NovelToon NovelToon
Indigo : Mereka Yang Tak Terlihat

Indigo : Mereka Yang Tak Terlihat

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:10.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kirei39

Saga, Kira Dan Luna adalah tiga bersaudara yang bisa melihat hantu. satu persatu arwah datang untuk meminta pertolongan. Kematian kedua orang tua yang misteriuspun masih menjadi misteri Dan mereka berusaha mengungkapkan siapa dalang di balik pembunuhan kedua orang tuanya. Dapatkah Saga, Kira Dan Luna mengungkap siapa dalang do balik pembunuhan Itu Dan dapatkan mereka menyelesaikan semua maslah para arwah gentayangan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirei39, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebohongan

Kebohongan

Bab 2

Luna memasuki toilet umum yang sepi. Langkahnya tergesa-gesa, mengejar waktu istirahat yang singkat. Saat ia membuka pintu salah satu bilik dan menguncinya, terdengar suara pintu bilik sebelah juga terbuka. Seseorang telah masuk dan mengunci pintu bilik di sebelahnya.

Luna mencoba mengabaikan kehadiran orang tersebut, fokus pada apa yang harus ia lakukan. Namun, ada rasa penasaran yang menggelayuti pikirannya, bertanya-tanya siapa yang mungkin berada di sana, hanya dipisahkan oleh dinding tipis kamar mandi.

Luna segera menyelesaikan urusannya dan membuka pintu biliknya. Saat ia melangkah keluar, suara rintihan lemah terdengar dari bilik sebelah.

“Tolong… tolong,” suara itu memecah kesunyian.

Luna berhenti, jantungnya berdebar kencang. Sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.

Dia mendekatkan telinganya ke dinding pembatas, mencoba mendengarkan lebih jelas. Rintihan itu semakin keras, disertai suara sesak napas.

Luna merasa harus bertindak. Dengan ragu, ia mengetuk pintu bilik sebelah.

“Halo? Apakah Anda baik-baik saja?” Tidak ada jawaban, hanya suara rintihan yang semakin memilukan.

Tiba-tiba, dari bawah pintu bilik sebelah, menetes cairan merah gelap. Darah!

Luna menelan ludah, ketakutan. Ini lebih serius daripada yang ia kira. Tanpa membuang waktu, ia berlari keluar dari toilet, mencari bantuan.

“Ada yang terluka!” teriaknya sepanjang koridor, berharap ada orang yang mendengar dan datang.

Luna berlari menemui Pak Hendra, penjaga sekolah yang kebetulan lewat di koridor.

“Pak, tolong, di toilet ada yang terluka!” serunya dengan napas terengah-engah.

Pak Hendra, yang terkejut dengan kepanikan Luna, mengikuti gadis itu kembali ke toilet.

Sesampainya di sana, mereka berdua memeriksa setiap bilik, tetapi tidak menemukan siapa pun. Tidak ada tanda-tanda orang terluka, tidak ada darah, hanya kesunyian yang menyelimuti ruangan itu. Pak Hendra menatap Luna dengan bingung.

“Tapi tadi saya dengar ada yang minta tolong, dan ada darah…” kata Luna, suaranya gemetar.

Pak Hendra mengusap punggung Luna, mencoba menenangkannya.

“Mungkin kamu hanya lelah atau stres, Luna. Ayo, kita keluar dari sini,” katanya dengan lembut.

Luna masih bingung dan sedikit takut, tapi dia mengangguk dan mengikuti Pak Hendra keluar dari toilet, meninggalkan misteri yang belum terpecahkan di balik pintu-pintu bilik yang tertutup rapat.

Luna kembali ke kelas dengan hati yang masih berdebar. Ia mencoba mengumpulkan pikirannya, berusaha melupakan kejadian aneh di toilet. Namun, saat ia melangkah masuk, pandangannya tertumbuk pada sosok yang tidak dikenal.

Di bangku paling belakang, duduk seorang siswi dengan seragam yang tidak seperti siswa lainnya. Seragamnya berbeda dari seragam sekolah mereka.

Rambutnya panjang dan acak-acakan, menutupi sebagian wajahnya yang pucat. Mata siswi itu terlihat kosong, menatap lurus ke depan, seolah-olah melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.

Siswa lain tampak tidak menyadari keberadaan gadis itu, sibuk dengan obrolan mereka sendiri. Luna merasa ngeri, bulu kuduknya berdiri. Ada sesuatu yang sangat tidak wajar tentang siswi itu.

