Aku pernah merasakan rindu pada seseorang dengan hanya mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagiku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hyeon Gee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Story 8
Aku harus ke Jepang hari ini karena ada dinas mendadak… Bahkan untuk kalimat itu pun tidak sedikit membuatku curiga. Sebab begitulah cara Tuhan mempersiapkan mental makhluk-Nya…15 Maret 2014
“Kenapa belum ada kabar? Dari sini ke Jepang hanya dua jam lebih perjalanan.”
“Kau baik saja?” tegur Sung Hyun, teman satu shift-nya.
“Oh! Baik. Aku hanya bingung karena kakakku bilang tadi pagi mendadak harus dinas ke Jepang tapi, sampai sore begini belum mengabari apa-apa,” sahut Seol Hee.
“Tenanglah. Minum dulu. Aku sudah buatkan teh untukmu,” ujar Sung Hyun sembari menyerahkan segelas teh panas, “kau lanjut setelah ini?” tanyanya usai Seol Hee menyeruput tehnya.
“Iya. Senior Jung ada perlu jadi, dia meminta bantuanku.”
“Apa tidak ada orang lain? Bagaimana bisa menggunakan anak magang untuk kepentingannya,” omel Sung Hyun.
“Tidak apa. Di rumah pun tidak ada yang kulakukan. Setidaknya meracik obat dan melayani resep pasien di sini sudah cukup untuk membuatku tidak terlalu memikir Kak Jun Su.”
Mendengar penjelasan gadis di sisinya, Sung Hyun hanya mengangguk dan menyeruput sedikit tehnya.
“Jadi, kau tidak dijemput Kakakmu hari ini?”
“Tidak.”
“Bagaiman kalau a…”
“Permisi. Aku di suruh mengambil obat di sini.”
“Oh, iya. Sebentar.”
Kalimat Sung Hyun seketika terputus tatkala datang seorang pasien dan langsung membuat Seol Hee beranjak dari duduknya. Ada rasa kecewa yang tampak dirautnya namun, dia hanya menghela napas sebelum akhirnya, ikut membantu Seol Hee.
“Seol Hee, kuantar kau pu…”
Lagi, kalimat Sung Hyun terputus saat sebuah mobil sedan biru berhenti di hadapan mereka dan dari kursi kemudi turun seorang berjas hitam dengan wajah yang manis.
“Aku Yoo Chi San, Tuan Ho menyuruhku menjemput Nona Cha dan mengantarnya pulang ke rumah,” ujar Chi San.
“Ho? Ho Jun Su? Ho Chang Yi?” tanya Seol Hee bingung.
“Ho Jun Su. Silahkan ikut saya,” ajak Chi San yang langsung menggandeng tangan Seol Hee.
“Tunggu. Tapi, Kak Jun…”
Segera, Chi San menghentikan langkahnya. Dia merogoh saku jas dan mengeluarkan ponselnya. Sejenak, dia mengutak-atik ponselnya dan menyambungkan pada nomor yang sangat Seol Hee kenal usai Chi San menunjukkan layarnya.
“Apa?! Sudah kukatakan jemput Seol Hee di Rumah Sakit Seoul. Dia sedang magang di sana. Nanti aku akan menghubunginya. Sekarang sedang sibuk. Aku tutup.”
Mendengar suara lantang Jun Su yang terdengar tergesa-gesa, Seol Hee hanya bisa pasrah saat menatap Chi San yang mengangkat kedua alisnya, seolah membenarkan maksud serta tujuannya.
“Ayo, pulang,” ajaknya seraya menaiki mobil usai Chi San membukakan pintu belakang, “Kak, maaf, aku duluan, ya. Selamat menikmati liburanmu.”
Senyum pahit itu terukir di wajah Sung Hyun yang hanya bisa pasrah melewatkan kepergian Seol Hee yang sempat berpamitan padanya sebelum benar-benar dibawa Chi San melaju di jalan raya Seoul.
Jam berdetak pelan dan Seol Hee yang telah terlelap di kamarnya sepulang dari berjaga seharian sama sekali tidak merasakan panggilan telepon pada pukul 11.30 malam. Tidurnya begitu tenang sampai jam menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Dia merasakan getaran ponselnya, berusaha meraba setiap inci ranjang dan mendapatinya di bawah bantal.
“Halo. Siapa?” ujarnya dengan suara serak tanpa melihat nama Sang Penelepon.
Namun, sesaat ada suara tangis yang terdengar dan membuat keningnya berkerut dengan mata tertutup.
“Halo? Siapa ini?”
