Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Memang untuk mata orang awam, Yuan dan Ellen tampak pergi berdua. Orang sekitar tidak tahu bahwa ada beberapa ajudan yang memantau bahkan berpura-pura menjadi pembeli.
Dante, di tugaskan mengawal dari jarak aman karena Johan sibuk mengurus beberapa perkerjaan. Mereka sengaja tidak menunjukkan pengawalan ketat untuk menjaga mental Ellen agar tidak merasa tertekan.
Ellen menunjuk sebuah depot nasi goreng yang letakkan cukup dekat. Sesuai janji, dia makan di tempat yang letaknya paling dekat walaupun hanya rumah makan sederhana. Yuan sempat mempertanyakan apakah Ellen benar-benar yakin makan di tempat tersebut atau mencari restoran lain? Namun Ellen berkata membenci tempat makan semacam restoran mewah.
Tentu saja keputusan itu sangat memberatkan Yuan yang tidak pernah menginjakkan kaki ke restoran apalagi depot kecil. Tapi demi Ellen, nyatanya dia menuruti permintaan tersebut bahkan duduk menemani.
"Serius kamu tidak pesan Kak?" Tanya Ellen memastikan.
"Kamu saja Baby." Aroma bumbu yang memuakkan!! Umpat Yuan dalam hati.
"Oh berarti sepiring berdua." Yuan menoleh dengan wajah panik begitupun Dante yang paham bagaimana selera makan Tuannya.
"Aku tidak lapar."
"Porsi nasinya terlalu banyak." Lihat apa dia bisa menolak? Maaf Kak Yu. Aku berubah menjadi jahat karena tidak mau lagi merasakan kekecewaan. Jika memang kamu tidak seberapa mencintai, akupun tidak akan menjatuhkan hati.
"Bilang pada pedagang nya untuk mengurangi porsi."
"Nanti pedagangnya malah bingung Kak." Tolak Ellen.
"Tinggal buang separuhnya, akan ku bayar penuh atau lima kali lipat."
"Wah sudah datang. Terimakasih ya Pak."
"Sama-sama Non."
Bagi Ellen sajian di hadapannya menggugah selera. Meski depot kecil, tempat dan cara penyajiannya sangat bersih.
"Rasanya lumayan Kak Yu. Cobalah." Sengaja sekali Ellen menawarkan hal yang sangat Yuan benci. Dia ingin tahu sebesar apa rasa sabar Yuan dalam menyikapi sikapnya. Bukankah terlalu singkat? Namun nyatanya Ellen tidak peduli.
"Aku tidak lapar Baby. Habiskan biar nanti kamu kenyang."
"Oh ya sudah. Maaf." Ellen hendak menurunkan tangan yang akan menyuapi. Tiba-tiba dengan gerakan cepat, Yuan meraih pergelangan tangan Ellen lalu memasukkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya. Awal yang baik. Manis sekali. Lelaki itu mana mungkin mau mengalah.
"Hanya satu, aku benar-benar tidak lapar." Tutur Yuan berusaha menelan makanan tanpa mengunyahnya. Memuakkan! Ini tidak enak dan tidak higienis.
Dante yang melihat pemandangan itu terkekeh dalam hati. Rasanya ingin cepat-cepat dia mengabarkan kegiatan Yuan pada Johan, tapi tugas kali ini harus berjalan sempurna.
Jauh sekali cinta merubah Tuan Yu. Batin Dante.
"Aku paham alasannya Kak." Ucap Ellen seraya makan. Ternyata kejahilannya belum berhenti.
"Alasan apa?"
"Karena makanan ini sudah bekas ku." Jawab Ellen.
Yuan menatap kesal piring nasi goreng seraya menghembuskan nafas berat. Ingin menolak tapi dia sangat takut membuat Ellen marah.
Bukan dia yang menyebalkan tapi tukang nasi gorengnya! Kalau masih belajar memasak, kenapa jualan!!! Umpat Yuan dalam hati. Batin nya tengah berperang memilih acuh atau menjaga perasaan Ellen.
"Bicara apa Baby. Sekalipun kamu muntah di mulutku akan ku makan." Sontak jawaban tersebut mengalihkan perhatian sekitar. Terdengar menjijikkan tapi Yuan tidak perduli. Keberuntungan jika mereka pergi gara-gara perkataannya." Berikan padaku." Imbuh Yuan menunjuk mulut.
"Terdengar sangat manis." Ellen memasukkan satu suapan penuh hingga membuat mata Yuan melebar saat menelan nya. Ahahaha, astaga aku jahat sekali. Batin Ellen." Di kunyah dulu Kak." Lanjutnya.
