Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana pagi
Suasana pagi hari yang masih dingin membuat sebagian orang enggan meninggalkan selimut. Bahkan suara ayam jago yang berkokok pun tak bisa mengusik kehangatan di atas pulau kapuk. Namun tidak dengan Anesha yang sudah berkutat dengan peralatan dapur.
Kompor dua tungku sudah menyala dengan panci yang berisi sayur sop di salah satu tungku dan ayam yang sudah terendam minyak panas ditungku sebelahnya.
Jika pagi hari adalah waktu terbaik untuk berolahraga mencari keringat, maka Nesha tak perlu olahraga, karena suasana dapur yang pengap sudah membuatnya berkeringat bahkan mampu membakar lemak sisa makan malam kemarin.
Begitu sarapan sudah tersaji di meja makan, ia akan segera menyapu seluruh ruangan. Sebelum semua orang terbangun, seluruh pekerjaan harus selesai.
Pukul 06.15 terdengar suara pintu kamar Rumi, sang ibu, terbuka. Pintu kayu itu berderit karena engselnya yang sudah rapuh.
"Ibu mau saya buatkan teh?" Tanya Nesha yang baru selesai mandi.
"Iya", jawab Bu Rumi singkat disertai menguap. Lalu ia pergi ke kamar mandi.
Mendengar jawaban sang Ibu, Nesha segera pergi ke dapur untuk membuat teh untuk ibunya dan juga kopi untuk ayahnya, Pak Edi.
"Kamu kalau capek nggak usah masak ya nggak apa-apa, Nes", ucap Pak Edi yang melihat Nesha masih di dapur.
Nesha menoleh ke sumber suara. "Nesha nggak capek kok, Pak. Kalau Nesha nggak masak, nanti Nesha juga nggak bisa bawa bekel, dong", jawabnya sambil mengaduk teh dan kopi bergantian.
"Ini Pak, kopinya". Nesha menyodorkan secangkir kopi di hadapan Pak Edi.
Melihat putri sulungnya bekerja keras, membuat hati Pak Edi terenyuh. Pasalnya Nesha tumbuh dengan sifat mandiri dan rajin. Sehingga ia tampak tumbuh menjadi perempuan yang kuat.
"Bu, ini tehnya", ucap Nesha sambil meletakkan segelas teh di meja makan.
"Iya, Nes. Taruh saja, nanti kalau udah anget ibu minum", jawab Bu Rumi yang kembali masuk kamar.
Pintu kamar Anisha terbuka. Menampakkan wajahnya yang masih mengantuk. Dengan langkah malas, perempuan yang terpaut usia tiga tahun dengan Anesha itu berjalan ke kamar mandi.
"Udah mau jam tujuh kok kamu baru bangun, Nis?" Tanya Nesha sambil melirik jam di dinding.
"Serah aku lah!" Jawaban ketus Nisha sudah menjadi makanan sehari-hari Nesha.
"Kalau ditanya mbakmu jawab yang baik dong, Nis", ucap Pak Edi dengan lembut.
"Iya", jawaban singkat Nisha mengakhiri percakapan pagi yang canggung.
Pukul 07.10 semua sudah berkumpul untuk sarapan, kecuali Nisha. Ia masih sibuk memoles wajahnya yang glowing di depan cermin. Mematut dirinya yang memakai seragam berkali-kali. Sambil berputar ke kanan dan ke kiri. Memastikan penampilannya paripurna.
"Bu, Nisha itu tolong dibilangin, kalau bangun sedikit lebih pagi. Biar berangkat kerja nggak mepet waktu", saran Pak Edi.
Mendengar ucapan suaminya, Bu Rumi bukannya mengiyakan, ia malah berdecak sambil memutar bola matanya.
Pak Edi yang sudah terbiasa dengan sikap istrinya itu hanya bisa tersenyum.
Tak lama kemudian, Nisha keluar dengan memakai seragam batik karena hari ini hari jumat. Perusahaan tempatnya bekerja mewajibkan berbatik setiap hari jumat.
Ia memutar badanya bak balerina di depan semua orang yang ada di meja makan. "Gimana bagus nggak? Nisha cantik, kan?" Ia berharap semua orang memujinya.