Lagi, ia bertanya dengan nada meninggi tapi, kali ini dia bergegas bangun tatkala mendengar sedu suara yang ia kenal. Dilihatnya layar ponsel yang membuat kedua matanya terbuka lebar.
“Jun Su? Hei, Ho Jun Su. Apa yang terjadi? Kau kenapa? Hei!”
“Chang, Chang Yi, maafkan aku, Seol Hee. Maafkan aku. Huuu…”
Ada debaran yang begitu kencang mengetuk dadanya hingga membuat seluruh tubuhnya melemas. Seakan ada sesuatu yang ia pahami walau dia tidak mengerti apa yang terjadi dan bagaimana keadaan yang sebenarnya.
Dan, detik itu adalah mimpi buruk bagiku, Jun Su dan semua orang. Bahkan aku yang belum tahu semuanya pun masih tidak bisa menerima keputusan yang terjadi…
...🌸🌸🌸...
Bahkan matahari yang bersinar cerah hari ini pun tidak bisa menghapus mendung yang datang…
“Jangan terlalu dipikirkan. Dia hanya pacarmu.”
Mendengar bisikkan itu, Seol Hee dengan kedua mata yang bengkak pun langsung menoleh. Dilihatnya Jun Su hanya tersenyum sinis dari balik kacamata hitamnya.
“Kau menyenangi kematian adikmu?” bisiknya kesal.
Lagi, Jun Su hanya tersenyum sinis dan kemudian berbalik pergi meninggalkan pemakaman. Perlahan sunyi, hanya ada Seol Hee yang kini terduduk di hadapan makam bertuliskan, ‘Di sini telah beristirahat dengan damai, Malaikat Kami Tersayang, Ho Chang Yi.’
“Kau bahkan tidak menceritakan satu pun alasan kau memutuskan hubungan kita. Dan sekarang, kau juga mengingkari janjimu untuk menikahiku tahun depan.”
Tidak ada jawaban dan tetap sunyi. Seakan bumi ikut bersedih, detik berikutnya perlahan awan cerah itu berubah kelabu. Gelap dan sesekali hanya suara guntur yang terdengar.
“Ayo, bangun, kita pulang. Orangtuamu pasti khawatir sekarang.”
Bahkan untuk melawan Jun Su yang akhirnya kembali menghampirinya pun, dia tidak memiliki tenaga. Dalam diam, Jun Su memapahnya dan membukakan pintu mobil sebelum kemudian berlari ke kursi kemudi. Ia masuk dan memasangkan seatbelt Seol Hee lalu memasang miliknya.
“Aku tidak mau pulang. Aku tidak ingin bertemu siapapun termasuk keluargaku.”
Segera, Jun Su yang baru saja menyalakan mesin mobilnya pun menoleh dan menatap heran gadis dengan pandangan kosong di sisinya.
“Lalu?”
“Kau mau tinggalkan aku di sini pun tidak apa. Aku yakin Chang Yi juga merasa kesepian sekarang. Dia pasti kedinginan dengan hujan deras seperti ini,” celoteh Seol Hee yang kemudian mengalihkan pandangan ke luar jendela yang telah basah oleh rintik hujan.
“Haaa…”
Jun Su hanya menghela napas keras dan membuka seatbelt-nya. Dia menurunkan sandaran kursi usai melonggarkan ikatan dasinya.
“Bangunkan aku kalau kau sudah selesai,” ujarnya seraya memejam.
“Kau akan tidur dengan kacamata hitam bodoh itu?” tanya Seol Hee tanpa mengalihkan pandangan.
Namun, tidak ada jawaban, hanya ada hembusan napas pelan yang menandakan jika Jun Su benar-benar tertidur. Sejenak, ia menatap Jun Su yang telah pulas dan kembali mengalihkan pandangan pada satu makam di bawah pohon sakura yang cukup besar.
♪Jika kita dilahirkan kembali di dunia berikutnya, aku tidak akan melepaskanmu. Aku mencintaimu seperti orang gila, aku mencintaimu sampai mati…♫ (U-Kiss – Love of A Friend)
Lirik itu seakan menyadarkan Seol Hee yang terus menangis dalam diam. Lagi, dia menatap Jun Su yang masih terlelap. Ada helaan napasnya yang terdengar begitu berat. Diambilnya jas hitam Jun Su di kursi belakang dan ia selimutkan ke badannya. Pandangannya kosong menatap Jun Su yang masih ditemani kacamata hitamnya.
“Apa kau lebih terluka dariku? Sebenarnya apa yang kalian lakukan di Jepang?” bisiknya lirih, “Haaa…”
Untuk kesekian kali dia menghela napas sebelum kemudian kembali memandangi makam Ho Chang Yi.