Murni, seorang biarawati yang sedang cuti karena ingin menyembuhkan jiwa setelah terganggu mimpi-mimpi buruk yang terus berdatangan, menerima pesan aneh di ponselnya -suara paniknya sendiri yang membuatnya penasaran. Ia mengikuti petunjuk yang membawanya ke sebuah warung makan tua yang hanya buka saat malam.
Di warung itu ia bertemu dengan Mahanta, seorang juru masak pendiam yang misterius. Namun warung itu bukan warung biasa. Pelanggannya adalah jiwa-jiwa yang belum bisa pergi, dan menu makanannya bisa menenangkan roh atau mengirimnya ke dalam kegelapan. Murni perlahan terseret dalam dunia antara hidup dan mati. Ia mulai melihat masa lalu yang bukan miliknya. Meskipun Mahanta tampaknya menyimpan rahasia gelap tentang siapa dirinya dan siapa Murni sesungguhnya, pria itu bungkam. Sampai cinta yang semestinya dilarang oleh langit dan neraka merayap hadir dan mengungkapkan segalanya.
L'oubli (B. Perancis): keadaan tidak menyadari atau tidak sadar akan apa yang sedang terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Season 1 ; Bab 17 - Makna Cinta
Murni kembali ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi Maya. Kali ini ia datang sendiri. Suster Maria mengizinkannya karena mempertimbangkan bahwa Maya sendiri tampak lebih bersedia terbuka kepada Murni.
“Ini juga bisa membantumu membuat keputusan. Melakukan pekerjaan kerasulan dan pelayanan umat seperti ini. Semoga kegundahan hatimu segera terhapus. Mungkin ini salah satu cara Tuhan mengingatkan kau untuk kembali.” Suster Maria berkata bijak.
Murni mengangguk. “Aku harap begitu. Permisi Suster.”
Meskipun sudah mulai mempertimbangkan untuk kembali ke biara, Murni belum bulat sepenuhnya. Masih ada yang mengganjal di hatinya. Sebuah rasa bersalah… rasa tidak patut.
Dulu, di hatinya tidak ada apa pun selain Tuhan. Kini, ia merasa sebagian tempat di sana telah diisi oleh… Mahanta.
Bahkan bukan hanya di hatinya, melainkan di pikirannya juga. Karena itu ia merasa seolah telah mengkhianati Tuhan.
Tiba di rumah sakit, Murni membuka pintu ruangan yang ditempati Maya. Maya menempati kamar kelas 1 yang seharusnya berisi dua orang. Untungnya, ranjang rumah sakit di sebelah tidak dihuni siapa pun, sehingga mereka leluasa bicara.
Murni melihat Bernadette sedang menemani sambil memegang tangan putrinya. Ibu dan anak itu tampak bercakap-cakap, sesekali tangan Maya menghapus air mata ibunya.
“Sudah Ma, jangan menangis lagi. Maya minta maaf sudah bikin Mama sedih. Ini tidak akan terjadi lagi, Maya sudah bertekad tidak akan pernah meninggalkan Mama, kecuali Tuhan sendiri yang memanggil Maya pulang. Senyum dong, Mama paling cantik kalau tersenyum.”
Murni tersenyum haru melihat adegan itu. Sungguh luar biasa, gadis itu lebih dewasa dari remaja kebanyakan. Dan ternyata ia sangat kuat, berani bangkit tanpa bantuan siapa pun. Itu kesadaran yang datang sendiri.
“Selamat pagi, Ibu Bernadette. Hai Maya, bagaimana kondisimu hari ini?” Murni melangkah mendekat.
“Eh… Suster Murni,” Bernadette bangkit dari tempat duduk, menghapus sisa air mata di pipinya dan mengulurkan tangan. “Selamat pagi. Sendirian, Suster?”
Murni mengangguk mengiyakan, sementara Maya melemparkan senyum. “Aku sudah jauh lebih baik. Kata dokter paling dua tiga hari lagi sudah boleh pulang.”
“Syukurlah, Suster senang mendengarnya.” Murni duduk di ujung tempat tidur.
“Ma, boleh gak aku bicara sama Suster berdua?” Maya bicara pada Bernadette.
“Tentu saja boleh, sayang. Mama ke bawah aja cari camilan ya?” Maya mengangguk. “Mari Suster, ditinggal dulu.” Bernadette meraih tas tangannya.
“Silakan, Bu.” Murni mengantar Bernadette ke pintu, lalu kembali menghampiri tempat tidur Maya.
“Apa kata dokter, gadis pejuang?” Murni tersenyum lebar.
Maya ikut tersenyum. “Kemarin perutku sudah dikuras bersih. Tinggal mengganti cairan tubuh dengan infus. Makanya aku masih harus tinggal dua tiga hari lagi.”
“Suster melihat kamu sudah bisa menghibur Mama. Kamu benar-benar kuat.” Murni mengacungkan kedua ibu jari pada gadis itu.
“Iya, aku harus kuat. Coba kalau aku betul-betul mati, kasihan Mama…” Maya agak menerawang.
“Huss!” Murni menjawil hidungnya. “Tidak boleh bicara begitu, nanti Mama sedih.”
