Mengandung konflik 21+ harap bijaklah dalam memilih bacaan!
Ketika kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan, saat itu pula wanita akan berubah menjadi mengerikan. Karena sejatinya perempuan bukanlah makhluk lemah.
Begitu pula dengan Jesslyn Light, kehilangan janin dalam kandungan akibat orang ketiga membangunkan sisi lain dalam dirinya. Hingga dia memilih untuk membalas perbuatan suaminya dan meninggalkannya, tanpa menoleh sedikit pun.
Dia lantas pindah ke negara lain, hingga bertemu dengan Nicholas Bannerick dan menemukan fakta pembantaian keluarganya demi kepentingan seseorang.
Bagaimanakah Jesslyn menjalani hidupnya yang penuh dengan misteri?
Mampukah dia membalaskan dendam?
WARNING!!! 21+++
INI BUKAN CERITA ROMANSA WANITA
TAPI KEHIDUPAN SEORANG WANITA YANG MENGUASAI DUNIA MAFIA.
MENGANDUNG BANYAK PSYCOPATH YANG MEMERLUKAN KESEHATAN MENTAL KUAT SEBELUM MEMBACANYA.
JADI JANGAN CARI BAWANG DI SINI!!!
KARENA BANYAK MENGANDUNG ADEGAN ACTION.
Bab awal akan Author revisi secara bertahap agar penulisannya lebih rapi. Namun, tidak mengubah makna dan alur di cerita.
Karya ini hanya fiktif belaka yang dibuat atas imajinasi Author, segala kesamaan latar, tempat, dan tokoh murni karena ketidaksengajaan. Harap dimaklumi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rissa audy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Asing
Hari berganti hari, minggu pun berganti bulan kondisi pemulihan Jessi semakin membaik, sudah diperbolehkan untuk beraktivitas ringan seperti biasa, sedangkan aktivitas berat masih belum diizinkan.
"Jess, ayo lihat lokasi restoran baru kita!"
Jessi yang saat itu tengah memakan roti langsung beranjak. "Ayo cepat!" Wanita itu dengan sangat antusias menarik tangan Jane. "Nenek kami pergi dulu."
"Ya, berhati-hatilah."
Untuk transportasi mereka, Jane membeli sebuah mobil Ford Gt berwarna silver, sedangkan Jessi memilih motor Ducati Panigale v4 berwarna putih untuk dia gunakan nantinya.
Mereka melaju membelah jalan yang mereka lalui dengan menggunakan mobil. Jessi ingin kehidupan barunya tidak lagi bergantung pada lelaki, dia akan mandiri dengan memanfaatkan apa yang sudah mereka miliki.
Setibanya di lokasi mereka melihat-lihat proses berdirinya calon sumber uang mereka. Jessi akan membangun sebuah restoran baru yang berkonsep Fine Dinning, hanya diperuntukkan orang- orang kalangan elite saja.
Dengan santapan lebih dari sekadar memesan dan mengantarkan makanan. Banyak layanan makan yang baik termasuk, mengawasi pengunjung ke meja, memegang kursi untuk wanita, mengganti serbet jika tamu meninggalkan meja dan lain sebagainya.
Restoran ini memiliki desain khusus, dekorasi unik, furnitur berkualitas tinggi. Layanan lengkap dengan makanan khusus ditawarkan kepada kelompok pelanggan.
Koki dipilih berdasarkan kemapuan bukan ketenarannya, mereka memilih koki-koki muda yang bertalenta juga juru masak profesional yang sudah meninggalkan karirnya dan memiliki cara khusus untuk setiap masakannya.
Semua pelayan dilatih secara ketat. Mereka harus dapat menjawab semua pertanyaan pelanggan tentang menu atau barang atau anggur. Mereka juga harus siap membuat rekomendasi menu jika diminta.
Sebagian besar pelanggannyaya adalah tamu setia. Lebih mudah mempertahankan pelanggan yang sudah ada dari pada menemukan yang baru.
