"Haiii, Ganteng. Lagi joging, ya?" sapa Agatha setelah berada di depan Elvano. Kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Senyuman lebar tersungging di bibir manisnya.
Elvano berdecak malas, "Menurut, lo? Udah tahu, masih aja nanya."
Selain dingin dan tidak pandai berekspresi, mulut Elvano juga sedikit tajam. Membuat siapa pun yang mendengar ucapannya merasa sakit hati.
"Galak banget," cibir Agatha.
***
Ketika secercah cahaya datang menghangatkan hati yang telah lama membeku. Akankah mereka dapat bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacang Kulit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 - Merepotkan
"Kantin, yok!"
"Duluan aja, gue mau ke toilet."
Farhan mengangguk, kemudian menyeret Lucky menuju kantin. Sedangkan Elvano bergegas menuju toilet.
Ketika Elvano berada di depan toilet, dia melihat Agatha yang sedang bersandar pada dinding dengan mata terpejam. Wajahnya terlihat sangat pucat.
Kebetulan letak kamar mandi siswa dan siswi bersebelahan. Karena itu Elvano bertemu dengan Agatha yang kebetulan juga ada di toilet.
Elvano mengernyit, merasa ada yang tidak beres pada Agatha. Apa gadis itu sedang sakit?
Kenapa juga gue harus peduli?
Elvano merutuk dalam hati. Benar, mengapa harus peduli? Toh mereka bukan siapa-siapa.
Elvano berniat masuk ke dalam toilet tetapi urung karena mendengar suara seperti benda jatuh.
Braakk
Agatha pingsan.
Elvano membelalakkan matanya. Terlalu terkejut melihat tubuh Agatha yang tergeletak di atas lantai. Dengan segera, Elvano berlari menghampiri Agatha.
Elvano berjongkok, mencoba menepuk pipi Agatha pelan.
"Tha?"
Ngrepotin aja!
Elvano menghela napas pelan. Sepertinya dia harus menggendong Agatha menuju UKS. Ingat, Elvano terpaksa melakukan ini.
Sesampainya di UKS, Elvano meletakkan tubuh Agatha perlahan di atas ranjang. Kebetulan Bu Tina juga sedang berada di UKS. Beliau sempat terkejut melihat Agatha yang pingsan di dalam gendongan Elvano.
"Loh, itu Agatha kenapa?"
"Pingsan," jawab Elvano singkat.
"Saya tau," jengkel Bu Tina. "Maksudnya kenapa bisa pingsan?" Guru muda itu tidak heran mengapa Elvano berbicara sangat singkat. Di sekolah, Elvano memang terkenal sebagai siswa yang dingin dan tidak banyak bicara.
"Saya gak tau, Bu."
"Yasudah, tolong ambilkan minyak kayu putih. Kamu beliin teh anget juga ya buat Agatha. Biar Ibu yang jaga Agatha."
"Iya." Elvano berlalu meninggalkan UKS. Sangat merepotkan.
...***...
Sekitar setengah jam kemudian, Agatha mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, tubuhnya juga sangat lemas. Gadis itu mengedarkan pandangannya, di mana dia?
"Kamu udah bangun?"
Suara Bu Tina membuat Agatha menoleh.
"Saya kenapa, Bu?"
"Kamu pingsan, gara-gara saya hukum, ya?" Bu Tina meringis, mungkin dia terlalu keras memberikan hukuman sampai anak didiknya pingsan seperti ini.
Agatha tersenyum tipis, "Saya lemes banget, Bu. Boleh izin gak ikut pelajaran?"
"Yasudah, sekarang kamu istirahat saja. Ini ada teh sama makanan." Bu Tina berdiri, bersiap untuk pergi.
"Makasih, Bu." Agatha mengangguk sopan pada Bu Tina.
"Saya pergi dulu."
Setelah Bu Tina pergi, hanya ada keheningan. Agatha menghela napas. Kepalanya masih saja berdenyut. Perutnya juga lapar. Gadis itu menatap makanan yang ada di atas meja.
"Tumben Bu Tina baik, ngasih makanan ke gue?" gumam Agatha. Mungkin karena Bu Tina merasa bersalah telah membuatnya pingsan, walaupun sebenarnya bukan salah Bu Tina.
Agatha bangkit dari posisi berbaringnya. Dia segera mengambil bungkusan roti yang tergeletak di atas meja. Ia pun meminum teh hangat terlebih dahulu untuk melegakan tenggorokannya yang kering.
Ketika sedang sibuk memakan makanannya, suara teriakan seseorang membuatnya terkejut. Alhasil Agatha terbatuk-batuk karena tersedak.
"AGATHA!"
"Uhuk-uhuk."
"Eh, ini minum dulu."
Agatha meminum segelas teh yang disodorkan oleh Chacha.
"Bisa gak sih, gak usah ngagetin?" kesal Agatha.
"Ya, maaf. Gue tuh terlalu khawatir. Lo kok bisa pingsan? Lo gak sarapan? Kenapa bisa dihukum? Telat pasti! Tumben banget bisa telat, biasanya kan lo rajin? Tha, jawab dong. Kok diem sih?" tanya Chacha menggebu-gebu.
"Aduh, Cha. Kepala gue pusing banget. Nanya satu-satu bisa gak?" Agatha memijat pelipisnya
Chacha meringis meminta maaf, gadis itu sangat khawatir mendengar kabar Agatha pingsan. Sebelumnya, ini tidak pernah terjadi. Karena itu cepat-cepat Chacha pergi ke UKS setelah Bu Tina mengatakan bahwa Agatha tidak bisa mengikuti Jam pelajaran berikutnya karena sakit.
"Lo kenapa dihukum?"
"Gue telat."
"Terus kenapa bisa pingsan? Lo belum sarapan?"
"Belum, gak sempet. Cuma makan roti aja tadi."
"Astaga, lo tuh harus inget sarapan. Udah tau punya maag. Lain kali jangan sampai lupa sarapan," omel Chacha.
"Iya, bawel. Ini gue makan." Agatha menunjuk roti yang sedang dia makan.
Chacha mendengus, yang dia maksud adalah makan nasi, bukan hanya roti. Mana kenyang kalau hanya memakan roti?
"Lo pingsan di mana?"
"Di mana ya?" Agatha mencoba mengingat-ingat di mana terakhir kali dia berada. Seingatnya, setelah bel istirahat berbunyi, dia berlari ke toilet untuk membasuh wajahnya yang terasa panas.
"Di depan toilet kalau gak salah."
"Yang bawa lo ke sini siapa?"
"Mana gue tau! Pas udah sadar tiba-tiba udah di sini. Tadi ada Bu Tina juga." Agatha tidak terlalu mempermasalahkan siapa yang membawanya kemari.
"Paling Bu Tina minta tolong anak PMR." tebak Chacha.
"Iya, kali. Gue gak peduli. Gue mau tidur lagi, lo ke kelas aja sana!" Agatha kembali berbaring.
"Males, gue temenin lo aja."
"Bilang aja mau bolos," cibir Agatha.
"Itu tau." Chacha tersenyum lebar. Selagi ada kesempatan, mengapa harus disia-siakan?
"Dasar!"
...***...
Andai Aga tau kalau dia di gendong El, pasti jingkrak-jingkrak.
Thor buat part 2nya dong, suka bnget soalnya Sma ni cs