Kinanti Amelia, remaja pintar yang terpaksa harus pindah sekolah karena mengikuti ayahnya.
Ia masuk ke sekolah terbaik dengan tingkat kenakalan remaja yang cukup tinggi.
Di sekolah barunya ia berusaha menghindari segala macam urusan dengan anak-anak nakal agar bisa lulus dan mendapatkan beasiswa. Namun takdir mempertemukan Kinanti dengan Bad Boy sekolah bernama Kalantara Aksa Yudhstira.
Berbekal rahasia Kinanti, Kalantara memaksa Kinanti untuk membantunya belajar agar tidak dipindahkan keluar negeri oleh orang tuanya.
Akankah Kala berhasil memaksa Kinan untuk membantunya?
Rahasia apa yang digunakan Kala agar Kinan mengikuti keinginanya?
ig: Naya_handa , fb: naya handa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mini Market
Keluar rumah di malam hari, ternyata tidak semenakutkan yang dibayangkan. Paling tidak, Kinanti bisa mencari angin segar dengan berjalan-jalan. Benar yang Lukman katakan kalau di daerah ini, jalanan selalu ramai hingga malam hari. Seperti saat ini, masih banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Menyalip kendaraan satu sama lain, termasuk angkot yang di tumpangi Kinanti.
“Berhenti di depan ya pak.” Pinta Kinanti, saat warna dominan merah dari bangunan mini market terlihat di depan mata.
Angkotpun menepi, Kinanti segera turun dan memberikan beberapa lembar uang pada sopir.
Di area parkir mini market, Kinanti melihat sebuah motor sport berwarna hitam yang familiar menurutnya. Kinanti mengingat persis plat nomornya, plat nomor yang sama dengan plat nomor motor yang ia lihat saat macet dan saat hampir bertabrakan.
“Kayaknya dia juga orang sini.” Gumam Kinanti. Ia jadi penasaran siapa pemilik motor ini sebenarnya.
“Selamat malam,” sapa pegawai mini market saat Kinanti membuka pintu.
Kinanti hanya tersenyum kecil untuk membalas sapaan itu.
Ia melihat kasir sedang bertransaksi dengan seorang pemberi yang membeli beberapa makanan. Ada mie instan dalam cup, juga roti dan air mineral.
Kinanti tidak begitu memperdulikan apa yang terjadi di kasir, toh ia tidak mengenali laki-laki bertopi itu. Ia langsung pergi ke rak gula dan teh, juga membeli beberapa barang lainnya.
“Pembayarannya mau pake debit kak?” suara kasir terdengar jelas.
“Iya.” sahut laki-laki itu.
Kinanti segera menoleh karena rasanya suaranya tidak asing.
Ia mengambil barang yang ia perlukan lalu mengantri di belakang laki-laki tersebut.
“Mohon maaf kak, sepertinya kartu debitnya terblokir. Apa ada kartu yang lain?” tanya kasir pada pria itu.
“Coba pastikan lagi, tadi pagi saya pakai masih bisa.” Pinta laki-laki tersebut.
Mendengar kalimatnya yang cukup panjang, rasanya Kinanti yakin kalau ia mengenal suara laki-laki itu.
“Sudah kak, tampilannya seperti ini.” Kasir menunjukkan tampilan yang muncul di layar EDC.
Laki-laki itu tidak lantas menimpali. Ia mengeluarkan beberapa kartu debit dan kreditnya yang lain, mencobanya beberapa kali tapi kondisinya sama, terblokir.
“Ada uang cash aja kak? Hanya tida puluh delapan ribu rupiah.” Ucap kasir.
"Saya cari dulu." Ia merogoh beberapa saku untuk mencari uang cash, tapi sakunya kosong.
Laki-laki itu terlanjur kesal, ia memasukkan semua kartu debit dan kreditnya ke dalam dompet dengan tergesa-gesa hingga dompetnya terjatuh.
Dompet itu tergeletak di lantai dan Kinanti bisa melihat tanda pengenal laki-laki itu.
“Kalantara Aska Yudhistira.” Nama yang tidak asing bagi Kinanti.
“Gimana kak, apa jadi di beli?” kasir itu kembali bertanya, karena transaksi Kala terlalu lama.
“Jadi.” Kinanti maju ke depan, mensejajari Kala, lalu memberikan selembar uang berwarna biru.
