NovelToon NovelToon
Tawanan Hati Sang Presdir

Tawanan Hati Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Office Romance
Popularitas:14.6k
Nilai: 5
Nama Author: Marthin Liem

Cindy, seorang karyawan yang tiga kali membuat kesalahan fatal di mata Jason, bosnya, sampai ia dipecat secara tidak hormat. Namun, malam itu, nasib buruk menghampiri ketika ia dijebak oleh saudara sepupunya sendiri di sebuah club dan dijual kepada seorang mucikari. Beruntung, Jason muncul tepat waktu untuk menyelamatkan. Namun, itu hanya awal dari petualangan yang lebih menegangkan.
Cindy kini menjadi tawanan pria yang telah membayarnya dengan harga yang sangat tinggi, tanpa ia tahu siapa sosok di balik image seorang pengusaha sukes dan terkenal itu.
Jason memiliki sisi gelap yang membuat semua orang tunduk padanya, siapa ia sebenarnya?
Bagaimana nasib Cindy saat berada di tangan Jason?
penasaran?
ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hurt

Jason merasakan detak jantungnya semakin cepat. Serangan-serangan yang datang dari berbagai arah membuatnya terombang-ambing, harus waspada dan mengandalkan insting serta kekuatan fisik yang terbatas. Ia dapat menghalau satu atau dua lawan dengan relatif mudah, tetapi melawan Akira dan anak buahnya yang terampil membutuhkan lebih dari itu.

Setiap serangan yang ia terima membuatnya semakin terpojok. Tanpa senjata tajam atau senjata api apapun, Jason hanya bisa mengandalkan kemampuan bela diri dan refleksnya yang cepat. Ia berusaha memusatkan perhatiannya, tetapi dengan serangan-serangan yang terus menerus membuat konsentrasi yang ia miliki mulai terpecah.

Saat tenaganya mulai menipis, suara tembakan memecah keheningan. Jason merasa lega, di satu sisi ia harus bersikap waspada. Petugas polisi telah tiba dan menghentikan pertikaian tersebut. Mereka mengarahkan senjata kepada Jason, Akira, dan anak buahnya. Meskipun demikian, para petugas tidak segera menangkap kedua orang tersebut, melainkan memberi peringatan keras.

Mereka mengangkat tangan dengan hati-hati, di satu sisi Jason menyadari bahwa pertempuran ini bisa saja berakhir dengan konsekuensi yang lebih buruk jika polisi tidak datang tepat pada waktunya.

"Berjanjilah untuk tidak membuat kerusuhan di tempat umum!" tegur salah satu petugas polisi dengan tegas kepada Jason dan Akira.

Polisi tahu, kedua pria ini bukanlah orang biasa; mereka memiliki koneksi yang dapat melindungi mereka dari konsekuensi hukum yang serius.

Manajer tempat tersebut tiba-tiba muncul di tengah-tengah situasi yang tegang. Dengan berani, pria berjas abu-abu itu bertanya, "Maaf, tapi siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan ini?"

Jason maju, memperlihatkan sikap rendah hati dan tanggung jawab yang selalu diprioritaskan di atas segalanya, berbeda dengan Akira yang hanya diam saja dengan lagak angkuh.

"Saya yang akan bertanggung jawab. Katakan berapa kerugian yang harus saya bayar?" tanya Jason dengan lantang, menunjukkan ketegasan dalam bertanggung jawab atas perbuatannya.

Manajer tersebut berbicara setelah salah satu karyawannya memberikan informasi terkait kerugian yang telah terjadi. "Hmm... sekitar 2 miliar rupiah," ujarnya, mencoba menilai semua kerugian yang telah terjadi.

Jason mengangguk tegas, kemudian dengan cepat melakukan transfer uang tersebut melalui perangkat ponsel pintarnya. Setelah semua urusan selesai, Jason bangkit berdiri di hadapan semua orang yang hadir.

"Dengan tulus, saya meminta maaf atas kerusuhan yang telah terjadi di tempat ini," ucapnya dengan suara yang tenang namun penuh dengan kesungguhan.

