Aurora Clarissa adalah seorang gadis piatu yang dibesarkan di panti asuhan sejak ia masih bayi, dia tidak pernah tahu siapa orang tuanya.
Suatu hari ibu panti memaksa Aurora untuk menikah dengan salah satu putra donatur panti, bagi kebanyakan orang itu adalah sebuah keberuntungan bisa menikah dengan orang terpandang, tapi tidak dengan Aurora, pernikahan ini bagaikan neraka di hidupnya karena telah merenggut kebebasan dan masa mudanya.
Seperti apa kelanjutan dan perjalanan hidup Aurora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himeka15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Matahari telah menampakkan dirinya menandakan awal hari baru yang harus dijalani dengan senyum dan semangat. Tapi berbeda denganku rasanya untuk bangkit saja tidak bisa seperti ada beban di atas dadaku ini.
Aku menoleh pada jendela yang menampilkan pemandangan keluarga burung sedang berkicau di atas batang pohon.
Aurora menarik sudut bibir memandang keluarga burung yang harmonis tersebut dapat dia lihat bagaimana burung kecil itu bergelayut manja pada induknya. Aku tidak bisa berlama-lama bersantai seperti ini aku langsung bangkit mengambil handuk dan pergi mandi.
Tidak butuh waktu lama aku telah selesai dan rapi dengan seragam sekolahku. Aku mengoleskan sunscreen dan loose powder, di bagian bibir aku cuma pakai lip balm.
Aku menyisir rambutku dan cuma menguncirnya saja, aku menatap diriku lama di pantulan cermin.
"Tenang Aurora, kau pasti bisa mengatakannya," ucapku menyemangati diriku sendiri.
Aku mengambil tasku lalu keluar dari kamar menuju ruang kerja ibu, ketika aku telah di depan pintu ruangan aku berdiri terdiam mematung.
Aku mengelus dadaku dan men-sugesti diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku menarik nafas begitu dalam lalu menghelanya setelah itu, aku mengetuk pintu dengan kuat.
Aku masuk ke dalam ketika mendengar teriakan yang menyuruhku masuk.
Ibu mendongak kepalanya melihat siapa gerangan yang masuk ke ruangannya yaitu aku.
"Apa kau sudah buat keputusan sayang?" tanya ibu lembut padaku.
Aku mengangguk kepala, "aku setuju ibu. Aku akan menikah dengan putra sulung tuan Zafar," ucapku mantap.
Ibu terdiam untuk waktu yang cukup lama dan setelah ia sadar dia menatap wajahku begitu lekat. "Sayang, apa kau yakin dengan keputusanmu?" tanyanya memastikan apa keputusan yang aku sudah buat benar.
"Aku yakin ibu. Aku ingin jadi bagian dari keluarga konglomerat ibu," jawabku bohong agar ia tidak merasa khawatir pada putrinya ini.
Melihat mata ibu yang akan meneteskan air matanya dan gurat wajah kesedihannya seperti ada sebuah pisau yang menancap di hatiku, aku tidak tahan dan nafasku begitu sesak berlama di sini langsung saja aku pamit pada ibu untuk berangkat sekolah.
Aku berjalan cepat menjauh dari panti sampai aku di halte lalu aku duduk dan meluapkan semua air mataku.
Aku menangis menahan sesak di dadaku jika aku boleh teriak aku ingin mengatakan: "aku tidak mau nikah sama Dion."
Tapi itu akan pendam saja di benakku ini karena hidup anak-anak panti tergantung pada keputusan yang aku buat.
Aku duduk begitu lama di halte dan banyak bus yang melintas tapi, tidak aku naikin karena aku berpikir buat apa ke sekolah dalam keadaan yang tidak baik pasti ilmu tidak akan masuk ke kepalaku yang kecil ini.
Melihat ada bus yang berhenti di depanku aku mengusap wajahku dan langsung naik ke bus tersebut. Aku tidak tahu mau kemana mungkin aku akan mencoba bepergian tanpa arah sampai halte terakhir, kapan-kapan lagi pergi tanpa tujuan.