Elemen pencahayaan restoran juga halus, condong ke arah redup menambah suasana romantis. Ditambah alunan musik jazz yang di putar mencerminkan tema restoran, bergaya modern. Diperlukan reservasi tempat/meja sebelum dapat memesan makanan di restoran ini.
"Wohoo, Jane memang yang terbaik, ini lebih menguntungkan dari pada restoran sebelumnya." Jessi terlihat sangat antusias melihat restoran baru mereka. Kepuasan terlihat jelas di wajahnya yang begitu berseri.
"Apa pun yang kau inginkan, Jes. Aku hanya membuatnya sesuai keinginanmu."
"Jane, apa kau sudah membeli bukit yang aku minta itu?" Jessi melirik tajam ke arah Jane, sampai sekarang dia belum mendengar tentang kejelasan hal itu.
"Sudah, terserah mau kau buat apa? Asal jangan kamu gunakan untuk bunuh diri saja!"
"Ayo kita ke sana, Jane!"
"Mau apa?"
"Tentu saja melihat-lihat kondisi di sekitar sana, ayo cepat ... cepat!" Jessi menarik-narik tangan Jane, memaksa seperti anak kecil agar kakaknya mau menurutinya.
"Ya ya ya, kau ini sudah dewasa masih saja seperti anak kecil yang mengajak ke taman bermain." Jane menggelengkan kepalanya melihat tingkah adiknya, tetapi senyumnya mengembang mengamati hal tersebut. Baginya, kebahagiaan Jessi adalah prioritas.
"Aku memang akan mengajakmu bermain!" Jessi memperlihatkan senyum manis khas ketika dia ingin meminta sesuatu.
"Firasat burukku berkata kau akan menyusahkanku lagi."
"Tentu saja, itulah gunanya dirimu!"
Mereka bergegas pergi menuju bukit yang dimaksud. Setibanya di sana Jessi melihat-lihat kondisi lahan yang masih asri, tenang dan hijau dengan pohon-pohon yang masih banyak berdiri kokoh.
Jane dan Jessi berjalan mengelilingi bukit itu bersama-sama. "Jane aku ingin membuat markas."
"Markas?" Jane mengernyitkan dahinya memastikan ucapan Jessi, dia belum pernah mendengar hobi adiknya yang begitu ekstrim.
Jessi hanya mengangguk. "Aku ingin markas besar di sini, dengan mansion di atas tanah dan ruang penyiksaan yang luas di bawahnya."
"Untuk apa markas?"
"Tentu saja untuk tempatku bermain." Jessi berjalan mundur dengan senyum mengembang di wajahnya. Lalu, menunjuk suatu sudut bukit. "Aku juga ingin kasino terbesar di sana."
"Kau ingin membangun kasino? Lalu, siapa yang akan menjalankannya?" Jane membentak Jessi dengan kesal. Mereka bahkan baru saja membuka restoran, tetapi adiknya sudah mengajaknya merambat ke bisnis yang lainnya.
"Tentu saja, Janeku tersayang." Jessi merangkul lengan kakaknya, lantas merayu dengan ekspresi yang dibuat seimut mungkin. "Aku hanya ingin rebahan sambil menghabiskan uang, Kakak!"
"Kau menjijikkan seperti itu! Menjauh dariku, kamu ini benar-benar adik yang yang merepotkan!" Jane mendorong wajah adiknya lantas berlalu pergi meninggalkan Jessi.
Namun, Jessi langsung mengejarnya.
"Ayolah, Jane kau itukan kakakku yang terbaik."
"Teruslah berkata menjijikkan sampai mulutmu itu berbusa!"
"Kau memang perempuan kejam, Jane." Jessi menghentikan langkahnya, kemudian menghentakkan kakinya di tanah.
Hingga tak lama kemudian, terdengar suara sebuah ranting terinjak mengejutkan Jane. "Siapa di sana?" Jane berteriak sambil mengeluarkan pistolnya.
"Keluarlah! sebelum Kakakku membunuhmu!" Jessi dengan santai memainkan kuku jarinya.
Sebenarnya dia sudah mengetahui jika ada orang lain di sini, tetapi dia membiarkannya. Jessi ingin melihat lebih dulu apa yang akan di lakukan orang tersebut?
