NovelToon NovelToon
TERPAKSA MENIKAHI CEO BEJAD

TERPAKSA MENIKAHI CEO BEJAD

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cerai / CEO / Percintaan Konglomerat / Konflik etika / Balas Dendam
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Alviona Mahira berusia 15 tahun baru lulus SMP ketika dipaksa menikah dengan Daryon Arvando Prasetya (27 tahun), CEO Mandira Global yang terkenal tampan, kaya, dan memiliki reputasi sebagai playboy. Pernikahan ini hanya transaksi bisnis untuk menyelamatkan keluarga Alviona dari kebangkrutan.

Kehidupan rumah tangga Alviona adalah neraka. Siang hari, Daryon mengabaikannya dan berselingkuh terang-terangan dengan Kireina Larasati—kekasih yang seharusnya ia nikahi. Tapi malam hari, Daryon berubah menjadi monster yang menjadikan Alviona pelampiasan nafsu tanpa cinta. Tubuh Alviona diinginkan, tapi hatinya diinjak-injak.
Daryon adalah pria hyper-seksual yang tidak pernah puas. Bahkan setelah bercinta kasar dengan Alviona di malam hari, pagi harinya dia bisa langsung berselingkuh dengan Kireina. Alviona hanya boneka hidup—dibutuhkan saat Daryon terangsang, dibuang saat dia sudah selesai.

Kehamilan, keguguran karena kekerasan Kireina, pengkhianatan bertubi-tubi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16: CONFRONTASI JAVINDRA DAN DARYON

#

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali.

Alviona lagi sarapan sendirian di ruang makan—kayak biasa—ketika dia denger suara mobil dari luar. Mobil yang bukan mobil Daryon.

Dia ngintip dari jendela.

Mobil silver metalik parkir di depan mansion. Pintu terbuka, dan Javindra keluar—dengan wajah serius, langkah cepat, kayak ada misi penting.

Alviona langsung tegang.

*Kenapa dia datang lagi?*

Beberapa menit kemudian, suara keras terdengar dari ruang kerja Daryon di lantai bawah.

Suara... bertengkar.

Alviona berdiri dari kursi makan, melangkah pelan ke arah tangga—tapi gak turun—cuma berdiri di atas, dengerin.

---

**Di ruang kerja Daryon:**

"KAU PIKIR AKU AKAN DIAM AJA?!" suara Javindra menggelegar, penuh amarah.

Alviona shock. Dia gak pernah denger Javindra—yang kemarin ramah dan lembut—berteriak kayak gini.

"Turunkan suaramu, Javindra." Suara Daryon dingin, controlled, tapi penuh ancaman. "Ini rumahku."

"Dan itu ISTRIMU!" balas Javindra keras. "Istrimu yang kau perlakukan kayak sampah!"

Keheningan sebentar.

"Aku gak tidur semalam," lanjut Javindra, suaranya masih tinggi tapi agak bergetar. "Aku terus mikirin wajahnya. Wajah gadis 17 tahun yang keliatan kayak udah gak punya harapan lagi. Dan kau tau kenapa? KARENA KAU!"

"Kau gak ngerti—"

"AKU NGERTI!" Javindra memotong. "Aku ngerti ini pernikahan kontrak! Aku ngerti kau gak cinta sama dia! Tapi itu gak ngasih kau hak buat MENYIKSANYA!"

"Aku tidak menyiksanya—"

"BOHONG!" Javindra sepertinya membanting sesuatu—mungkin map dokumen—ke meja. "Aku lihat sendiri lebam di lengannya! Aku lihat cara dia gerak yang hati-hati kayak tubuhnya sakit! Aku lihat matanya yang kosong kayak mayat hidup!"

Alviona—yang dengerin dari atas tangga—memegang dada. Jantungnya berdebar keras. Air matanya mulai keluar.

Ada yang... ada yang peduli.

Ada yang marah buat dia.

"Ini urusan rumah tanggaku!" suara Daryon meninggi sekarang, defensive. "Kau gak berhak—"

"Aku SAHABATMU, Daryon!" Javindra berteriak lagi. "Dan sebagai sahabatmu, aku BERHAK bilang kalau kau udah jadi BRENGSEK YANG GAK PUNYA HATI!"

BRAK!

Suara keras—mungkin Daryon membanting sesuatu.

"KELUAR DARI RUMAHKU!"

"BELUM!" Javindra gak mundur. "Jawab aku dulu! Kenapa?! Kenapa kau lakuin ini ke dia?! Dia cuma anak 17 tahun yang dipaksa nikah! Dia gak salah apa-apa!"

"Dia istri KONTRAK!" Daryon berteriak sekarang, suaranya penuh emosi—entah marah atau frustasi. "Dia bukan istriku yang sesungguhnya! Aku gak punya kewajiban mencintainya! Aku gak punya kewajiban peduli sama perasaannya!"

Keheningan.

Alviona menggigit tangannya sendiri buat nahan tangisan yang mau meledak.