Bus berjalan di jalan raya mengikuti rute dan aku menatap ke luar melihat suasana jalan dan sekitarnya, aku baru menyadari jika dunia itu begitu luas selama ini aku tidak pernah bepergian kemana pun, duniaku cuma sekolah, panti dan sekitarnya, tempat kerja, dan mall itu jika diajak Chelsea, paling mentok pergi ke pantai itu pun 20 menit berjalan kaki dari panti karena jaraknya dekat, itu pun enggak pergi sendiri melainkan bersama adik-adik atas permintaan ibu yang meminta aku membawa mereka jalan-jalan.
Dari bus yang aku tumpangi ini aku ingin melihat dunia bagaimana suasana, keindahan dan keunikan kota dan negara yang akan kukunjungi, aku juga ingin bertemu berbagai macam orang. Namun, apakah itu semua akan terwujud? Sebentar lagi aku akan masuk ke keluarga Alexander dan mungkin ini terakhir aku jalan-jalan karena waktuku akan tersita mengurus suami sekaligus pasienku itu.
Pov End
...****************...
Blue Bold High School
Teriakan para kaum hawa yang begitu nyaring dan melengking bisa membuat siapa pun mendengarnya merasa terusik, terganggu, dan konsentrasi pecah.
Namun, berbeda dengan putra bungsu keluarga Alexander itu dia tidak merasa terganggu dengan teriakan para kaum hawa itu, dia menganggap teriakan mereka sebagai bentuk semangat untuknya agar berhasil menang dari tim lawan.
Hari ini adalah lomba persahabatan grup basket Blue Bold High School dengan tim basket dari Antariksa School. Perlombaan seperti ini sudah diadakan dari angkatan 7 grup basket.
Dari kegiatan ini sekolah juga mengharapkan agar para staff, guru dan murid bisa menjalin pertemanan dan kerja sama dengan Antariksa School.
Para murid perempuan sangat menyukai kegiatan ini karena mereka bisa melihat murid laki-laki dari Antariksa School yang terkenal akan rupanya bak dewa yunani.
Permainan telah selesai tanpa pemenang karena kedua grup memperoleh skor yang sama, Michael berjabat tangan dengan ketua tim Antariksa School yakni, Galen.
"Lemparan yang bagus," puji Galen pada Michael.
"Kau juga," balasnya tersenyum tipis.
Selesai bersalaman para pemain hendak menepi ke tribun sepertinya mereka harus menundanya karena para gadis telah menyerbu mereka.
Para gadis tersebut menyodorkan minuman dan juga handuk kepada para pemain baik itu Blue Bold maupun Antariksa.
Mereka dengan senang hati menerima pemberiannya para gadis-gadis tersebut untuk menghargai mereka, alasan lainnya mereka sangat haus dan beruntung ada yang memberikan minuman secara gratis jadi, buat apa ditolak.
Michael menoleh ke kiri menangkap bayangan kedua gadis sedang duduk di tribun dengan wajah yang ditekuk.
"Permisi," ucap Michael agar mereka memberikan jalan padanya.
Jonathan dan Anhar juga mengikuti Michael layaknya anak ayam. Michael berjalan ke tribun dan mengambil posisi duduk di bawah kedua gadis itu begitu juga Anhar dan Bowo duduk mengapit Michael.
Kedua gadis itu kompak mendongak kepala mereka melihat siapa gerangan yang duduk di bawah tribun.
"Chelsea, ngapain kalian di sini?" tanya Anhar pada mereka berdua.
Kedua gadis yang duduk di tribun adalah Chelsea dan Sherly.
"Jelas mau liat aku kan!" Michael menjawab dengan satu alis terangkat.
"Kepedean," balas mereka semua kompak dengan menatap tajam Michael.
"Teman kalian yang pendiam itu mana?" tanya Michael mengedarkan pandangannya seperti mencari keberadaan seseorang.
"Enggak sekolah," jawab Sherly.
"Terus kenapa kalian macam bad mood gitu?" celetuk Jonathan mengernyitkan dahinya.
"Lebay banget dia gak datang kalian langsung bad mood," lontar Anhar pedas.
Chelsea dan Sherly kompak menatap tajam anak Adam itu. Mereka bangkit menepuk bagian belakang rok mereka dan langsung pergi meninggalkan ketiga kaum Adam tersebut.
Ketiga pria itu kompak menautkan alis mereka memandang punggung kedua gadis itu yang kian menjauh, "dasar cewek!"
Segi penokohan ya unik biasanya pemeran utama selalu digambarkan secara sempurna tanpa cela. Tapi di cerita ini setiap tokoh memiliki kekurangan masing-masing.