Sementara itu, Akira masih diam, namun senyum mengejek terukir jelas di wajahnya. Tatapan matanya mengisyaratkan bahwa urusan mereka belum selesai. Meskipun demikian, Jason tidak terpengaruh. Ia tidak gentar pada ancaman pria berkebangsaan Jepang itu, yang diyakini sebagai anggota Yakuza meskipun memiliki profesi resmi sebagai seorang pengusaha.

Polisi dan anggotanya tetap waspada, memastikan tidak ada pertikaian susulan setelah Jason dan Akira membubarkan diri menuju kendaraan masing-masing. Jason, walaupun terluka di lengan dan wajah, tetap tegar dan tidak mengeluarkan suara kesakitan.

Sementara itu, kedua sahabatnya sudah pulang lebih awal. Mereka tidak ingin terlibat dalam kekacauan, sehingga mereka memilih untuk pergi sebelum suasana semakin memanas.

Ketika sedang mengemudi pulang, lengan kanan Jason secara refleks menyambar ponsel yang di simpan di saku jaketnya. Ia melihat beberapa pesan dari Johan dan Willy, serta beberapa panggilan tak terjawab dari keduanya. Jason bisa merasakan kecemasan dari pesan-pesan tersebut.

Agar tidak membuat teman-temannya khawatir, Jason segera membalas pesan singkat kepada Johan dan Willy, memberi tahu mereka bahwa ia selamat dan dalam keadaan baik-baik saja.

Sesaat setelah itu, Jason tiba di kediamannya. Waktu menunjukkan pukul 8 malam, dan suasana malam yang tenang menyambutnya. Jason memasukkan mobilnya ke garasi dan berjalan menuju pintu depan.

Cindy melihat Jason terduduk lemah di sofa. Dengan ragu, ia turun menggunakan tangga untuk mencapainya.

"Sayang, apa yang terjadi denganmu?" tanya Cindy, wajahnya terlihat polos dan penuh perhatian, menggunakan panggilan baru untuk Jason.

Pria itu memandangnya dengan senyuman lemah.

"Kemarilah!" ia melambaikan tangannya, mengisyaratkan Cindy untuk mendekat.

"Duduklah!" lanjut Jason, menepuk sofa di sebelahnya. Gadis itu mengangguk dan duduk di sebelah Jason.

"Kenapa belum dijawab? Kamu kenapa bisa luka-luka seperti ini?" tanya Cindy dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Kamu tidak perlu tahu," jawab Jason, merasa ini adalah urusan pribadinya sebagai seorang pria. Cindy mengangguk, meski rasa ingin tahu masih menggelitik pikirannya.

"Tunggu sebentar, biarkan saya mengobati lukamu," kata Cindy tanpa menunggu persetujuan dari Jason. Ia beranjak untuk mengambil peralatan medis yang tersedia.

Sebentar kemudian, Cindy kembali dengan membawa mangkuk berisi air hangat, sapu tangan kering, dan kotak P3K yang tersedia. Ia duduk kembali di samping Jason, siap untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan.

Cindy membasahi sapu tangan dengan air hangat dari mangkuk kecil yang ia bawa. Dengan hati-hati, ia menyeka luka di lengan dan pipi kiri Jason.

"Maaf ya kalau terasa perih," ucap Cindy dengan penuh perhatian, matanya fokus pada luka yang sedang diobatinya. Jason mengangguk dengan senyum tipis.

"Saya tidak merasakan perih sama sekali," jawab Jason sambil memandangi wajah Cindy yang begitu manis malam ini.

Setelah selesai membersihkan luka, Cindy membuka kotak P3K. Ia agak kebingungan mencari obat yang dibutuhkan karena botol-botol kecil itu berlabel dengan aksara kanji yang tidak dia mengerti.

"Obat merah yang mana?" tanya Cindy, sambil menunjuk-nunjuk beberapa botol di dalam kotak tersebut.

"Yang ini," jawab Jason sambil menunjukkan botol obat yang tepat.

"Tulisan ini dibacanya apa?" tanya Cindy, menunjuk pada aksara kanji yang tertera di label kemasan.