Luna mengulurkan tangan, ingin menyentuh bahu siswi itu, tetapi tiba-tiba bel berbunyi, memecah kesunyian. Siswi misterius itu lenyap tanpa jejak, seolah-olah tidak pernah ada di sana.

Luna berdiri di sana, bingung dan takut, sementara siswa lain mulai duduk dan guru memasuki kelas. Apakah itu hanya imajinasinya? Atau ada sesuatu yang lebih?

Ketika kegaduhan kelas mereda, Luna duduk termenung, pikirannya melayang kembali ke sosok misterius yang baru saja ia lihat.

Tiba-tiba, sebuah ingatan menyambar pikirannya. Seragam yang dikenakan siswi aneh itu… seragam itu sama persis dengan yang dikenakan oleh seorang siswi yang tragis mengakhiri hidupnya tadi pagi.

Luna merasa nafasnya tercekat. Tidak mungkin, pikirnya. Itu hanya kebetulan. Tapi semakin ia memikirkannya, semakin banyak kejadian aneh yang mulai terhubung dalam benaknya. Toilet yang tiba-tiba kosong, rintihan misterius, darah yang menghilang, dan sekarang, penampakan siswi dengan yang bunuh diri tadi pagi.

Mereka berdua melangkah perlahan menyeberangi jembatan penyeberangan. Sinar matahari sore yang hangat tidak mampu mengusir dingin yang merayap di hati Luna. Ryu, yang berjalan di sampingnya, tampaknya tidak menyadari pergolakan emosi yang dialami Luna.

“Kau kenapa, Luna? kau terlihat murung,” tanya Ryu dengan nada khawatir.

Luna menarik napas dalam-dalam, mencoba menstabilkan suaranya.

“Aku… aku tidak tahu, Ryu. Aku merasa sedih, tapi aku tidak bisa menjelaskan mengapa,” jawabnya, suaranya bergetar.

Ryu menghentikan langkahnya dan menatap Luna.

“Mungkin karena kejadian hari ini? Semua itu pasti sangat mengejutkan dan mengganggu pikiranmu.”

Luna mengangguk, matanya berkaca-kaca.

“Iya, mungkin. Tapi ini lebih dari itu. Ada rasa sedih yang sangat dalam, seolah-olah aku kehilangan sesuatu yang berharga, tapi aku tidak tahu apa itu.”

Ryu merangkul bahu Luna, memberikan dukungan.

“Apapun itu, kamu tidak sendirian. Aku di sini untukmu,” katanya lembut.

Mereka melanjutkan perjalanan, meninggalkan jembatan penyebrangan. Di balik kesedihan yang dirasakan Luna, ada kehangatan yang diberikan Ryu, memberinya kekuatan untuk menghadapi semuanya.

Di lapangan olahraga yang biasanya ramai, kini hanya ada tiga siswi yang berdiri di tengah keheningan.

****

Angin sore berhembus lembut, membawa daun-daun kering berterbangan di sekitar mereka. Siswi-siswi itu adalah teman dari korban yang baru saja mengakhiri hidupnya, dan mereka datang ke sini untuk mencari ketenangan.

Namun, ketenangan yang mereka cari tidak kunjung datang. Sebaliknya, gangguan aneh mulai terjadi. Suara langkah kaki yang tidak terlihat mendekat, bisikan yang tidak bisa dimengerti, dan bayangan yang bergerak di pinggir pandangan mata mereka. Semua ini membuat bulu kuduk mereka berdiri.

Salah satu dari mereka, mia, mencoba berteriak,

“Siapa di sana?” tapi hanya gema jawabannya yang terdengar.

Siswi berambut sebahu, meraih tangan temannya, mencari dukungan.

Siswi ketiga, Ara, mengambil ponselnya, berharap bisa merekam kejadian ini, tetapi layarnya hanya menampilkan gambar statis.

Mereka bertiga saling pandang, mata mereka penuh ketakutan. Apakah ini hanya ulah beberapa siswa iseng, atau sesuatu yang lebih misterius? Mereka tidak tahu, tapi satu hal yang pasti, mereka tidak ingin berlama-lama di sana.

Dengan langkah cepat, mereka meninggalkan lapangan olahraga, meninggalkan gangguan itu di belakang, berharap tidak akan mengalami lagi kejadian tersebut.

Mereka bertiga duduk di sudut kantin, terpisah dari keramaian. Suasana hati mereka tampak berbeda dari siswa lain yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

“Kamu lihat beritanya tidak? Orang-orang sudah mulai berbicara,” kata Mia dengan nada datar, seolah-olah membicarakan cuaca.

