Jesika terpaksa menggantikan adik angkatnya untuk menikah dengan pria kaya, tapi mentalnya sakit. Namun, keterpaksaan itu membawa Jesi tahu akan seberapa tersiksanya kehidupan Jonathan dengan gangguan mental yang dia alami.
Mampukah Jesi menyembuhkan sakit mental sang suami? Lalu, bagaimana jika setelah sakit mental itu sembuh? Akankah Jona punya perasaan pada Jesi yang sudah menyembuhkannya? Atau, malah sebaliknya? Melupakan Jesi dan memilih menjauh. Temukan jawabannya di sini! Di Suamiku Sakit Mental.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 10
Seperti saat ini, dia yang ingin fokus dengan menanam bunga baru untuk memperbanyak bunga di taman, tiba-tiba termenung akibat pikiran yang menganggu. Sebenarnya, dia butuh teman untuk berbagi kesulitan yang dia alami. Tapi sayangnya, Jesika tidak punya teman satupun. Karena setiap geraknya telah dibatas oleh sang mama angkat. Maka dia tidak punya satu teman pun sekarang.
"Andai aku punya teman. Pasti hidup ini akan sedikit lebih baik, mungkin." Jesi bicara sendiri sambil membelai daun bunga yang ada di dekatnya.
"Tidak ada yang ingin berteman denganmu, Jesika. Jangan terlalu berharap deh jadi orang," ucap Mila yang entah kapan berada di belakang Jesika.
Tentu saja ucapan itu langsung membuat Jesi menoleh. Tapi, itu hanya sebentar. Karena beberapa detik kemudian, dia kembali sibuk dengan tumbuhan yang ada di depannya.
Jesi tidak ingin meladeni Mila. Karena seperti biasa, Mila akan membuat keributan yang pada akhirnya, dia juga yang akan di salahkan oleh sang mama angkat.
Sementara itu, Mila merasa kesal karena diabaikan. Dia pun menghentakkan kaki ke tanah dengan keras. Selanjutnya, dia berjalan cepat menghampiri Jesika. Lalu, dengan jahatnya, Mila mendorong satu bunga hingga jatuh ke tanah dengan pot yang berserakan.
"Mila!" Jesika berteriak kesal akibat hal itu.
Namun, teriakan itu malah di sambut senyum bahagia yang penuh dengan kemenangan oleh Mila. "Ups, maaf. Aku sengaja kok. Eh, nggak sengaja maksudnya."
Jesi hanya bisa menarik napas dalam-dalam, lalu melepaskannya secara kasar.
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Jesi tidak ingin terlalu lama bersama Mila.
"Untuk apa? Hei ... ini rumahku. Terserah aku dong mau ke mana saja. Kenapa harus kamu tanyakan untuk apa aku datang."
"Aku tahu itu, Mila. Aku tahu kamu bebas mau ke mana saja. Tapi, aku jarang melihat kamu datang ke taman. Karena kamu tidak suka dengan taman, bukan? Jadi, kamu datang ke sini pasti punya niat lain. Makanya aku tanya."
Mila langsung mendengus kesal.
"Mama minta kamu siap-siap. Nanti malam akan ada perwakilan keluarga Wijaya yang datang buat lihat kamu. Kata mama, dandan yang cantik."
Setelah berucap kata-kata itu, Mila langsung memutar tubuh. Bersiap-siap untuk pergi meninggalkan Jesi. Namun, langkah kakinya toba-tiba tertahan.
"Oh iya, pakai pakaian yang sudah bibi antar kan ke kamar kamu. Jangan banyak membantah, karena kamu tidak boleh membuat mama malu." Mila berucap lagi dengan nada yang tegas.
"Aku tahu. Kalian tenang saja. Aku tidak akan mempermalukan kalian semua."
Mila tidak menjawab apa yang Jesi katakan. Dia langsung saja meninggalkan Jesi dengan cepat. Sementara itu, Jesi yang semakin tertekan, memilih menghempaskan bokongnya di atas tanah. Tepatnya, di atas rerumputan hijau yang tubuh indah di taman tersebut.
.....
Seperti yang Mila katakan. Malam harinya, perwakilan dari keluarga Wijaya datang. Itu adalah kepala pelayan dari keluarga Wijaya. Datang untuk membicarakan soal pernikahan antara Jesika dengan tuan muda mereka.
"Maaf sebelumnya, Nyonya Emily. Kami terpaksa mengatakan kalau pernikahan ini akan diadakan sesederhana mungkin. Karena nyonya juga tahu apa alasannya, bukan? Tuan muda kami tidak bisa berada di tengah-tengah keramaian. Maka dari itu, pernikahan ini tidak akan ada yang namanya resepsi atau perayaan apapun."
"Oh, kalo soal itu, kami tidak akan keberatan, pak Dimas. Kami terima dengan senang hati. Karena kami sangat mengerti dengan keadaan tuan muda kalian." Emily berucap tenang seperti tidak ada beban.
Bukan seperti, tapi memang tidak ada. Karena yang akan dia nikahkan bukan putri kandungnya. Hanya anak angkat yang tidak ada artinya buat Emily. Maka dari itu, mau ada atau tidak adanya resepsi, itu tidaklah penting buat dia.
"Ah, syukurlah kalau nyonya mengerti. Oh iya, untuk hal selanjutnya, nyonya bisa urus dengan asisten tuan besar. Karena saya hanya ditugaskan untuk membahas soal ini saja."
"Baiklah. Saya akan datangi asisten tuan Bima besok."
Obrolan malam itupun langsung berakhir dengan lancar. Kepala pelayan itu cukup terkesan dengan Jesika. Selain cantik, sikap dan sopan santu yang Jesi tunjukkan juga cukup membekas. Sehingga kepala pelayan itu langsung terkesan walau hanya pertama kali bertemu.
.....
Tidak ada persiapan apapun. Tidak seperti pernikahan pada umumnya yang sangat meriah. Karena pernikahan ini hanya mengikat janji saja. Tanpa dihadiri oleh pasangan prianya. Pernikahan itupun dinyatakan sah oleh yang berwajib.
Jesika pun langsung dibawa pulang ke kediaman Wijaya yang sangat megah oleh kepala pelayan yang bertugas mengurus semuanya. Tanpa membawa satu pakaian pun dari rumahnya, Jesika datang ke rumah itu dengan langkah berat.
Seperti orang linglung, Jesika berjalan mengikuti langkah kepala pelayan dengan lambat. Saat memasuki pintu utama, hawa aneh langsung menyapa tubuh Jesika.
Tentu saja ada hawa aneh. Karena itu baru pertama kalinya dia datang ke tempat tersebut. Rumah besar nan megah. Tapi seperti tidak punya penghuni saja. Senyap sepi, bak istana tua yang sudah lama di tinggalkan pemiliknya.