Setelah tau jika dia bukan putri kandung Varen Andreas, Lea Amara tidak merasa kecewa maupun sedih. Akan tetapi sebaliknya, dia justru bahagia karena dengan begitu tidak ada penghalang untuk dia bisa memilikinya lebih dari sekedar seorang ayah.
Perasaannya mungkin dianggap tak wajar karena mencintai sosok pria yang telah merawatnya dari bayi, dan membesarkan nya dengan segenap kasih sayang. Tapi itu lah kenyataan yang tak bisa dielak. Dia mencintainya tanpa syarat, tanpa mengenal usia, waktu, maupun statusnya sebagai seorang anak.
Mampukah Lea menaklukan hati Varen Andreas yang membeku dan menolak keras cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCD 31
Clara tentu tak terima atas apa yang Lea lakukan padanya. Menamparnya sama hal nya dengan mempermalukan dirinya di depan orang lain.
Saat Lea berbalik setelah memperingatinya, Clara mencoba menyerang Lea. Tapi Lea yang menyadari hal itu secepat kilat menghindar, dan berhasil memelintir tangan Clara ke belakang.
Clara menjerit karena merasakan sensasi seperti patah tulang.
Kedua teman Clara terbelalak. Mereka terlihat terkejut juga khawatir. Akan tetapi, kedua gadis itu tak berani berbuat apa-apa untuk menolong Clara. Karena wajah Lea terlihat sangat mengerikan di mata mereka.
"Kalian kenapa diam saja? cepat tolong aku !!"
Lea langsung menyorot tajam ke arah gadis itu sebelum keduanya mendekat karena perintah Clara yang sok bossy. Dia berkata pada mereka dengan nada penuh penekanan." Berani kalian ikut campur maka kalian akan berurusan denganku. Dan aku pastikan hidup kalian tidak akan tenang."
Kedua gadis itu tercengang, kemudian saling tatap seakan berbicara lewat isyarat sorot matanya masing-masing.
"Sorry, Clara. Kami tidak mau ikut campur." Selanjutnya, kedua gadis itu langsung pergi meninggalkan Clara.
"Awas kalian !!!" teriak Clara yang marah pada kedua gadis itu yang kabur itu.
Lea tersenyum mengejek." Kasihan. Jangan kamu pikir kamu bisa mengendalikan semua orang, Clara. Karena kamu itu bukan seorang penguasa melainkan hanya orang yang sok berkuasa."
Lea dengan leluasa menindas Clara. Kini dia menarik rambutnya dengan geram.
Akan tetapi, Clara ternyata masih cukup punya nyali untuk melawan. Kakinya yang dibungkus dengan high heel setinggi tujuh senti itu dia gunakan sebagai senjata terakhirnya.
"Rasakan kau..."
Mata Lea membola menahan sakit. Meski kakinya terbungkus sepatu, Lea bisa merasakan sakitnya diinjak sepatu Clara yang lancipnya seperti paku.
Saat Lea reflek melepaskan tangan Clara, di saat itulah Clara berkesempatan menyerang Lea. Hingga terjadilah perkelahian hebat antara kedua belah pihak.
"Hei hentikan !!!"
Lea dan Clara reflek terdiam begitu mendengar suara menggema di lorong tersebut.
Tatapan keduanya melihat pada segerombolan orang-orang yang datang menghampiri mereka.
Nafas keduanya terengah-engah imbas dari perkelahian tersebut. Penampilan keduanya pun cukup miris. Rambut terlihat acak-acakan tak berbentuk. Pakaian yang nempel di badan mereka tampak kusut seperti tak disetrika. Bahkan ada robekan panjang di bawah dress Clara ulah Lea.
Ternyata ada yang melapor pertengkaran Lea dan Clara. Hingga datang seorang keamanan kampus. Tak hanya seorang keamanan, ada beberapa mahasiswi lainnya termasuk Vania dan Mia yang turut menghampiri keributan itu. Namun keduanya hanya tercengang tak berkomentar apapun.
Keributan yang terjadi itu cepat sekali menyebar sampai ke penjuru kampus. Hingga terendus oleh pihak tinggi di kampus tersebut yaitu dekan.
Kemudian, Lea dan Clara digiring ke ruangan dekan untuk di adili.
Clara memberi alasan bohong pada sang dekan. Dia mengatakan jika asal muasal keributan ini terjadi karena Lea duluan yang memulai. Lea mencoba menganiaya dirinya, dan dia hanya membela diri.
Tapi hal itu di bantah langsung oleh Lea. Lea mengatakan hal sebenarnya tanpa di kurangi atau di lebihkan. Bagaimana Clara memfitnah dirinya sebagai sugar baby, lalu dia menamparnya untuk memberi pelajaran, dan Clara hendak memukul dirinya saat dia akan pergi, dia hanya membela diri.
Karena kedua belah pihak merasa paling benar, tak ada saksi mata, dan tak ada rekaman cctv karena di tempat kejadian memang tak terjangkau oleh cctv. Sang dekan memberi dua pilihan sebagai hukuman untuk Lea dan Clara.
