Deg, Alea tertegun ketika melihat dokter baru diapotek tempatnya bekerja. Yang diperkenalkan anak bosnya. Wajahnya mengingatkan akan cinta pertamanya diwaktu SMA yang pergi tanpa kabar selama delapan tahun.
Wajah yang sama tapi nama yang berbeda. Apa Alea sudah salah mengenal orang. Dia sangat yakin kalau dokter didepannya adalah
orang yang dulu teman sakaligus orang yang dia cintai. Tidak ada beda sedikitpun dari wajahnya.
Namanya dokter Haikal Fernanda. Dokter spesialis penyakit dalam yang baru datang dari kota. Dia hanya menatap dingin ke semua karyawan ketika memperkenalkan diri. Tanpa melihat sedikitpun ke arah Alea.
Mengapa dia tidak mengenali Alea?
Apa lamanya waktu berpisah membuatnya melupakan Alea?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dia Mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part#10
Alea sampai diapotik. Wajahnya masih terlihat lelah. Namun dia harus semangat mengingat ayahnya memerlukan obat rutin dan semua kebutuhan mereka bergantung padanya.
''Pagi semua'' sapa Alea kepada semua karyawan apotek yang sedang menunggu apotek dibuka. Ternyata kunci apotek dibawa oleh Tristan tadi malam. Biasannya Dewi yang bawa kunci karna Tristan jarang berada disana sampai apotek tutup.
''Kenapa apotek belum buka?'' tanya Alea heran apalagi sudah jam delapan lewat.
''Kunci dibawa Tristan. Tadi dia bilang kalau kunci sudah dititip sama Tasya dan dia sedang dijalan kesini. Tapi sampai sekarang belum juga sampai'' jawab Dewi.
''Trus gimana dokter ganteng keluar kak?'' tanya Dini. Dia asisten apoteker yang baru.
''Didalam apotek ada kunci cadangan. Dia bisa membuka pintu dari dalam'' jawab Dewi.
Saat mereka masih mengobrol. Terdengar pintu apotek terbuka. Nampak Haikal keluar dengan pakaian sudah rapi untuk pergi kerumah sakit. Tidak ada senyum yang menghiasi bibirnya hanya wajah dingin dan angkuh saja yang terlihat. Semua karyawan cewek menatap kagum kepadanya. Hanya Alea yang langsung masuk kedalam apotek tanpa memperdulikan Haikal.
''Hei kamu'' panggil Haikal. Alea memberhentikan langkahnya.
''Ada apa dok?'' tanyanya dingin juga.
''Gak jadi'' jawab Haikal cuek sambil berjalan kearah mobilnya.
''Apa-apaan sih dia'' gumam Alea mengrenyitkan keninganya.
''Aduh mak oi, Dokternya ganteng sekali. Seperti melihat oppa-oppa korea. Jarang-jarang loh kita melihat orang seganteng itu didaerah kita'' ucap Dini kagum sambil memegang kedua pipinya.
''Iya, tapi galaknya juga minta ampun. Lagi pula kita tidak boleh menyukainya. Kalau kamu tidak mau jadi musuh kak Tasya'' jawab Santi.
''Biarpun galak kalau dia mau sama aku, ya gak apa-apa. Itung-itung memperbaiki keturunan'' jawab Dini pede.
''Haha, mimpi jangan ketinggian. Mana mungkin seorang dokter mau dengan karyawan seperti kita. Dia pasti mencari calon istri yang setara dengannya. Seperti kak Tasya. Kamu itu kebanyakan nonton drama korea. Hingga halunya tingkat dewa'' ledek Santi. Semua orang tertawa. Dini hanya tersenyum malu.
Semua karyawan cewek membicarakan tentang Haikal. Alea langsung saja naik kelantai dua. Walaupun hatinya juga mengagumi Haikal yang dipikirannya adalah Hainal. Tapi Alea tidak mau memperlihatkannya. Apalagi setelah menunggu dalam waktu yang lama dan bertemu kembali. Tapi semuanya sangat jauh berbeda dari apa yang diingat Alea.
''Bagaimana masalah kemaren kak?'' tanya Novi disaat mereka sedang membersihkan ruangan.
''Ya Allah kakak lupa jemput paket ke loket Travel. Ntar kakak ceritain. Kakak pergi dulu ya'' jawab Alea mengambil tas dan kunci motornya terus berlari menuruni tangga.
Alea segera melajukan motornya kearah loket travel untuk mengambil paket obat yang dikirim kemaren.
Haikal baru saja keluar dari tempat sarapan ketika melihat motor Alea lewat.
''Kemana lagi dia? Tiap pagi selalu saja pergi keluar'' gumam Haikal. Lalu dia masuk kedalam mobil untuk pergi kerumah sakit.
Tidak beberapa lama Alea kembali keapotek.
''Kamu dari mana Lea?'' tanya Dewi saat melihat Alea masuk apotek.
''Dari loket travel kak. Menjemput obat yang aku pesan kemaren'' jawab Alea.