"Hóngyào wèi wài shāng," jawab Jason sambil mengeja. "Artinya obat merah untuk luka luar," lanjutnya dengan mantap.

Cindy mengangguk, mengerti penjelasan dari Jason. "Oh, begitu," ucapnya sambil mencerna informasi tersebut.

Jason memperhatikan Cindy dengan seksama. Ia merasa terkesan dengan penampilan gadis itu yang sudah terlihat cantik.

"Niat sekali kamu untuk menemui pria berengsek itu," godanya, membuat wajah Cindy sedikit tertekuk.

"Hmm..." Cindy tidak bisa berkata-kata, merasa sedikit tersinggung dengan komentar Jason.

Meskipun ada rasa cemburu di hati Jason, ia sudah berjanji untuk mengantar Cindy menemui Alvian setelah gadis itu selesai merawat luka-lukanya.

"Ayo!" ajak Jason sambil bangkit dari duduknya, menarik lengan Cindy.

"Kemana?" tanya gadis itu bingung, merasa Jason masih lemah untuk bergerak.

"Untuk menemui pacar sialanmu itu!" jawab Jason dengan sedikit emosi.

"Tapi-" Cindy mencoba untuk menjelaskan.

"Udah, ayo cepat!" potong Jason, merasa perlu untuk segera melaksanakan janji mereka, meskipun ia merasa sulit untuk mengendalikan emosinya.

Keduanya melangkah menuju garasi, di mana Jason segera mengeluarkan salah satu mobil mewahnya.

"Sayang, biar saya saja yang mengemudi," pinta Cindy dengan yakin. Jason mengangkat satu alisnya.

"Memangnya kamu bisa?" terlihat keraguan di wajah Jason. Gadis itu mengangguk mantap.

"Tentu saja, sebelum bekerja di perusahaanmu, saya pernah menjadi sopir mobil box sayuran," jawab Cindy, mencoba meyakinkan Jason.

Wajah Cindy yang polos membuat pria itu berada di antara percaya dan tidak percaya.

"Benar begitu?" tanya Jason, ingin memastikan.

"Ya, saya tidak pernah berbohong," jawab Cindy tegas.

Jason mengangguk, akhirnya membiarkan Cindy duduk di kursi kemudi.

"Awas, kalau sampai menabrak, saya akan menghukummu malam ini!" gertak Jason, mencoba menggoda gadis tersebut.

Cindy segera memutar kunci dan menjalankan kendaraan roda empat itu keluar dari halaman Mansion. Jason, yang duduk di kursi sebelahnya, masih tampak tegang, tidak yakin apakah Cindy bisa mengemudi dengan lancar. Namun, dugaannya salah. Gadis itu mampu melewati berbagai medan dan menyalip kendaraan lain tanpa kendala.

"Wah, ternyata kamu hebat juga," puji Jason, terkesan dengan kemampuannya. Cindy hanya mengangguk dan sesekali melirik ke arah Jason, memberikan senyuman manis yang membuat pria itu semakin yakin bahwa ia telah membuat pilihan yang tepat.

Tak butuh waktu lama, Cindy tiba di tempat tujuan, sebuah area bengkel tempat tinggal Alvian. Sesaat kemudian, terdengar gemuruh petir menyambar, menandakan bahwa malam itu akan turun hujan.

"Saya keluar sebentar ya," pamit Cindy sambil membuka seatbelt, terlihat kekhawatiran di wajah Jason.

"Saya akan mengawasi kamu, jangan macam-macam!" ancam Jason, gadis itu hanya mengangguk paham.

"Ya, kamu tenang saja, saya tidak akan kabur. Saya hanya ingin menemui Alvian untuk yang terakhir kalinya," ucapnya dengan kedua mata yang bergetar, membuat Jason merasa tak tega jika menolak permintaannya.

"Oke, cepatlah!" seru Jason, memberikan lampu hijau untuk Cindy. Ia memperhatikan Cindy dengan cemas saat gadis itu keluar dari mobil dan melangkah menuju bengkel.

Terluka, Cindy melihat kekasih hatinya, Alvian, tengah bercanda mesra dengan seorang wanita di gazebo depan rumah. Mereka tertawa bahagia, tanpa menyadari kehadiran Cindy yang terpaku di tempat.

