Chen Lin, sang mantan agen rahasia, mendapati dirinya terlempar ke dalam komik kiamat zombie yang ia baca. Sialnya, ia kini adalah karakter umpan meriam yang ditakdirkan mati tragis di tangan Protagonis Wanita asli. Lebih rumit lagi, ia membawa serta adik laki-laki yang baru berusia lima tahun, yang merupakan karakter sampingan dalam komik itu.
Sistem yang seharusnya menjadi panduan malah kabur, hanya mewariskan satu hal: Sebuah Bus Tua . Bus itu ternyata adalah "System's Gift" yang bisa diubah menjadi benteng berjalan dan lahan pertanian sub-dimensi hanya dengan mengumpulkan Inti Kristal dari para zombie.
Untuk menghindari kematiannya yang sudah tertulis dan melindungi adiknya, Chen Lin memutuskan untuk mengubah takdir. Berbekal keterampilan bertahan hidup elit dan Bus System yang terus di-upgrade, ia akan meninggalkan jalur pertempuran dan menjadi pedagang makanan paling aman dan paling dicari di tengah kehancuran akhir zaman!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wen Tao
Hari ketiga sebelum kiamat.
Chen Lin terbangun karena getaran samar di lengannya. Chen Lin, yang sedang tidur sambil memeluk adiknya, Chen Wei, segera membuka mata.
Ia dengan cepat mengambil ponsel di nakas. Layar menampilkan nama kontak yang familiar 'Bibi Yan'.
Chen Lin segera duduk tegak dan menggeser tombol jawab, suaranya tetap tenang. "Halo, Bibi?"
Di ujung telepon, suara Bibi Yan terdengar bingung dan sedikit khawatir. "Lin Lin, astaga. Bibi baru saja dengar dari Pak Wang bahwa kamu menjual vila? Apakah kamu kekurangan uang, Nak? Kenapa mendadak sekali? Katakan pada Bibi, kamu dan Wei Wei di mana sekarang? Uang hasil jual vila itu cukup tidak? Kalau tidak, bilang saja, Bibi akan kirim segera."
Mendengar nada cemas itu, hati Chen Lin yang selama ini sekeras baja, terasa menghangat. Bibi Yan tidak menuntut penjelasan mengapa ia menjual aset satu-satunya, atau menghakimi keputusannya yang drastis.
Yang pertama kali ia khawatirkan hanyalah apakah keponakannya kekurangan uang. Sungguh kerugian besar bagi 'Chen Lin' sebelumnya, yang telah menyia-nyiakan perhatian tulus keluarganya demi seorang pria murahan.
Dengan suara yang lebih lembut dan meyakinkan, Chen Lin menjawab, "Terima kasih banyak, Bibi. Kami baik-baik saja dan uangnya lebih dari cukup, jangan khawatir. Kami hanya butuh perubahan suasana, jadi vila itu tidak praktis lagi."
Chen Lin menatap ke luar jendela. Hujan deras mengguyur tanpa henti, menciptakan suara gemuruh yang suram dan dingin. Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, ia sangat ingin Bibi Yan segera pulang, setidaknya ia bisa melindungi bibinya di sini.
Namun, ia tahu, kembali ke kota ini dalam waktu dekat sama saja dengan hukuman mati. Bahkan melalui telepon, Chen Lin dapat mendengar gema hujan lebat yang sama dari seberang lautan.
Chen Lin menarik napas dalam-dalam, mengambil keputusan. Sudah waktunya memberi peringatan yang tidak bisa diabaikan.
"Bibi, dengarkan aku baik-baik," suaranya merendah, bernada mendesak dan serius.
"Cuaca akhir-akhir ini sangat aneh. Apakah Bibi sempat melihat video yang viral kemarin? Banyak orang bilang itu... zombie."
Ia menjaga intonasinya tetap tenang, berharap itu terdengar seperti nasihat logis. "Benar atau tidaknya, untuk jaga-jaga saja, Bibi dan Paman segera timbun banyak persediaan di sana. Dan untuk dua hari ke depan, sebisa mungkin Bibi jangan keluar dari rumah. Apakah Bibi dengar?"
Di seberang sana, keheningan sempat terjadi selama beberapa detik yang terasa panjang. Chen Lin cemas.
Namun, tak lama kemudian, suara Bibi Yan terdengar kembali, tenang tetapi penuh penekanan, "Baiklah, Lin Lin. Kalian di sana juga hati-hati."
Setelah mengobrol sebentar dengan Chen Wei—yang dengan riang menceritakan kehidupannya sehari-hari dan mengatakan betapa ia menyukai kakaknya yang sekarang—Bibi Yan akhirnya merasa lega dan menutup telepon.
Di kediaman luar negeri, Bibi Yan (Chen You) menatap ponselnya dengan kerutan di dahi. Keponakannya sudah banyak berubah.
Kini, Chen Lin terdengar dewasa, fokus, dan perhatian. Itu adalah perubahan yang sangat bagus.
Ia juga memikirkan perkataan Chen Lin dengan serius. Ya, cuaca memang aneh; seharusnya ini adalah musim panas, tetapi hujan tak pernah berhenti sejak kemarin.
Ia berbicara dengan suaminya. Tidak ada ruginya berhati-hati. Tanpa membuang waktu, Chen You dan suaminya segera membawa mobil dan bergegas menuju pusat perbelanjaan terbesar. Mereka bertekad menimbun persediaan dalam jumlah besar, memastikan mereka aman.