Kala dan kasir sama-sama menoleh Kinanti yang menyodorkan uang.
“Dia teman saya, sering lupa bawa uang cash.” Ucap Kinanti dengan tenang.
“Oh, baik kak.” Kasir itu segera mengambil alih selembar uang di tangan Kinanti. Menyelesaikan transaksi tapi kemudian Kala malah pergi lebih dulu dan tidak membawa belanjaan yang sudah di bayar.
“Kala, tunggu!” panggil Kinanti.
Kala tidak menyahuti. Ia tetap pergi meninggalkan Kinanti yang masih di kasir.
“Punya saya kak. Berapa?” ia begitu tergesa-gesa.
“ Dua puluh enam ribu kak.” Ucap kasir itu.
Kinanti menambahkan uang dari sisa kembalian dan segera pergi meninggalkan kasir mini market yang kebingungan.
“Kala, bentar!” lagi Kinanti memanggil.
Kala sudah lebih dulu naik ke motornya dan memakai helm. Tapi saat Kala akan pergi, Kinanti segera berdiri di depan motor Kala.
“Kenapa pergi, aku sudah membayar belanjaanmu.” Ucap Kinanti sambil merentangkan tangannya.
Kala tidak menyahuti, ia tidak suka dengan cara Kinanti yang sok-sokan datang dan membayarkan belanjaannya. Ia menyalakan motornya dan sengaja menyalakan head lamp untuk menyoroti wajah Kinanti, membuat wajah manis itu terlihat jelas.
Kinanti memejamkan matanya, cahaya lampu Kala terlalu menyilaukan.
“Aku tidak butuh bantuanmu.” Ucap Kala dengan kesal.
“Kala, jangan salah paham.” Kinanti segera berpindah menghampiri Kala. Ia juga memegangi lengan Kala agar tidak pergi.
“Aku membantumu bukan bermaksud merendahkanmu. Aku membantumu sebagai teman.” Bujuk Kinanti.
“Teman?” tanya Kala seraya menatap lekat mata Kinanti.
“Iya, kita satu sekolah. Bukankah itu berarti kita berteman?” Kinanti balik bertanya.
“Kamu terlalu mengada-ngada. Tidak semua orang mau berteman denganmu.” Kilah Kala. Ia mengibaskan tangan Kinanti yang memeganginya.
Kinanti tertunduk lesu mendapat penolakan dari Kala. Padahal ia hanya berniat baik. Tapi tidak semua orang bisa di perlakukan seperti yang ada dipikiran Kinanti.
“Tolong terima ini, paling tidak sebagai permintaan maafku karena pernah berteriak padamu.” Dengan suara halusnya Kinanti tetap memaksa. Ia menatap Kala dengan lekat.
Kala sangat ingin menolak, tapi kemudian bising ususnya yang kosong berbunyi, “Gruk.”
Entah Kinanti mendengarnya atau tidak, yang jelas ia menyodorkan kembali keresek di tangannya.
Akhirnya, Kala hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar dan mengambil alih keresek di tangan Kinanti. Melihat apa yang dilakukan Kala, Kinanti pun tersenyum kecil.
Kala turun dari motor, melepas helm dan duduk di depan mini market dan memandangi isi keresek yang ada di hadapannya.
“Aku pergi dulu. Sampai ketemu di sekolah.” Pamit Kinanti. Ia merasa Kala sedang tidak ingin di temani.
Kala tidak menimpali, ia hanya tertunduk saja dan sesekali menoleh ke arah lain.
Kinanti pun memilih pergi. Ia menyetop angkot di pinggir jalan. Ia tidak menoleh lagi pada Kala, melainkan Kala lah yang saat ini memandangi kepergian Kinanti. Ia sempet berpikir, apa mungkin Kinanti tahu kalau ia sangat kelaparan?
Akh, andai saja Yudhistira tidak memblokir semua akun perbankannya, mungkin ia tidak perlu menerima bantuan dari Kinanti.
Setelah Kinanti benar-benar pergi, Kala masuk lagi ke mini market untuk mengambil air panas dan menyeduh Mie instan dalam cup. Ia menunggu dengan sabar hingga mie itu melunak dan dingin. Setelah itu, ia makan mie dan roti dengan lahap, seolah tidak menemukan makanan seharian ini.
*****