Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kantin
Angkasa terus melirik jam tangannya. Sudah lebih dari satu jam dia selesai mengajar kelas Bisnis. Setelah kelas tadi laki-laki itu tidak ada kelas lagi. Jadi dirinya bisa dengan leluasa menunggu gadis yang dia perintahkan untuk segera datang ke ruangannya tadi.
Dambi...
Angkasa menyebut nama gadis itu dengan penuh perasaan dalam hatinya. Perasaan seperti apa itu, ia sendiri masih tidak mengerti. Tapi Kevin mungkin akan menertawainya kalau tahu dia rela menunggu mahasiswinya sendiri sampai selama ini. Padahal gadis yang dia tunggu-tunggu itu tidak ada tanda-tanda akan datang.
Angkasa mendengus pelan. Kembali melirik ke arah jam tangannya. Berani sekali gadis itu. Mau coba-coba melawannya? Baiklah. Lihat saja nanti kalau mereka bertemu lagi di kelas berikutnya. Pria itu memutuskan keluar dari ruangannya. Perutnya sudah keroncongan. Dia butuh asupan gizi. Sebaiknya dia pergi makan saja sekarang.
Ketika melihatnya melewati koridor kampus, Angkasa bisa mendengar pekikan tertahan para mahasiswi. Ia ingat beberapa temannya pernah mengatakan bahwa dirinya memiliki ketampanan yang akan di lirik berulang kali oleh para wanita. Angkasa sendiri mengakuinya. Buktinya, kemanapun dia pergi, laki-laki itu selalu saja mendapatkan perhatian dari para wanita.
Ada yang mengiriminya surat cinta, menembaknya didepan umum, bahkan ada yang terang-terangan melamarnya, ingin menjadi istrinya. Angkasa merasa lucu sendiri kalau mengingat itu. Saat dia masih menyandang status mahasiswa dulu, paling banyak perempuan yang menembaknya.
"Lihat! Itu dosen baru kita. Ganteng banget nggak sih?"
"Namanya siapa? Udah punya pacar belum. Boleh dong ngantri jadi pacarnya."
"Mas.. ikat aku di ranjang mas..."
"Aku juga mas... kita threesome boleh kok..."
"Aku aja mas... Masih perawan.. di jamin masih enak..."
Angkasa tertawa geli. Ada-ada saja. Begini nih kalau memiliki wajah rupawan. Mereka sering seri dijadikan alat khayalan para manusia-manusia berotak mines. Entah sudah berapa perempuan yang bermimpi tidur dengannya, Angkasa tidak tahu. Tapi iya yakin ada banyak diantaranya. Pria itu terus berjalan lurus sampai ke parkiran mobilnya lalu meninggalkan gedung itu. Hari ini adalah hari pertamanya menjadi dosen dikampus itu, ia menikmati waktu mengajarnya. Tapi agak risih dengan para mahasiswi bermulut lemes tadi.
Ahh, tidak semua. Setidaknya dari semua mahasiswi, dalam pandangannya ada satu gadis yang sengaja mau menghindarinya. Gadis yang entah punya kekuatan magis apa dalam dirinya sehingga mampu membuat Angkasa terus-terusan mengingatnya.
***
"Apa katamu?!" seru Yuka kuat. Gery dan Dambi sampai-sampai menutupi telinga mereka karena suara toa Yuka. Dambi cepat-cepat menegur Yuka agar tidak berbicara dengan kencang. Bisa-bisa mereka menjadi perhatian semua orang di kampus ini lagi.
"Semalam kau tidur di hotel pria yang kau kira kakakku? Ternyata pria itu adalah pak Angkasa? Dosen baru kita itu?" Yuka berseru masih tidak percaya. Kali ini suaranya setengah berbisik jadi tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka. Dambi mengangguk lemah.
"Jadi itu alasannya kamu nggak berani pergi ke ruangannya?" tanya Gerry santai. Dambi mengangguk lagi. Ia terlalu takut dan malu menemui laki-laki itu sekarang. Padahal dia sudah berharap mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Tapi entah kebetulan atau takdir, mereka malah bertemu kembali dengan cara yang tidak dia sangka-sangka.