Sore harinya, saat hujan sedikit reda, Chen Lin membawa adiknya untuk menjemput sepupunya, Wen Tao, di asrama.
Dari hotel tempat tinggal mereka, perjalanan dengan Bus Sistem, yang disamarkan agar terlihat seperti bus tua, membutuhkan waktu satu jam.
Wen Tao sudah berdiri di luar pagar sekolah. Ia agak bingung—kenapa ibunya meminta izin sekolah untuk acara keluarga padahal orang tuanya jelas-jelas di luar negeri?
Yang lebih aneh, ibunya berulang kali berpesan agar ia tinggal bersama sepupunya dan melindungi mereka dengan baik. Lindung dari apa?
Apakah sepupunya merampok bank dan menjadi buronan polisi?
Wen Tao menggelengkan kepala, mengusir pikiran-pikiran acaknya.
Saat itulah, ia melihat sebuah bus tua melaju dari kejauhan. Wen Tao menatap bus kuning kusam dan berkelupas dimana-mana itu dengan jijik.
Zaman sekarang masih pakai bus tua? Aduh, siapa sih yang begitu miskin? Ia terkejut ketika bus itu berhenti tepat di sebelahnya. Ia menoleh ke kiri dan kanan, tidak ada orang lain.
Matanya melebar tak percaya ketika melihat Chen Lin turun dari bus rongsokan itu.
Ia menunjuk bus tersebut, dan kata-kata pertamanya keluar tanpa filter, "Kalian jatuh miskin?!"
Chen Lin hanya berkedut. Ia memandangi sepupunya. Gen keluarga mereka memang bagus; Wen Tao terlihat tampan, walau sedikit seperti berandal jalanan.
Tingginya 179 cm, lumayan untuk anak SMA kelas satu. Rumput sekolah, pikir Chen Lin. Tapi sayang, dilihat dari first impression-nya, ia cukup bodoh.
Wen Tao, bingung dengan pandangan meremehkan dari Chen Lin, hanya bisa menatap. Bukankah situasinya terbalik?
"Saudara Wen!" panggil Chen Wei lembut.
"Yooo, Wei Wei sudah sedikit lebih tinggi dari terakhir kali," balas Wen Tao.
"Hmm, Wei Wei juga merasa seperti itu," Chen Wei mengangguk setuju.
Wen Tao kemudian menunjuk bus itu dan bertanya pelan, "Ini... bus siapa?"
Chen Wei menjawab dengan bangga, "Tentu saja ini bus kita!"
Wen Tao berkedut. Ada apa dengan nada bangga itu? Ia segera menolak, "Aku tidak mau naik. Aku akan sewa taksi."
Chen Lin tidak membuang waktu untuk berdebat. Ia tanpa basa-basi langsung menyergap lengan Wen Tao dan menyeretnya ke dalam Bus.
"Jangan buang uang sembarangan. Waktunya kita menghabiskan uang untuk berbelanja kebutuhanmu."
Wen Tao hampir protes tetapi seketika terdiam kaku. Ia terpaku melihat interior bus. Isinya sama sekali tidak sejelek luarnya—semuanya terlihat bagus. Wen Tao buru-buru melepas tangan Chen Lin, turun lagi untuk meyakinkan diri bahwa di luar itu memang bus tua, kemudian naik lagi. Ck, memang jangan pernah menilai dari sampulnya.
Kondisi bus itu tidak seperti saat Chen Lin menemukannya pertama kali. Ia baru menyadari ada fitur untuk mengubah tata letak inti dan tampilan sesuka hatinya, serta menambah furnitur. Karena baru di level 0, furnitur yang dapat diakses terbatas, Chen Lin tidak berniat membeli furnitur dari luar untuk dibawa masuk, salah satunya dia melihat furnitur pemberian sistem lebih canggih dan alasan kedua hemat uang.
Tetapi Chen Lin merasa puas dengan tampilan mobilnya yang sekarang, cocok banget untuk dia melanjutkan cita-citanya sebagai ikan asin
Bus itu kini berfungsi sebagai kapsul hibernasi mewah. Lantai bus dilapisi kayu oak berwarna terang. Dindingnya dicat dengan warna beige lembut dan dipasang lampu LED tersembunyi, memberikan kesan minimalis dan hangat.
Bagian tengah didominasi oleh sebuah sofa panjang besar yang bisa dilipat dengan bantal-bantal empuk. Di sebelahnya terdapat meja lipat sederhana dari kayu pinus, yang bisa digunakan untuk makan atau bekerja (walaupun Chen Lin jelas tidak berniat bekerja). Dan dibelakang terdapat kasur king size yang besar, bisa muat 10 orang.
Di sisi dinding, Chen Lin menempatkan sebuah lemari pendingin kecil dengan desain klasik yang estetik, dan di sampingnya, sebuah unit dapur ringkas dengan induction cooker sederhana—cukup untuk memasak makanan instan atau merebus air.
Meskipun semua furnitur yang diambil terkesan sederhana dan terbatas karena level bus masih rendah, penataan Chen Lin yang fokus pada kenyamanan maksimal dan nuansa hangat-minimalis membuatnya terlihat sangat estetik dan nyaman.
"Sudah selesai kagumnya?" tanya Chen Lin. "Sekarang, kita pergi belanja."
...****************...
Agak mirip untuk gambarnya, Jadi bayangin sendiri hehe.
jangan lupa like dan komen🤗
makasih udah up untuk hari ini👍👍👍 cerita nya bagus seru sekali cerita nya👍👍