kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kacaunya Kepercayaan
Kanya kembali ke kantor Wibisono & Partners dengan tubuh terasa seperti dihantam truk dan kemenangan parsial yang menipis. Pagi itu, kantor sudah tampak lebih rapi, tetapi ketegangan masih menggantung tebal seperti kabut. Dia hanya memiliki 48 jam untuk mengubah penangguhan pembekuan aset menjadi kemenangan penuh.
Ia segera mengumpulkan timnya, yang sama lelahnya. "Tunda perayaan," perintah Kanya, suaranya serak. "Adrian (ia berhasil menahan diri untuk tidak menyebut nama itu) telah memberi kita 48 jam untuk berburu. Kita harus menemukan titik lemah legal yang digunakan The Vanguard Group untuk mengajukan mosi. Serangan mereka sangat efektif karena mereka tidak menyerang lahan, mereka menyerang dana. Artinya, basis hukum mereka tidak kuat, tapi strateginya yang licik."
Kanya menghabiskan delapan jam berikutnya dalam mode autopilot, menganalisis struktur Aether Holdings dan The Vanguard Group secara terbalik, mencari inkonsistensi dalam dokumen arbitrase mereka. Dia harus menemukan kelemahan di tubuh "hantu" ini. Tekanan dari Pak Bram dan Pak Wibisono terasa jauh, karena mereka membiarkan Kanya bekerja, tahu bahwa nasib firma berada di tangan pengacara muda yang ambisius ini.
Tepat saat matahari mulai terbenam di balik gedung-gedung Jakarta, menandai selesainya hari pertama dari 48 jam yang berharga, Kanya menerima panggilan telepon dari resepsionis kantornya.
"Maaf mengganggu, Bu Kanya. Ada kurir khusus yang baru saja mengirimkan ini untuk Anda. Kurir itu hanya bilang ini dari... 'seorang penggemar yang terkesan dengan keberanian Anda'."
Kanya mengerutkan dahi. Ia baru saja menyadari bahwa dia lupa mengunci laci tempat kotak cokelat dan sendok perak berada. "Bawa ke ruangan saya," jawab Kanya.
Kali ini, bukan kotak kayu. Kurir itu membawakan sebuah pot tanaman anggrek Dendrobium yang indah, bunganya ungu tua dan elegan—warna yang sama persis dengan dress yang Kanya kenakan saat pertemuan pertamanya dengan Adrian. Di antara akar tanaman yang terawat rapi, Kanya melihat kartu kecil.
Ia meraih kartu itu, yang tidak memiliki tanda tangan, tetapi pesannya sangat personal, bahkan mengganggu:
Saya suka bagaimana Anda membela diri di ruang sidang. Agresi Anda seksi. Tapi Anda membuang waktu 48 jam Anda dengan fokus pada Aether Holdings. Titik lemah kami jauh lebih tua, Kanya. Dan saya tahu persis di mana Anda menyimpannya.
Kanya langsung berdiri, kursi kerjanya berderit keras. Tiba-tiba, pot anggrek itu terasa berat dan memuakkan. Bagaimana Adrian tahu dia menghabiskan seluruh hari itu untuk menganalisis Aether Holdings?
Hanya ada tiga kemungkinan:
Adrian memiliki peralatan penyadap yang canggih di ruang kerjanya.
Adrian meretas sistem komunikasi internal firma.
Adrian memiliki mata-mata di antara Senior Partner atau staf yang bekerja dengannya.
Mata Kanya menyapu ruangan. Mata-mata. Kenyataan ini jauh lebih buruk daripada ciuman itu. Adrian tidak hanya mengancam karirnya, dia telah menyusup ke tempat kerjanya. Kanya merasakan serangan panik, tetapi ia segera mengubahnya menjadi kemarahan dingin. Ia meraih smartphone-nya dan mengirim pesan rahasia ke Dara:
Kanya: Stop semua info Vanguard. Ubah fokus. Cek kebocoran di Wibisono & Partners. Cari semua kontak yang berhubungan dengan Aether Holdings.
