The Darkest Kiss

HATI NURANI JAX

Wanita cantik dengan tahi lalat kecil di dekat bibir atasnya itu mengulurkan tangannya. “Hattie! Kau pasti asing dengan nama itu!” ucap wanita cantik tadi memegang setir motor Jax sementara pria itu hanya diam menatapnya dengan tegas.

“Katakan saja apa maksudmu?” tanya Jax dengan tegas.

Wanita bernama Hattie itu menyeringai kecil. “Aku pernah melihat mu, maksudku— fotomu. Aku bisa membantumu menemukan seseorang yang kau mau, untuk alasannya. Aku akan memberitahumu setelah kau selesai menemukan orang yang kau cari itu.” Jelasnya membuat Jax mengernyitkan keningnya.

“Kau pikir dengan ucapanmu itu, aku mempercayai mu?!”

Hattie tersenyum yakin saat Jax mengatakannya. Pria itu memilih menyalakan mesin motornya dan hendak melaju pergi.

“Salvatore Conti!” ucap Hattie berhasil menghentikan Jax sehingga pria itu menoleh menatapnya penuh curiga.

“Kau bersekongkol dengannya sekarang. Jadi aku pikir kau perlu pergi ke Tabasco, mungkin seseorang yang kau cari ada di sana.” Ujar Hattie menatap serius.

Jax masih curiga dengan wanita asing itu, namun tatapan Hattie membuat semuanya nampak benar-benar meyakinkan.

“Kenapa kau mengira seseorang yang kucari ada di sana?”

“Karena Salvatore Conti tidak bisa ke sana. Ada penjagaan ketat di sana dan namanya sudah sangat buruk di wilayah itu. Jika dia berani melanggar aturan antara dia dan agen di sana, maka dia akan hancur.” Jelas Hattie yang tidak masuk akal, namun Jax perlu mencobanya.

Jax menatapnya tajam, lalu melaju pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa.

Sementara Hattie masih menatap kepergiannya dan tersenyum tipis. “Dia sangat angkuh! Biarkan saja sampai semuanya berjalan dengan sendirinya!” gumam wanita itu melenggang masuk dengan melangkah melenggak-lenggok.

Sementara Jax yang masih menyetir dengan kecepatan tinggi. Pria itu mengingat ucapan Hattie, dan itu sangat mencurigakan sehingga pikirannya mulai kemana-mana.

.

.

.

“Jax!” panggil Gaby saat ia melihat pria itu baru saja masuk ke rumah.

Melihat wajah panik Gaby membuat Jax berkerut alis. “Ada apa?”

“Aku berfirasat buruk. Seseorang mengetuk pintu, dan saat aku mengintip— mereka, mereka terlihat seperti seorang penjaga dengan kaos hitam dan pistol terselip.” Jelas Gaby dengan panik.

Jax yang tahu siapa mereka, pria itu hanya mengangguk faham. “Kalau begitu kita akan pergi malam ini.”

“Lagi?”

“Ya! Jika kau ingin selamat.” Balas Jax sehingga Gaby terdiam.

Tentu! Mereka adalah anak buah Salvatore yang menunggu kabar dari Jax. Pria itu masih tidak memberikan kabar apapun sejak datang ke Meksiko. Dan mencari rumahnya tidaklah sulit bagi mafia seperti Salvatore.

Saat Jax memutuskan akan pergi malam itu. Gaby tidak tidur, dia hanya duduk diam di sofa sementara Jax baru saja selesai mandi.

Pria itu terdiam ketika melihat Gaby yang merenung.

“Berkedip lah agar aku tahu kau masih hidup.” Goda Jax yang kini duduk di sofa singel di dekat sofa panjang yang Gaby duduki saat ini.

Pria itu menatap ke arah Gaby yang hanya meliriknya sinis. Ya! dia gagal menghibur seorang wanita.

“Apa yang salah denganku?” tanya Gaby hingga pria tampan dengan kaos abu-abu itu menatap ke arahnya.

Kontak mata mereka saling bertemu dan tersirat kesedihan di tatapan Gaby hingga kegelisahan dan rasa takut yang mengintai.

“Apa semua ini karena aku datang ke club' malam itu? Aku merasa semua orang ingin membunuhku.” Ucapnya yang kini mulai terlihat gelisah dengan tatapan sendu yang membuat Jax tertegun saat itu juga.