“Iya enggak kok, kan cuma sama Suster.” Maya telah kembali ceria, seolah peristiwa kemarin tidak pernah terjadi. “Eh tapi Suster, sebetulnya aku bisa kembali kan karena mengikuti Suster.”
“Tidak. Itu karena kamu sendiri yang memutuskan untuk kembali.”
“Sebenarnya… masih ada yang aku tidak mengerti.”
“Apa?” Murni mengernyitkan kening.
“Yang aku tahu, dulu cerita cinta Mama dengan Papa itu tidak mudah. Kakek tidak setuju Mama pacaran dengan Papa. Mereka menentang segalanya untuk bersama. Mengapa cinta yang diperjuangkan bisa ternodai?”
“Hm… kalau itu… Suster tidak bisa menjawab. Kalau dalam kitab suci, dikatakan bahwa kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak sombong, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain…” Murni menghela napas.
“Tapi cinta... sebenarnya Suster bukan orang yang tepat untuk bicara ini. Tapi menurut teori, cinta kan ada beberapa jenis. Ada cinta persahabatan, cinta platonis, cinta agape, cinta romantis. Mungkin… salah satu dari jenis cinta itu ada yang bisa habis? Meskipun awalnya diperjuangkan?” Murni menjawab retoris, karena tidak yakin akan perkataannya sendiri.
Maya mengangguk-angguk. “Masuk akal. Aku jadi ingat sebelum jadian sama Anton, aku senang tiap kali berdekatan sama dia, selalu deg-degan, selalu cari-cari alasan untuk ketemu, baru pulang udah kangen pengen ketemu lagi. Tapi setelah jadian beberapa lama, kayak udah terbiasa, udah gak ada deg-degan, rasanya jadi kayak teman.”
Begitukah? Diam-diam Murni mencatat di dalam hatinya.
“Tapi kamu tetap sedih waktu kehilangan dia kan?”
“Sedih banget, Suster. Bukan cuma sedih, rasanya jantungku sakit sekali, kayak setengah hatiku ikut pergi. Jalan aja rasanya melayang. Tiba-tiba aku merasa sendiri. Dalam keadaan seperti itu, aku pulang terus mendengar Papa sama Mama berantem hebat, jadinya… ah sudahlah, aku gak mau mikirin itu lagi!” Maya menggelengkan kepala kuat-kuat.
“Oh ya, baru terpikir, kok dari kemarin Suster gak lihat Pak David?” Murni bertanya hati-hati.
Maya menggeleng, “Aku gak tahu waktu aku gak sadar. Tapi Mama bilang, dia yang melarang Papa datang. Untuk apa, toh dia gak sayang sama aku.”
Murni menggenggam tangan Maya. “Tapi Maya, itu tidak boleh meninggalkan kepahitan di hatimu ya? Berusahalah untuk memaafkan. Memaafkan Papa, dan terutama… memaafkan dirimu sendiri.”
—
Pembicaraan dengan Maya terngiang-ngiang di telinga Murni. Tanpa sengaja tadi mereka membahas tentang cinta. Bagaimana rasa ketika itu baru tumbuh, bagaimana ketika itu mulai menjadi biasa, bagaimana ketika telah pudar.
Meskipun telah menginjak usia dua puluh empat, Murni belum pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Tentu saja. Ia hanya mencintai Tuhan. Tapi itu jenis cinta yang lain. Itu cinta agape. Itu kasih yang digambarkan dalam kitab suci.
Lalu bagaimana dengan cinta romantis?
“Selalu deg-degan, selalu cari-cari alasan untuk ketemu, baru pulang udah kangen pengen ketemu lagi.”
Begitu kata Maya tadi.
Jadi kalau ingin ketemu lagi itu namanya kangen.
Sambil berjalan sepanjang lorong rumah sakit, Murni menelaah hatinya sendiri. Dan terkejut ketika tiba-tiba sadar, bahwa…
Ia juga merasakan itu semua terhadap… Mahanta!
Murni mempercepat langkah, tidak pulang ke kamar sewaannya, melainkan pergi ke warung internet. Kebetulan hari ini ia tidak mengenakan seragam.
Ia duduk di depan komputer dengan jantung bertalu-talu.
Mengetik…
‘Bagaimana mengetahui cinta’
Ia membaca hasil yang ditampilkan di layar.
'Cinta adalah sebuah rasa yang kompleks. Itu subjektif, sehingga berbeda-beda pada tiap orang. Tetapi beberapa hal yang umum adalah: ingin menghabiskan banyak waktu dengannya. Hati berdebar-debar ketika berdekatan dengannya. Pipi terasa panas, tangan terasa dingin. Memikirkannya ketika tidak bersamanya. Mengutamakan kesejahteraan dan kebahagiaannya dan tidak keberatan mengorbankan kebahagiaanmu sendiri.'
Murni terhenyak, menatap tulisan di layar monitor dengan horor. Jari-jemarinya bahkan mencengkeram tetikus dengan erat.
Ternyata benar yang dikatakan Maya.
Apakah itu berarti… ia sedang jatuh cinta pada Mahanta?
kesedihan ,bebannya pindah ke murni ?
🤔
apakah jiwa nya blm kembali ke asal
masih gentayangan
tapi kebanyakan semakin di larang semakin penasaran