"Tidak ada bedanya, asalkan masuk perut." Rasanya aneh sekali. Yuan mengambil satu air mineral dan meneguknya separuh.
"Aku ingin setiap hari seperti ini." Tanpa rasa bersalah, Ellen menunjukkan senyuman manis. Hal itu semakin membutakan mata hati Yuan.
"Makan di sini?" Sekalipun kamu menyuruhku makan sampah ya sudah. Asalkan aku bisa menikmati senyuman itu.
Seperti yang Johan tebak, perasaan Yuan pada Ellen pasti sangatlah besar. Sejarah hidup Yuan dan Almarhum Ayahnya memang sangat bertolak belakang. Dulu sebelum melabuhkan hati ke Istrinya, Almarhum Ayah Yuan sempet bergerilya singgah ke hati banyak wanita. Tapi sejak bertemu sosok Istrinya, kebiasaan itu musnah dan tergantikan dengan kesetiaan yang teramat kuat.
"Makan berdua. Aku melakukannya satu hari sekali." Tidak jauh dari kebiasaan Yuan, Ellen pun jarang makan semenjak Paula hadir di hidupnya.
"Bukannya tiga kali sehari?"
"Hum aku sering lupa karena tidak lapar." Yuan menghela nafas panjang.
"Akan ku ingatkan." Jawab Yuan cepat namun lirih.
"Tidak perlu Kak, nanti malah menyusahkan. Aku tahu kok kamu benci makan." Ellen kembali memaksa Yuan menerima suapan nya.
"Oh jadi sudah tahu?"
"Hum dari Mbok Lela."
"Kamu mengerjai ku?"
"Tidak sepenuhnya benar." Jawab Ellen seraya mengunyah." Makan sendiri itu tidak enak. Lebih menyenangkan jika berdua tapi bukan bersama-sama. Hanya kita, tidak perlu ada orang lain." Imbuhnya. Tidak secara langsung Ellen membicarakan tentang kepahitan yang di rasakan pada masa lalunya.
Ellen memilih tidak makan daripada harus duduk bersama Paula. Saat perutnya sudah tidak sanggup menahan lapar, Ellen baru makan tepatnya di malam hari.
Awalnya memang berat. Terkadang perut Ellen merasa nyeri tapi lambat laun keterpaksaan itu menjadi kebiasaan sampai sekarang.
"Kamu mengingat nya?"
"Mengingat dua wanita itu? Si perebut dan mantan mertua ku?!" Ellen tertawa kecil namun ekspresinya menunjukkan kekecewaan berat." Sekarang mereka berdua pasti merayakan kemenangan terutama si perebut. Mereka juga saling membutuhkan Kak, yang satu ingin segera menimang cucu sementara si perebut bisa hamil. Itu kenapa sudah lama aku ingin di singkirkan. Aku mau pergi tapi lelaki sialan itu mengikat ku sampai aku sulit bernafas! Jahat sekali kan mereka." Ellen menggeser piringnya yang masih tersisa separuh.
"Mau kemana? Itu belum habis." Tegur Yuan.
"Sudah kenyang."
"Kita habiskan bersama." Aku tidak mengerti kenapa lelaki itu berbuat sejahat itu? Sejak semalam aku bahkan tidak bisa berpaling darinya apalagi sampai menghadirkan orang lain demi sebuah anak! "Tidak ada orang lain, aku berjanji." Yuan memaksa Ellen untuk duduk lagi." Mama sudah meninggal sementara wanita di rumah hanya kamu dan Mbok Lela. Kamu bisa leluasa melakukan apapun." Imbuh Yuan. Tangannya menggeser piring dan kini dia yang memaksa Ellen makan.
"Ini baru awal Kak. Pasti perasaan mu sedang menggebu-gebu."
"Entahlah. Aku tidak bisa berkomentar banyak sebab aku memang baru pertama menjalin hubungan. Tapi aku benci semua wanita kecuali kamu." Jawab Yuan. Untuk menenangkan hati Ellen dia rela makan secara bergantian.
"Hahahaha, padahal ketampanan mu bisa di manfaatkan." Sindir Ellen. Dia tidak tahu bahkan sudah ada tiga nyawa melayang hanya untuk sebuah pembuktian.
"Wajar, aku lelaki, pasti tampan." Yuan tidak pernah berfikir sejauh yang Ellen katakan meskipun sejak dulu dia sadar bahwa parasnya sangatlah tampan. Johan bahkan sering mengolok-olok ketampanan Yuan yang tidak berguna." Kau suka Baby?" Imbuh Yuan bertanya.
"Tampan?"
"Hum."
"Suka." Jawab Ellen singkat.