*Dia gak punya kewajiban mencintai aku...*

"Tapi kau punya kewajiban buat TIDAK MENYAKITINYA!" suara Javindra sekarang bergetar—kayak lagi nahan tangis atau nahan amarah yang lebih besar. "Kau gak harus cinta sama dia, Daryon. Tapi setidaknya... setidaknya perlakukan dia kayak MANUSIA!"

"Aku sudah—"

"KAU BELUM!" Javindra memotong lagi. "Kau perlakukan dia kayak pelacur! Kayak boneka seks! Kayak barang yang bisa kau pake seenaknya!"

"CUKUP!" Daryon berteriak—suaranya paling keras sejauh ini.

Keheningan mencekik.

Alviona bisa denger napas berat dari bawah. Napas dua orang laki-laki yang sama-sama marah.

"Kau berubah, Daryon..." Suara Javindra sekarang pelan, tapi penuh kekecewaan yang dalam. "Dulu kau memang playboy. Dulu kau memang brengsek sama cewek-cewek. Tapi kau gak pernah... kau gak pernah se-kejam ini."

"Javindra—"

"Kau jadi monster."

Tiga kata itu jatuh kayak bom.

Alviona nutup mulut, air matanya mengalir deras.

Javindra bilang apa yang Alviona udah rasain sejak lama tapi gak pernah berani ucapin.

*Monster.*

"Keluarlah," ucap Daryon—suaranya sekarang dingin lagi, tapi ada sesuatu yang berbeda. Ada... retakan kecil di suaranya. "Keluar dari rumahku."

"Dengan senang hati," jawab Javindra dingin. "Aku gak mau lagi ada di rumah yang penuh dengan... penderitaan."

Suara langkah kaki. Pintu ruang kerja terbuka.

Alviona langsung mundur cepat dari tangga, bersembunyi di balik dinding.

Javindra keluar dengan wajah merah, mata berkaca-kaca—entah karena marah atau sedih. Dia jalan cepat ke arah pintu depan.

Tapi sebelum keluar, dia berhenti.

Noleh ke arah tangga—walau dia gak liat Alviona yang bersembunyi.

"Alviona," panggilnya pelan tapi cukup keras buat didengar. "Kalau kau denger ini... inget. Kau gak sendirian. Aku akan cari cara buat bantu kau."

Dan dia pergi.

Pintu mansion ditutup—gak dibanting, tapi ditutup pelan—dengan suara yang terdengar... putus asa.

---

Alviona masih berdiri di balik dinding, tubuhnya gemetar, air matanya gak berhenti.

Dari bawah, suara Daryon terdengar—dia keluar dari ruang kerja, langkahnya berat.

Dia berhenti di kaki tangga.

Alviona mengintip sedikit—dan ngeliat Daryon berdiri di sana, satu tangan di pegangan tangga, kepala tertunduk.

Dari belakang, Daryon keliatan... lelah.

Tapi Alviona gak peduli.

Karena lelah bukan alasan buat jadi monster.

Daryon akhirnya ngangkat kepala, dan—entah dia ngerasa ada yang ngelihat atau enggak—dia noleh ke arah tangga atas.

Mata mereka bertemu.

Sebentar.

Alviona langsung mundur, jantungnya berdebar keras.

Tapi yang dia tangkap dari tatapan Daryon tadi... bukan kemarahan.

Ada sesuatu yang lain.

Sesuatu yang Alviona gak bisa identifikasi.

Tapi apapun itu... itu gak cukup.

Karena Daryon berbalik dan jalan pergi—ke arah kamarnya—meninggalkan Alviona sendirian di atas tangga.

---

Sore itu, Daryon gak keluar dari kamar.

Alviona gak keluar dari kamarnya juga.

Mansion sunyi. Terlalu sunyi.

Alviona rebahan di ranjang, natap langit-langit, mikirin semua yang dia denger tadi pagi.

*"Kau jadi monster, Daryon."*

*"Aku akan cari cara buat bantu kau."*

Kata-kata Javindra terus berputar di kepala.

Dan untuk pertama kalinya sejak lama...

Alviona ngerasa ada secercah... sesuatu.

Bukan harapan. Belum sejauh itu.

Tapi... mungkin... mungkin dia gak sepenuhnya sendirian.

---

**Malam itu, Daryon duduk di kamarnya—gelap, cuma diterangi lampu meja kecil. Segelas whiskey di tangan, tapi gak diminum. Dia cuma natap cairan cokelat itu dengan tatapan kosong. Kata-kata Javindra terus bergema: "Kau jadi monster." Apakah... apakah itu benar? Tapi kenapa sekarang... kenapa sekarang dadanya terasa sesak?**

**Apakah Daryon mulai ngerasa bersalah? Atau dia akan terus jadi monster yang Javindra bilang? Dan apakah Javindra... beneran bisa nolongin Alviona? Atau ini cuma harapan kosong lagi?**

---

**[ END OF BAB 16 ]**

---

#

1
Eflin
.uuuuiu]uui
Eflin
pkpp
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!