Jane hanya mengernyit melihat Jessi. Beberapa saat kemudian, seorang pemuda tampan tidak terawat terlihat keluar dari persembunyiannya. Dia mengangkat ke atas kedua tangannya.
"Siapa kamu?" Mata jeli Jane memindai orang tersebut. Terlihat cukup tampan, tapi untuk apa di sini.
"Sa—saya Mario." Pemuda tersebut gugup menjawab pertanyaan Jane karena wanita itu menodongkan pistol ke arahnya.
"Kau bukan orang dari negara ini?"
"Saya berasal dari negara K."
Jane mengernyitkan dahinya melihat orang asing di negara ini. "Kenapa kau bisa ada di sini?"
"Apa kalian orang baik?" tanya Mario.
"Di dunia ini tak ada hidup untuk orang baik. Akan tetapi, sepertinya aku paham apa yang kau alami," ujar Jessi.
"Ya, aku dan adikku kabur dari perdagangan manusia." Mario menundukkan kepalanya mengatakan hal tersebut.
Jane menurunkan pistolnya melihat tidak ada indikasi bahaya dari pria tersebut. "Lalu, di mana adikmu?"
"Dia sedang demam di sana." Mario menunjuk sebuah pohon besar yang letaknya tidak jauh dari posisi mereka sekarang.
"Kami berada di sini tiga hari karena dia sedang sakit, dan aku ingin mencari pertolongan, secara tidak sengaja mendengar kalian datang tadi."
"Di mana adikmu ayo bawa dia pergi dari sini?" ajak Jessi.
"Apa kalian akan benar-benar menolongku?"
"Tidak, aku akan menganggapnya sebagai utang." Jessi berkata sambil tersenyum jahil.
"Sudah ayo cepat tunjukan! Kau mau melihat adikmu mati di sini!" Jessi membentaknya karena dia tak bergeming dari posisinya.
Mario berbalik, mereka berjalan ke sebuah pohon besar. Terlihat di balik pohon itu seorang gadis tidak terawat berwajah pucat bersandar lemah pada pohon.
Jessi menyentuh dahi gadis itu dengan punggung tangannya, panas sekali, wajahnya juga meremang akibat demam.
"Angkat dia ke mobil, kita bawa pulang!"
Jane tidak keberatan akan hal itu, Mario lekas menggendong adikknya ke mobil. Mereka lalu melaju kembali ke rumah, Jessi menghubungi Dokter Hendrik yang biasa mengecek perkembangan kondisinya selama di sini.
Setibanya di rumah nenek yang melihat cucu-cucunya membawa orang asing yang seperti tengah kesusahan pun mendekat.
"Ada apa ini?" tanya Nenek Amber.
"Nenek, tadi aku memungut orang di jalan, Nek." Jessi menjawab neneknya dengan senyum di wajahnya. "Antarkan mereka ke kamarku, Jane!"
"Nenek, bisa tolong siapkan makanan untuk mereka!"
"Ya, tunggulah sebentar!" Nenek Amber lalu melangkahkan kakinya pergi ke dapur.
Setelah beberapa saat dokter pun sampai.
Dia langsung mendekat ke arah Jessi melihat kondisinya. "Kau tidak apa-apa?"
"Bukan aku, tapi orang lain."
Mereka melangkah ke dalam kamar, terlihat seorang gadis terbaring lemah. Segera Dokter Hendrick memeriksa kondisinya.
"Bagaimana keadaan adikku, Dok?" tanya Mario.
"Apa adikmu punya penyakit bawaan?" tanya Dokter Hendrick.
"Ya dia memiliki jantung yang lemah sejak kecil."
"Aku akan memasangkan infus padanya, kondisinya seperti ini mungkin karena terkejut dan sepertinya kalian hidup di luar, tubuhnya tidak terbiasa dengan itu," jelas Dokter Hendrik
Mario hanya menunduk mendengar penjelasan dokter, memang benar mereka tidak terbiasa hidup di alam liar. Dia merasa bersalah kepada adiknya karena belum dapat menjaganya dengan baik.
To Be Continue..