bu. Sebentar saya ambilkan."

Lily kembali ke dalam dan memasukan baju-baju yang baru saja selesai disetrikanya.

"Ini kan, Bu?"

Lily memperlihatkan baju-baju yang sudah dia masukan ke tas.

"Iya, betul," jawab Wati langsung sumringah.

"Masih hangat. Baru selesai disetrika?" tanya Wati.

Lily mengangguk.

"Katanya ibumu lagi tidur?" tanya Wati lagi.

"Saya yang mengerjakannya, Bu," jawab Lily.

"Kamu?"

Lily mengangguk.

"Masih kecil udah bisa menyetrika baju. Hebat kamu," puji Wati.

"Ibu yang mengajari. Biar saya bisa membantu kalau ibu lagi...sakit," sahut Lily dengan suara melemah.

"Ibu kamu sakit?" tanya Wati dengan prihatin.

Lily mengangguk.

"Sakit apa?" Wati makin prihatin.

Aduh, aku mesti menjawab apa ya? Ibu kan melarangku memberitahu orang tentang penyakitnya.

"Mm..masuk angin! Iya, masuk angin!" jawab Lily terpaksa berbohong.

"Oh, paling kecapekan. Kalau begitu, ini saya bayar ongkosnya. Sisanya ambil saja buat beli obat ibumu."

Wati memberikan uang lebih pada Lily.

Lily yang tak tahu berapa yang harus dibayar oleh Wati, kebingungan sendiri.

"Sama ini, tip buat kamu yang udah menyetrika."

Wati pun memberikan tambahan untuk Lily.

Lily makin kebingungan.

"Udah, terima. Semoga ibumu sehat lagi, ya. Saya pulang dulu."

Wati pun segera pergi karena dia memang lagi membutuhkan salah satu dari baju-bajunya itu.

"Terima kasih, Bu," seru Lily.

Tak disangka, kalau berbohongnya tadi malah jadi rejeki untuk mereka.

1
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu. 5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Rina Rient: Siap..Terima kasih like-nya 🙏
total 1 replies
Fatta ...
lanjut Thor..,
Rina Rient: Siap..tunggu episode-episode selanjutnya, ya 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut thor
Rina Rient: Siap..tunggu yaa 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up thor
Anto D Cotto
menarik
Rina Rient: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Rina Rient: Terima kasih 🤗
total 1 replies
Irsalina Lina
kapan ep ke 2 nya di tanyangkan thoor?......, GK sabar ni mau baca. soalnya cerita nya bagus dan menarik
Rina Rient: Sabar ya..step by step 😊
total 1 replies
Mamimi Samejima
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
Rina Rient
terima kasih🥰.. tunggu episode2 selanjutnya ya 🙏
Jing Mingzhu5290
Saya merasa terinspirasi oleh perjuangan tokoh-tokoh dalam cerita.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!