Lewat Jalur Cinta

Satu minggu berlalu, pernikahan Aksa dan Zevana pun digelar. Acara itu gelar di ballroom hotel berbintang lima. Ruangan itu didekorasi dengan sempurna, hingga nampak sangat mewah dan berkelas. ratusan tamu undangan nampak hadir memenuhi ruangan.

Sayangnya Oma Berlina tidak bisa hadir di sana untuk menyaksikan sendiri acara pernikahan sang cucu. Kesehatan Oma Berlina tidak memungkinkan baginya untuk datang di acara yang dipenuhi oleh ratusan tamu itu. Meskipun begitu, Oma Berlina sudah memberikan restu pada Aksa dan Zevana. Bahkan Oma Berlina sudah menyiapkan sebuah rumah sebagai hadiah pernikahan untuk mereka.

Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih, Zevana nampak begitu cantik dan anggun. Aura kecantikannya begitu terpancar hingga membuat mata kaum adam seolah enggan untuk berkedip. Terkecuali Aksa, pria itu begitu enggan untuk menatap wajah wanita yang sudah sah menjadi istrinya.

"Tidak bisakah kamu tersenyum sedikit saja? Wajahmu itu sangat tidak enak untuk di pandang," ucap Zevana saat melihat Aksa terus memasang wajah murung.

"Aku tidak menginginkan pernikahan ini, jadi untuk apa aku tersenyum. Katakan, apa tujuanmu sebenarnya?"

"Tujuan apa? Aku menyukai kamu, apa itu tidak cukup untuk kita bisa berdiri di sini sebagai pengantin?"

"Aku tidak percaya, kamu pasti memiliki tujuan lain. Kita tidak saling mengenal dengan baik, bagaimana mungkin kamu bisa yakin untuk menikah denganku."

Percakapan mereka terhenti saat tiba-tiba Lucas datang dengan gaya cute-nya. Pria itu cipika-cipiki dengan Zevana.

"Selamat ya, Beb," ujar Lucas, tatapannya beralih ke arah Aksa. "Astaga! Tampan sekali. Ternyata aslinya lebih tampan daripada di foto."

Lucas nampak terpesona melihat ketampanan Aksa, mulutnya sampai menganga dan matanya menatap penuh damba pada sosok pria yang berdiri di samping sahabatnya.

"Awas lalat masuk," ledek Zevana diiringi tawa kecil.

"Beb, ganteng gini kamu yakin gak bakal jatuh cinta beneran?" Bisik Lucas ditelinga Zevana.

"Nggak!" Jawab Zevana tegas. Pandangannya beralih ke arah Aksa yang berdiri di sampingnya. "Bubu?"

Aksa melirik, "Siapa yang kamu panggil?"

"Siapa lagi, tentu saja kamu. Bukankah aku bilang jika aku ingin menjadi wanita istimewamu, jadi aku harus punya panggilan khusus untukmu."

Aksa enggan untuk menanggapi ucapan Zevana, dia mengarahkan kembali pandangannya pada para tamu undangan yang hadir. Lucas kembali berbisik di telinga Zevana, keduanya saling melempar canda dan tawa. Aksa yang melihat Zevana begitu akrab dengan Lucas merasa geli. Bisa-bisanya istrinya memiliki teman pria setengah jadi seperti Lucas.

Sementara itu diujung ruangan, nampak Arvan sedang berdiri sambil memegang gelas berisi minuman dingin ditangannya. Tatapannya terus tertuju pada pasangan pengantin baru yang sedang menjadi pusat perhatian disana. Dari begitu banyak wanita yang Aksa kencani, mengapa harus Zevana yang harus Aksa pilih untuk menjadi istri?

"Arvan, kamu tidak ingin memberikan selamat pada adik kamu?'' tanya Dewi menghampiri sang putra. Sejak tadi putranya itu hanya terdiam seribu bahasa.

Arvan tersenyum tipis, "Nanti saja, Ma."

"Berikanlah selamat pada mereka. Sekalian kamu kenalan sama adik ipar kamu. Kalian kan baru pertama kali bertemu." Devi mengusap lembut bahu sang putra. Lalu dia melenggang pergi menghampiri suaminya yang sedang menyambut para tamu.

Arvan meneguk minuman ditangannya tanpa melepaskan pandangannya dari Zevana yang sedang mengobrol dengan Lucas. Sejak dulu Aksa selalu mendapatkan apapun yang dia inginkan. Perhatian Oma, Libra Group, bahkan sekarang Zevana, gadis yang berhasil meluluhkan hatinya sejak pandangan pertama.

Setelah meneguk minumannya sampai habis, Arvan memilih pergi tanpa memberikan ucapan selamat terlebih dahulu pada Aksa dan Zevana. Dia pergi keluar dari hotel dan membawa mobilnya melaju kencang meninggalkan area hotel.