Ia tahu, jika ada mata-mata, ia tidak bisa memenangkan kasus ini dengan adil. Ia harus mengalahkan Adrian sebelum Adrian menghancurkan reputasi firma dari dalam.
Setelah menyembunyikan anggrek itu di ruangan kosong yang jarang dipakai, Kanya duduk kembali, pikiran-nya berputar cepat. Pot anggrek itu adalah pengakuan Adrian bahwa ia telah bermain curang, dan itu adalah pukulan telak ke kepercayaan Kanya pada timnya sendiri.
Ia harus segera menemukan titik lemah legal itu, titik lemah yang 'lebih tua' yang Adrian maksud. Kanya kembali pada berkas kasus Dharma Kencana dan mulai membaca lagi, kali ini mencari dokumen yang berasal dari tahun-tahun jauh ke belakang.
Pukul 23.00 malam, Kanya menemukan sesuatu. Dokumen sengketa lahan yang ia terima dari Pak Bram memiliki lampiran yang merujuk pada perjanjian pra-akuisisi lama dari 10 tahun lalu, yang ditandatangani oleh salah satu pendiri PT. Dharma Kencana yang kini sudah pensiun. Lampiran itu mencantumkan klausul sunset (kedaluwarsa) yang sangat ambigu jika pembangunan tidak dimulai dalam jangka waktu tertentu. Jika Adrian bisa membuktikan pembangunan tertunda selama 10 tahun karena masalah birokrasi, bukan karena salah kliennya, klaim sengketa lahan historis itu bisa dihidupkan kembali—dan aset bisa dibekukan secara permanen.
Adrian tidak berfokus pada masalah finansial, dia menggunakan masalah finansial sebagai pengalih perhatian agar Kanya tidak melihat bom waktu legal yang tertanam di perjanjian lama.
Tiba-tiba, email baru masuk ke ponsel Kanya. Itu bukan email kantor, melainkan pesan terenkripsi dari alamat yang tidak dikenal. Kanya tahu ini pasti dari Adrian.
Pengirim: Akan menyenangkan melihatmu berjuang di meja arbitrase, Kanya. Tapi 48 jammu tidak cukup. Kau butuh informasi yang hanya bisa kuberikan.
Aku tahu kau menemukan sunset clause itu sekarang. Kau tidak akan bisa memenangkan gugatan tanpa bukti kehendak pendiri lama PT. Dharma Kencana. Aku punya bukti itu.
Temui aku besok malam, tempat yang sama. Sendirian. Bawalah setelan abu-abu terbaikmu.
Kanya memejamkan mata. Adrian sedang menarik talinya. Dia tidak hanya menggodanya dengan Tiramisu dan cokelat; dia memancingnya dengan informasi penting yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan kasusnya. Adrian telah menciptakan jebakan sempurna:
Dia mengancam Kanya secara profesional (bukti di tangan Adrian).
Dia memaksanya melanggar etika (bertemu musuh di tengah kasus).
Dia menggodanya secara personal ("setelan abu-abu terbaikmu").
Malam itu, Kanya tidak bisa fokus lagi. Ia menatap pin yang menembus foto Adrian di papan strateginya. Ia bisa saja melaporkan pertemuan ini kepada Pak Bram dan meminta ganti pengacara, tetapi itu berarti ia mengakui kekalahan dan kehilangan peluang Partner-nya.
Kanya melihat jam. Ia hanya punya sisa waktu 30 jam. Adrian adalah musuh bebuyutannya, tetapi dia adalah satu-satunya orang di dunia yang memiliki jawaban yang bisa menyelamatkan kliennya.
Kanya menarik napas, tangannya meraih telepon. Dia tidak menelepon Dara. Dia tidak menelepon Pak Bram. Dia mengirim balasan ke alamat terenkripsi itu:
Kanya: Saya akan datang. Tapi itu adalah pertemuan negosiasi, bukan kencan. Jangan lupakan itu.
Kanya telah memutuskan untuk masuk ke sarang serigala, menyadari bahwa ia tidak bisa memenangkan pertarungan di ruang sidang jika ia tidak memenangkan pertarungan pribadi ini terlebih dahulu.