Sara mengangguk, seraya menyeruput minumannya.

“Ya, dan aku rasa itu hanya akan membuat kita terkenal,” sahutnya, senyum sinis tergambar di wajahnya.

Ara tertawa kecil. “Terkenal karena alasan yang salah, tapi siapa peduli? Semua orang akan lupa dalam beberapa minggu.”

Rina memiringkan kepalanya, memandang kedua temannya. “Yang penting kita tetap bersama, kan? Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Mereka bertukar pandang, sebuah persetujuan diam terjalin di antara mereka. Mereka tahu apa yang telah mereka lakukan, dan tampaknya, mereka tidak merasa perlu untuk menyesalinya. Dalam dunia mereka, yang terpenting adalah menjaga citra dan kesatuan di antara mereka, bahkan jika itu berarti mengabaikan konsekuensi dari perbuatan mereka.

Ketika langit mulai menggelap dan bayangan senja menyelimuti kantin, obrolan ketiga siswi itu berubah. Mia, yang biasanya paling berani, mulai merasakan dingin yang tidak biasa menyusup ke tulangnya.

“Kalian… kalian tidak merasa ada yang aneh?” bisiknya, matanya melirik ke sekeliling.

Sara dan Ara saling pandang, rasa takut mulai terpancar dari wajah mereka.

“Aku… aku merasa seperti ada yang mengawasi kita,” kata Sari dengan suara gemetar.

Ara, yang selama ini mencoba bersikap tenang, tidak bisa lagi menyembunyikan kecemasannya. “Kalian ingat cerita tentang arwah gentayangan? Bagaimana jika… bagaimana jika itu benar?”

Mereka bertiga duduk diam, mendengarkan setiap suara yang terdengar di kantin yang semakin sepi. Suara langkah kaki, pintu yang berderit, bahkan suara angin seolah membawa pesan dari alam lain.

Mia menggenggam tangan teman-temannya. “Kita harus minta maaf. Kita harus melakukan sesuatu untuk menebus kesalahan kita,” katanya, suaranya hampir tidak terdengar.

Ketakutan telah mengubah perspektif mereka. Mereka menyadari bahwa tindakan mereka mungkin telah membawa konsekuensi yang tidak mereka duga. Sekarang, mereka harus menghadapi kenyataan yang mungkin lebih menakutkan dari sekadar rumor.

1
Dee Dee
mungkn sejak kecil zayyan diabaikan oleh ortunya trtutama sma mmanya,shg dia tumbuh mjdi pribadi yg ambisius...
Dee Dee
slalu berpikir positif mmg baik ... tpi waspada jg perlu, apalagi blom kenal...
Sani Srimulyani
selamat jalan brian semoga kamu tenang di alam sana.
Kirei39: selamat jalan../Sob/
Kirei39: selamat jalan../Sob/
total 4 replies
Sani Srimulyani
semoga bryan bisa secepatnya bertemu ayah dan ibunya biar dia bisa tenang.
Sani Srimulyani
kasian brian.
Sani Srimulyani
masih penasaran apa yg menyebabkan brian meninggal ya.....
Sani Srimulyani
pertemuan brian dengan ibunya.
Sani Srimulyani
berarti brian anak mereka.
Sani Srimulyani
kasian banget bryan.
Sani Srimulyani
ka kebayang kalo aku kaya mereka, ngeri kali ya bisa liat penampakan.
Sani Srimulyani
syukurlah berjalan dengan baik.
Sani Srimulyani
aku ragu kalo itu perbuatan rayyan, jangan2 ini semua ulahnya papanya rayyan.
Sani Srimulyani
aku harap luna mempunyai kemampuan lain untuk bisa melawan para arwah penasaran. soalnya sejauh ini dia sering jadi korbannya
Kirei39: kasian ya kak
total 1 replies
Sani Srimulyani
ngeri juga.
Sani Srimulyani
siapa sih sebenarnya hantu itu......
Sani Srimulyani
ada misteri apa ini sebenarnya.....
Sani Srimulyani
nah siapa tuh....... jadi merinding.
Sani Srimulyani
katanya ga ingat kejadian saat jd arwah, tp ko hanna bisa ngebut nama saga.
Kirei39: kok bisa ya😁
total 1 replies
Sani Srimulyani
siap2 aja kamu dion, bentar lagi kebusukanmu akan terbongkar.
Sani Srimulyani
Nathan ini terlalu percaya sama sahabatnya makanya gampang banget dibodohin.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!