🍃

🍃

🍃

Setelah selesai dengan berbagai rangkaian acara, malam ini Aksa dan Zevana memutuskan menginap di kamar hotel. Besok pagi baru Dani akan menjemput dan membawa mereka pulang ke rumah Oma Berlina. Oma Berlina ingin Aksa dan istrinya tinggal dengannya lebih dulu selama beberapa waktu. Sekaligus Oma Berlina ingin lebih dekat dengan istri dari cucunya.

Merasa badannya sudah sangat lengket, Zevana memutuskan untuk mandi terlebih dahulu selagi Aksa belum masuk ke dalam kamar. Suaminya itu masih mengobrol di depan dengan orang tua mereka.

Zevana merendamkan tubuhnya di dalam bathtub yang sudah diisi dengan air hangat. Akhirnya setelah seharian sibuk dengan aktivitas dia bisa mereleks-kan tubuhnya malam ini. Hampir satu jam lamanya Zevana berendam di dalam kamar mandi, hingga terdengar suara berisik dari luar. Sepertinya Aksa sudah masuk ke dalam kamar.

Zevana mengangkat tubuhnya dari dalam bathtub dan menyalakan shower untuk membilas tubuhnya. Setelah bersih dia mengeringkan tubuhnya dengan handuk kemudian memakai piyama yang sengaja sudah dia siapkan. Zevana sengaja membawa baju ganti langsung ke kamar mandi untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba saja Aksa masuk ke dalam kamar seperti sekarang.

Pintu kamar mandi dibuka, Zevana menatap Aksa yang sedang berdiri di depan sofa. Pria itu sudah melepas jas dan dasi yang melekat di tubuhnya, hanya menyisakan kemeja berwarna putih yang sudah dibuka dua kancing atasnya dan digulung bagian lengannya sampai ke siku.

Aksa menoleh ke arah Zevana, penampilan gadis itu terlihat lebih fresh dengan rambutnya yang masih sedikit basah. Membuat Aksa meneguk kasar salivanya.

"Malam ini kamar ini milik kamu, aku mau keluar," ucap Aksa.

"Mau kemana?" Tanya Zevana berjalan mendekat ke arah Aksa.

"Aku ada janji dikamar lain. Jadi malam ini kamu bisa istirahat dengan tenang dikamar ini. Besok pagi aku akan kembali kesini untuk menjemput kamu."

Aksa memang tidak berniat untuk melakukan ritual malam pertama dengan Zevana, itulah sebabnya dia meminta asistennya untuk menyiapkan seorang wanita dikamar lain untuk menemaninya malam ini.

"Tidak bisa!" Protes Zevana. "Malam ini kamu tidak akan kemana-mana. Ini adalah malam pengantin kita, mana boleh kamu meninggalkan aku sendirian di kamar ini."

"Yang menginginkan pernikahan ini kan kamu, jadi ya kamu nikmati saja sendiri. Aku sudah ada janji dengan seorang wanita. Jadi, jangan buang-buang waktuku!"

Aksa melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu, namun dia urungkan niatnya untuk membuka pintu saat mendengar suara rintihan.

"Ada apa?" Tanya Aksa saat melihat Zevana sudah berjongkok di dekat sofa sambil memegangi perutnya. Wajah gadis itu seperti sedang menahan sakit.

"Gak apa-apa," jawab Zevana.

Aksa menghela nafas panjang dan berjalan mendekati Zevana kembali. "Kamu sakit?"

Zevana diam-diam tersenyum tipis, lalu dia mengangkat wajahnya menatap Aksa. "Apa kamu peduli? Kamu bahkan mau meninggalkan aku sendirian di malam pengantin kita."

"Bukankah sudah aku bilang, jika kamu tetap memaksakan pernikahan ini terjadi berarti kamu harus sudah siap dengan semua resikonya." Aksa mengulurkan tangannya untuk membantu Zevana berdiri.

"Kalau begitu pergi saja. Tidak usah pedulikan aku!"

Tanpa menyambut tangan Aksa, Zevana segera berdiri, membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya menuju ke arah ranjang. Baru beberapa langkah Zevana kembali berhenti dan memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Dengan tertatih Zevana berusaha melangkahkan kakinya kembali. Tiba-tiba dia mulai kehilangan keseimbangan dan membuatnya hampir terjatuh. Beruntung dengan sigap Aksa segera menangkap tubuhnya sebelum sempat menyentuh lantai.

Aksa membawa tubuh Zevana yang sudah tidak sadarkan diri kedalam pelukannya. Dia menepuk-nepuk wajah gadis itu.

"Zevana bangunlah!"

...💫💫💫...