Untuk pertama kalinya dia melihat seorang wanita yang benar-benar menunjukkan kesedihannya dan bertanya kepadanya. Jax tak pernah mendapati hal-hal baru seperti itu selain Gaby.

“Katakan jika kau tahu apa kesalahan ku?”

Tak ada jawaban dari Jax, Gaby mendengus kesal dan berpaling menatap lurus dengan menahan air matanya.

“Aku rasa ayahmu lebih tahu jawabannya.”

“Bagaimana jika dia sudah meninggal? Jawaban siapa yang akan kutunggu?”

Sungguh! Wanita itu membuat Jax berdegup bak hatinya hidup dan berdebar. “Kau ingin membunuhku. Apa kau bisa mengatakan apa alasanmu? Kau membantuku dengan cara merenggut virgin ku Jax. Lalu kau menolongku dan mencoba menghabisi ku!” jelas Gaby tersenyum miris bila dia menceritakan kejadian malang yang menimpanya.

“Katakan?”

Tatapan mata silver Gaby membuat Jax terbungkam.

“Karena itu tujuanku. Membunuhmu.” Jawab Jax dengan sendirinya seakan-akan dia tidak mengatakannya dengan kesadaran, namun hatinya yang menyuruhnya untuk mengatakannya.

Setelah mendengar jawaban itu, tentu saja Gaby terkejut dan tak percaya.

“Kalau begitu untuk apa aku bertahan bersama seseorang yang ingin membunuh ku.” Gaby bangkit dari duduknya, lalu menoleh ke arah Jax yang menatapnya dengan tajam.

“Terima kasih sudah membawa ku sampai ke sini. Aku akan mencari ayahku, itu cara untuk menghindari kematian yang akan kau berikan kepadaku.” Ucapnya yang melangkah pergi ke arah pintu.

Namun tiba-tiba Jax menarik lengannya dan mencengkram kedua lengannya. “Apa kau hilang akal! Kau pikir ini New York?” kesal Jax menyentak hingga Gaby menepisnya.

“YA!! Aku terlalu gegabah! Jika keberadaan ku tidak aman dimanapun lebih baik aku mati. KAU INGIN MEMBUNUHKU? Aku sudah siap!”

Kedua alis Jax bekerut marah saat Gaby mengatakannya. Entah kenapa dia malah tidak setuju dengan keinginan wanita itu.

“Aku rasa perbincangan ini sudah terlalu membuatmu marah.” Pria itu mencoba meredam amarahnya dan juga amarah Gaby, namun dia gagal ketika wanita di hadapannya itu menggeleng kecil dengan tatapan sedih.

Gaby tertunduk dengan tubuh gemetar dan mulai terisak.

Jax memejamkan matanya, kedua tangannya refleks menyentuh kedua pipi Gaby dan menuntunnya hingga mereka saling beradu pandang. “Niatku adalah membunuhmu. Tapi sekarang sudah tidak, kita akan mencari ayahmu. Jika dia benar-benar meninggal— ” Jax menghentikan ucapannya saat dia teringat akan ucapan Salvatore kepadanya.

Gaby menunggunya sehingga Jax mulai yakin akan apa yang dia ucapkan.

“Jika dia meninggal, aku akan membawamu pergi.”

“Ke mana?” tanya Gaby lirih.

“Kemanapun untuk menyelematkan diri.” Balas Jax yang masih membuat wanita itu bingung namun juga ia mulai menenangkan dirinya.

Ketika sadar kembali, Gaby mengusap air matanya hingga Jax menarik tangannya menjauh dari pipi wanita itu. Mereka berdua sama-sama diam dan hanya terdengar suara isakan Gaby yang mulai pudar.

“Aku... Aku mau minum.” Ucap wanita itu berjalan ke arah dapur.

Jax berkacak pinggang dan mendongak sekilas, lalu berbalik menatap ke arah Gaby yang masih terlihat lemas karena perasaan sedihnya.

-‘Hati nurani?’ batin Jax. “Cih, aku tidak memilikinya.” Gumamnya pelan namun tidak sesuai dengan apa yang dia rasakan.

Dia benar-benar tidak tega melihat keadaan wanita itu untuk pertama kalinya. Jax merasa terlihat buruk setiap kali memandang wajah sendu Gaby. Namun di sisi lain dia tidak mau terlena dalam perasaannya.