Melihat Nisha yang berdandan cantik, membuat Bu Rumi bertepuk tangan sambil tersenyum kegirangan. Pak Edi pun turut tersenyum melihat tingkah anak bungsunya.
"Kamu kok diem aja? Nggak suka lihat aku cantik, ya?" Cecar Nisha pada kakaknya yang sedang menikmati sarapan di depannya.
"Iya, Nis, kamu cantik banget kok!" Nesha memasang senyum karir, kemudian kembali menikmati makanannya.
"Kamu diem aja pasti iri, kan? Aku dapat kerja bagus gaji UMR. Sedangkan kamu cuma jaga toko!" Sindir Nisha sambil merapikan bajunya.
"Nggak kok. Biasa aja", jawab Nesha datar. Hal itu semakin membuat Nisha kesal. Pasalnya ia ingin terlihat mencolok di mata Nesha, tapi kakaknya itu selalu biasa-biasa saja. Sehingga rasa dengki muncul setiap melihat Nesha.
"Udah-udah. Ayo cepetan sarapan. Jangan sampai kamu telat ngantor", ajak Pak Edi sambil menepuk kursi di sebelahnya.
Dengan muka cemberut, Nisha duduk dan menyantap sarapannya. Sesekali, ia melirik kearah Nesha, lalu ia dongkol sendiri. Padahal Nesha hanya diam saja. Tapi menurut Nisha, aura Nesha itu sangat berbeda sehingga diam-diam ia merasa iri.
Setelah sarapan, Nesha pamit berangkat kerja. "Pak, Bu, Nesha berangkat kerja dulu". Ia mencium tangan ayah dan ibunya dengan takzim.
Selama lima tahun ini, Nesha bekerja di toko Ci Fani yang ada di ruko jalan besar. Toko yang menjual perlengkapan bayi dan baju anak-anak itu juga berjualan secara online di platform jual beli online. Dan Nesha adalah karyawan bagian packing atau terkadang ia yang mengantar pesanan COD.
Hanya dengan menempuh perjalanan sepuluh menit jalan kaki, ia sudah sampai. Jam kerja yang mulai pukul delapan, namun sepuluh menit sebelum mulai, semua karyawan yang terdiri dari tujuh orang itu sudah harus menyiapkan alat tempur masing-masing bagian.
Nesha yang merupakan bagian packing terdiri dari tiga orang, sudah menyiapkan resi yang sudah dicetak kemarin, lakban, plastik, dan kardus. Ratusan resi cetak sudah siap menanti. Belum resi yang tercetak hari ini.
Disisi lain, Nisha sudah melesat ke kantor menggunakan motor scoopy yang baru ia cicil selama tujuh bulan. Dulu ia selalu naik angkot atau diantar Pak Edi. Namun setelah hampir setahun bekerja, ia memutuskan mengambil cicilan motor. Nesha dan Pak Edi menasehati agar ia menabung lebih dulu daripada mencicil, takutnya ia yang kerja dengan sistem kontrak itu bisa berhenti sewaktu-waktu apalagi dengan gaji UMR. Namun seperti anak kecil ia merengek pada Bu Rumi. Dan akhirnya si ibu menuruti permintaan Nisha untuk mencicil motor dengan tenggat waktu tiga tahun.
Sekitar dua puluh menit, Nisha sampai di sebuah perusahaan bernama PT. Bumi Laut Jaya (BLJ). Sebuah perusahaan yang mengeskpor hasil laut dalam berbagai macam olahan. Ia ditempatkan di bagian administrasi gudang yang mengolah data keluar-masuk barang.
"Hati-hati ya sayang kalau kerja", balas Nisha pada Fandi, kekasihnya.
Fandi adalah seorang pemilik bengkel dan showroom motor bekas. Dia juga memiliki usaha distro. Pekerjaan Fandi pun menjadi sesuatu yang di bangga-banggakan oleh Nisha.
Menurut Nisha, Fandi adalah pemuda hebat yang mau merintis usahanya dari bawah. Padahal Nisha pun tahu kalau semua usaha kekasihnya itu dimodali oleh papanya yang seorang manajer di perusahaan yang sama dengan Nisha. Beliau lah yang merekomendasikan nama Nisha pada Tim HRD alias jalur orang dalam.