"Apapun alasan kalian tetap tidak di benarkan dan salah. Tingkah kalian itu sangat memalukan. Kalian tau. Pertengkaran kalian itu merusak reputasi kampus ini? bagaimana jika pertengkaran kalian menyebar sampai keluar hingga pelosok negeri ini? Siapa yang akan rugi. Selain pihak kampus tentu kalian juga akan merasa rugi. Oleh karena itu saya kasih dua pilihan untuk kalian. Kalian mau saya skorsing selama satu minggu penuh atau memanggil orang tua kalian untuk datang menghadap saya?"
'What?'
'Hukuman macam apa ini?'
'Masa iya dia yang tak salah harus menerima skorsing selama satu minggu'
'Dan apa tadi? memangil orang tua dan itu artinya dia harus memberitahu masalah ini pada daddy?'
Lea bertanya-tanya pada dirinya sendiri karena dia cukup shock dan merasa keberatan mendengar keputusan dekan kampus.
"Maaf, pak. Orang tua saya sedang di luar negeri dan baru kemarin perginya. Masa iya harus balik lagi hanya untuk mengurusi hal sepele."
Lea melihat pada Clara yang tengah berbicara dan tersenyum miring. Dia meyakini jika Clara sedang mencari alasan agar orang tuanya tak datang.
Dari balik kaca matanya yang tebal, sorot mata sang dekan menatap kesal pada Clara." Hal sepele kata mu?"
Clara langsung diam dan menunduk. Nyalinya mendadak menciut melihat sorot mata dekan yang seakan ingin memakannya bulat-bulat.
"Ini bukan hal sepele anda tau? tapi ini masalah yang cukup besar. Oleh karena itu, orang tua anda harus tau hal ini agar kelak mereka tidak menyalahkan keputusan kami."
Clara hanya diam.
"Kalau kamu tidak mau memanggil orang tua mu berarti kamu setuju untuk menerima skorsing selama satu minggu. Itu artinya kamu bersedia untuk tidak mengikuti ujian semester tahun ini. Bagaimana?"
Clara langsung mengangkat kepala nya dan menggeleng tak setuju." Saya tidak mau."
"Kalau kamu tidak mau berarti kamu menyetujui keputusan yang kedua dong."
"Sudah saya katakan orang tua saya sedang berada di luar negeri."
Dekan tampak diam berpikir sejenak, lalu berkata," begini saja. Jika orang tua anda tidak bisa hadir. Anda boleh memanggil saudara anda. Seperti paman atau bibi sebagai wali."
Setelah berpikir sejenak, Clara menyetujui dan langsung menghubungi seseorang.
Lea bisa mendengar rayuan manja Clara pada seseorang yang entah siapa di ponselnya. Tapi jika didengar dengan seksama, gadis itu menyebut nama paman. Apa itu artinya Clara menghubungi paman nya?
Lea langsung berpikir andai saja dia memiliki seorang paman mungkin dia pun akan menghubungi paman nya itu. Tapi sayangnya, jangankan paman, orang tua kandung saja dia tak punya. Lea tersenyum getir membayangkan orang tuanya yang telah membuangnya ke panti asuhan.
Mengingat panti asuhan, Lea merasa dia harus mencari tau keberadaan orang tuanya lewat panti itu. Tapi di panti mana Varen mengadopsi dirinya? karena pria itu tak pernah memberi tahu alamat panti tersebut padanya dengan sebuah alasan.
"Rey, kau mau kemana?" Varen melihat Rey melintasinya dengan langkah buru-buru. Saking terburu-buru nya, Rey sampai tak melihat keberadaan Varen.
"Tuan. Kebetulan sekali." Rey mendekati Varen. Setelah berhadapan dengan Varen dia berkata," saya mau minta ijin sebentar saja. Saya harus menemui keponakan saya. Dia ada masalah di kampus nya. Saya janji tidak akan lama. Paling dua jam."
Varen mendesah kasar, tak langsung memberi keputusannya. Mengingat kata kampus, Varen jadi teringat pada Lea. Apa anak itu tadi pagi mencarinya? Apa sekarang dia sudah pergi ke kampusnya? tiga jam berlalu anak itu tak memberi kabar padanya begitu pun sebaliknya.
"Bagaimana, Tuan?"
Varen tersentak dari lamunan, dan mengusap wajahnya.
Melihat wajah tak semangat Varen dan cenderung gelisah, Rey penasaran. Dia memberanikan diri bertanya," maaf, Tuan. Saya merasa tuan sedang tidak bersemangat. Apa ada sesuatu yang_"
"Kau pergilah." Varen memotong karena tak ingin asisten nya itu banyak bicara padanya. Karena masalah yang sedang di hadapinya adalah masalah yang rumit dan sangat pribadi, dan tak perlu di bagi pada orang lain.
Rey hanya manggut-manggut. Meski dia yakin sang bos sedang ada masalah tapi pria itu memilih tak lagi bicara.
"Dan ingat. Tidak boleh lebih dari dua jam."
njamur gue thor nunggunya...😩😩