"Sudah kamu miliki sepenuhnya."
"Apa benar?"
"Benar. Aku pantang berbohong. Aku hanya mencintaimu, now and forever." Tutur Yuan tanpa ragu sedikitpun.
Satu perbedaan kini bisa Ellen rasakan. Dulu saat bersama David, sosok itu tidak pernah sekalipun mengakui rasa di tempat umum. Pengungkapan cinta hanya di lakukan saat mereka sedang berdua itupun jarang di katakan. Alasannya karena mereka sama-sama sudah dewasa dan berstatus menikah. Menurutnya pengungkapan rasa hanyalah pekerjaan konyol.
"Hum baik."
"Sebentar." Yuan beranjak dari tempat duduknya menuju ke kasir depot untuk membayar.
Setelah selesai, otomatis Yuan memutar tubuhnya dan hendak berjalan menghampiri Ellen. Namun langkahnya seketika terhenti ketika sebuah pemandangan mengoyak emosi terlihat jelas.
Seorang lelaki yang duduk di belakang mereka, tampak memotret Ellen secara diam-diam. Kulit putih Ellen tentu menyita perhatian sekitar di tambah dengan parasnya yang mengemaskan.
Kesempurnaan itu menjadi incaran para lelaki cabul. Potret korban nantinya bisa di jadikan bahan fantasi liar nya.
Manik Ellen melebar saat Yuan berjalan melewatinya. Bersamaan dengan itu, terdengar suara gaduh. Ellen menoleh, terlihat sebuah meja terjungkal hingga isi di atasnya berceceran di lantai.
"Berikan ponselnya atau tangan mu patah!" Ancam Yuan memegang erat pergelangan tangan si lelaki.
"Apa masalah mu? Ini ponsel ku."
"Kau memotret Istriku secara diam-diam. Kau pikir aku bodoh!!!"
Mimik wajah si lelaki berubah panik sebab beberapa potret sudah tersimpan di ponselnya. Si lelaki bahkan sempat memvideokan isi dress bawah Ellen.
"Wajah wanita itu sudah tersebar di berbagai situs. Aku memotret nya karena ingin membuktikan. Ternyata dia wanita yang menjajakan diri..."
Kraaaakk.. Terdengar suara tulang patah di ikuti teriakan histeris. Yuan mengambil paksa ponsel lalu memeriksanya. Wajahnya kian murka saat mendapati banyaknya potret yang tersimpan. Tanpa perduli pada keadaan sekitar, Yuan menginjak ponsel sampai remuk. Tak lupa memory card di ambil lalu di patahkan.
"Dia mematahkan tangan ku, agh!! Sakit!" Teriaknya.
Tentu saja tatapan sinis kini mengarah pada Yuan karena bukti belum sempat di tunjukkan. Yuan tidak perduli bahkan berniat menghabisi nyawa si lelaki. Sebelum semuanya tersorot publik. Dante, berdiri sebagai sosok yang berpura-pura membela si lelaki.
"Biar saya atasi." Sahut Dante sambil memberi isyarat pada Yuan.
"Ambil gambar atau tangan kalian akan patah!!!" Tegur Yuan pada beberapa orang yang hendak memotret dirinya.
Beberapa anak buah terlihat muncul lalu mengambil satu persatu ponsel. Mereka balik mengancam kalau sampai ada seseorang yang menyebarkan potret Yuan.
"Ini negara hukum Pak, biar saya atasi. Setelah mengantarkan korban visum, nanti saya antarkan ke kantor polisi." Tutur Dante menetralkan situasi.
"Berarti mereka temanmu?" Menunjuk beberapa anak buah Yuan.
"Tuan ini tidak sepenuhnya salah, itu kenapa kami membela. Memangnya kalian mau foto pasangan kalian di jadikan bahan fantasi lelaki gila semacam dia!" Menunjuk ke si lelaki yang masih menggerang kesakitan." Saya akan dampingi Kakak itu." Menunjuk ke Dante.
"Untuk ganti rugi." Yuan meletakkan satu bandel uang.
"Terlalu banyak..."
"Ambil sebagai dan bagikan pada mereka untuk uang tutup mulut." Jawab Yuan.
"Wah terimakasih Kak." Hanya dengan uang tutup mulut yang tidak seberapa sudah bisa mengatasi masalah.
"Hum. Ayo Baby." Yuan berhenti saat tiba di samping Dante." Bawa ke markas." Bisik nya sebelum melangkah pergi.
Ellen malah tersenyum simpul seraya menggenggam erat lengan Yuan. Bukannya takut, dia malah kagum pada cara Yuan membela nya meski terlihat mengerikan.
🌹🌹🌹