"Ayo cerita, semalam kalian berdua..." Yuka mendekat ke Dambi dengan kedua ujung telunjuknya yang saling menempel terarah pada sahabatnya tersebut. Mata Dambi melotot sempurna. Ia tahu apa yang dimaksud oleh Yuka.
"Jangan sembarangan. Nggak terjadi apapun antara kami!" Yuka menyipitkan matanya.
"Benarkah?" tanyanya masih curiga. Kalaupun yang dia pikirkan memang terjadi, tidak apa-apa deh. Mengingat dosen baru mereka itu wajahnya sangat diatas rata-rata. Kalau dia yang jadi Dambi, tentu saja dia senang menghabiskan malam yang indah dengan seorang dosen setampan Angkasa.
Dambi mengangguk cepat. Meski dia sedikit berbohong. Kan tidak mungkin juga dia mengaku pada kedua sahabatnya itu kalau dirinya salah mengira pria itu sebagai laki-laki idamannya dan sengaja mencium bibir laki-laki itu. Mau taruh dimana mukanya nanti. Biarlah rahasia itu jadi miliknya dan laki-laki yang dia cium. Mimpi buruknya adalah laki-laki itu tiba-tiba berubah jadi dosen mereka.
"Tapi... Kok aku baru tahu yah teman kakakku ada teman setampan itu?" Yuka tidak pernah melihat Kevin bergaul dengan laki-laki yang kini menjadi salah satu dosen di kampus tersebut.
"Kan kamu jarang bertemu sama kakak kamu. Kamu ngekos kan?"
Ah iya benar. Perkataan Gerry menyadarkan Dambi.
"Terus, bagaimana rencanamu sekarang? Kamu masih pengen ngambil gambar dengan kakakku?" tanya Yuka lagi. Dambi langsung mengibas-ngibaskan tangannya ke udara.
"Nggak usah, nggak usah. Aku sudah trauma dengan kejadian semalam. Aku kapok. Aku akan cari cara lain saja." tolaknya cepat. Gerry dan Yuka saling berpandangan kemudian keduanya tergelak. Dambi memang terlihat benar-benar tobat. Tuh kan, makanya terlalu aneh-aneh sih pikirannya.
Dambi kemudian menatap ke arah jam tangannya. Matanya melebar. Ia masih punya pertemuan dengan club teater hari ini dan hampir terlambat.
"Aku harus pergi sekarang." katanya berdiri dari bangku.
"Ke mana?" Yuka menatapnya dengan wajah bingung. Ia selalu lupa kalau Dambi tergabung dengan club teater.
"Club, ada latian. Kalau kalian berdua udah nggak ada kelas dan mau pulang, pulang aja. Kita ngumpul nanti malam di tempat biasa." katanya lalu berbalik keluar dari kantin.
Di depan pintu masuk kantin, tanpa sengaja ia menabrak punggung seseorang. Karena jalannya terlalu cepat-cepat dan lebih fokus ke ponsel, jadinya ia tidak melihat ada orang yang berjalan masuk hingga akhirnya ia menabrak orang itu. Untung saja orang yang ditabraknya tersebut cepat-cepat merespon dan menahan pinggangnya hingga ia tidak jadi jatoh.
Dambi bernafas lega sambil memeriksa ponselnya. Ia belum menyadari siapa orang yang dia tabrak tadi. Tangan orang tersebut masih setia berada di pinggang rampingnya sambil menatapnya. Adegan tersebut tentu saja membuat semua penghuni kantin, khususnya para perempuan memekik tidak rela.
Dambi yang bengong menoleh ke atas, ia penasaran sudah bertabrakan dengan siapa sampai-sampai kantin jadi heboh begini. Matanya sukses membulat sempurna ketika matanya bertemu dengan tatapan pria tidak asing itu. Si... Siapa namanya?
A...Angkasa!