Dada Cindy terasa sesak, kakinya seakan lemas. Pria yang selama ini ia anggap istimewa, ternyata dengan tega mengkhianatinya.

Hujan turun dengan lebat, membasahi tubuh Cindy yang berdiri mematung, menyaksikan kemesraan Alvian dan wanita itu.

"Alvian!" teriaknya di tengah rintik hujan yang deras. Alvian dan wanita itu pun menoleh.

"Cindy, ngapain kamu kemari, hah?" tanya Alvian tanpa rasa bersalah. Wanita di sebelahnya tampak bergelayut manja, seakan sedang memanas-manasi hati Cindy.

"Tega kamu, Al!" tunjuk Cindy sambil sesegukan, tidak peduli meskipun air hujan membuat tubuhnya menggigil kedinginan.

"Sudahlah, sebaiknya kamu pergi. Aku dan Melisa akan menikah sebentar lagi. Hubungan kita sudah berakhir, sebaiknya kamu lupakan aku!" cerocos Alvian dengan tegas, mematahkan hati Cindy. Gadis itu hanya bisa menggeleng, sulit untuk kembali berkata-kata.

Jason tiba, membentangkan payung dari arah belakang, dan berusaha menenangkan Cindy. "Sudah, ayo kita kembali ke mobil," ajaknya sambil membimbing langkah gadis malang tersebut.

Jason berusaha memberikan dukungan pada Cindy, meskipun dia tahu bahwa hatinya sedang hancur.

Gadis itu sesegukan sejadi-jadinya, terluka oleh kata-kata Alvian yang begitu menusuk hati. Jason hanya bisa tertegun, merasa ingin memberikan pelajaran telak pada pria tersebut. Namun, dia berpikir dua kali, menyadari bahwa Alvian bukanlah lawan yang sebanding dengannya. Alvian ibarat debu-debu halus yang hanya bisa disingkirkan dengan sekali tiupan.

"Tidak usah berlebihan seperti ini. Ayo masuk ke dalam mobil!" titah Jason, membuka pintu mobil saat Cindy masih terpaku pada tempatnya.

Gadis itu mengangguk dan mengikuti instruksi Jason dengan langkah lemah, masuk ke dalam mobil. Kali ini, Jason yang memegang kemudi saat mereka menuju pulang.

Di dalam mobil, suasana hening. Hanya suara hujan yang mengguyur bumi dan sesekali suara sesegukan Cindy yang terdengar.

Jason mencoba memberikan sedikit kehangatan dengan menghidupkan pemanas mobil, tetapi kehangatan itu tidak mampu meredakan luka dan kesedihan yang dirasakan Cindy saat ini.

Jason meraih beberapa lembar tisu untuk menyeka air mata gadis itu yang bercampur dengan air hujan.

"Kamu ini terlalu lemah dan bodoh!" ujarnya dengan ketegasan, namun terdengar belas kasihan di balik kata-katanya. Cindy menggigil, tidak hanya karena dingin, tetapi juga karena luka yang begitu dalam.

Jason refleks mendekap tubuh gadis malang tersebut, memberikan kehangatan yang sangat dibutuhkan. Pakaian Jason pun sedikit kebasahan akibat menempel dengan badan Cindy yang basah kuyup oleh hujan.

Kedua mata Cindy terpejam dalam dekapan hangat Jason, meresapi setiap getaran di dalam hatinya. Meski kata-kata Jason keras, Cindy bisa merasakan kebaikan dan kehangatan di baliknya.

Jason mencoba memberikan dukungan pada Cindy, meskipun tahu bahwa luka yang ia rasakan tidak akan sembuh dalam sekejap mata.

...

Bersambung...

1
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
Kim Jong Unch: Makasih ya kak
total 1 replies
Arista Itaacep22
lanjut thor
Kim Jong Unch
Semangat
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
Arista Itaacep22
seru thor cerita ny, tapi sayang baru sedikit sudah habis aja
Kim Jong Unch: Makasih, sudah mampir kak. ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!