''Obat dokter Haikal?'' tanya Dewi.
''Iya, ini obatnya'' jawab Alea tersenyum.
''Ya Allah Lea, bagaimana kamu bisa memesan obat tersebut. Padahal kemaren hari sudah sore. Kakak pikir pasti perusahaan sudah tutup dan kamu tidak akan bisa memesan obat'' ucap Dewi kagum sekaligus senang.
''Ya ini buktinya bisa kak.. Aku sudah berjanji obat yang diresepkan dokter Haikal ada hari ini. Daripada nanti dia marah lagi. Bagaimanapun caranya aku harus bisa menyediakan obat ini'' jawab Alea.
''Hanya kamu yang bisa melakukannya. Kamu memang yang terbaik'' puji Dewi.
Alea hanya tersenyum. Dia kemudian pamit naik kelantai dua. Sampai di lantai dua Alea langsung mengecek apa saja obat yang akan dipesannya sama sales.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh namun Tristan belum juga datang. Alea beberapa kali menelponnya. Karna giro untuk pembayaran faktur pembelian sama Tristan. Ternyata Tristan sedang dirumah sakit mengantar mamanya periksa. Dia menyuruh Alea menjemput Giro kerumah sakit. Mau tidak mau Alea terpaksa menjemputnya.
Alea sampai dirumah sakit. Setelah mengatakan dimana Tristan berada Alea pergi ketempatnya. Alea sudah sering kerumah sakit selain mengantar obat. Dia juga sering mengantar ayahnya pergi kontrol rutin bulanan sehingga sudah hafal sebagian besar lokasi rumah sakit.
''Alea'' panggi seseorang.
''Dokter Nanda'' sapa Alea tersenyum.
''Kamu sedang apa dirumah sakit?'' tanya Nanda. Dia dokter muda spesialis bedah. Wajahnya tidak kalah dari Haikal. Hanya saja dia lebih rendah dari Haikal. Alea kenal dengannya karna sering bertemu dirumah sakit.
''Mau bertemu bang Tristan. Dia sedang membawa buk Mirna chek up'' jawab Alea.
''Oo, ya udah. Sampai jumpa lagi. Kapan-kapan kita bisa makan malam bersama?'' goda Nanda.
Alea hanya tersenyum. Dia pamit untuk pergi ketempat Tristan. Waktunya tidak banyak karna sales sebentar lagi akan datang.
Saat Alea mengobrol dengan Dokter Nanda. Haikal yang sedang keluar dari ruangannya tidak sengaja melihat mereka.
''Dia ada dimana-mana. Apa dia suka pergi keluar dijam kerja'' gumam Haikal.
''Awas kalau obat yang kemaren kosong hari ini kosong juga'' gumamnya lagi sedikit geram.
Alea bertemu dengan Tristan di depan ruang dokter spesialis mata. Setelah menyerahkan giro Alea langsung kembali ke apotek. Ketika akan keluar rumah sakit. Alea melihat mata para perawat melihat kagum kepada Haikal yang sedang berjalan dilorong rumah sakit.
''Emang susah kalau tampang kelewat ganteng. Dimana-mana mata cewek melihatnya. Tapi dia hanya memasang wajah dingin tanpa tersenyum sedikitpun sama para perawat itu. Apa segitu mahalnya harga senyuman seorang dokter'' ucap Alea masih berjalan menuju parkir motor.
''Tapi bang Hainal yang aku kenal sangat ramah dan mudah senyum sama semua orang. Aduh kenapa aku masih baper juga. Dia sendiri tidak peduli'' umpat Alea diatas motor sambil memukul kepalanya. Orang dijalan yang melihat menatap Alea heran.
''Gara si dokter songong aku jadi malu. Mana terus kepikiran'' gumam Alea melajukan motornya dengan cepat.
Sampai diapotek Alea sudah ditunggu beberapa orang sales. Mereka sangat senang melihat Alea datang. Alea menyuruh satu persatu sales keruangannya untuk mengambil orderan dan giro pembayaran faktur yang akan jatuh tempo.
Tak terasa sudah jam setengah lima sore. Alea dan yang lain bersiap-siap untuk pulang. Hari ini sungguh melelahkan.
Haikal mulai meresepkan obat yang kemaren kosong. Dia ingin melihat alasan apalagi yang akan dikatakan Alea kalau obat itu masih kosong. Karna Haikal yakin obat tersebut tidak akan mungkin datang hari ini. Mengingat pengiriman dari kota hanya berangkat satu kali sehari. Dia penasaran bagaimana reaksi Alea ketika dia marah lagi.
Tapi setelah beberapa resep tidak ada satupun karyawan apotek yang datang keruangnya. Haikal jadi heran dan bertanya-tanya kenapa tidak ada yang datang untuk meminta persetujuannya menganti obat yang diresepkan. Dia masih menunggu ketika seseorang masuk kedalam ruangannya. Wajah Haikal berubah cerah.