NovelToon NovelToon
GLOW UP : SAYONARA GADIS CUPU! (MISI MEMBUATMU MENYESAL)

GLOW UP : SAYONARA GADIS CUPU! (MISI MEMBUATMU MENYESAL)

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Aplikasi Ajaib
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

Hancurnya Dunia Aluna Aluna Seraphine, atau yang akrab dipanggil Luna, hanyalah seorang siswi SMA yang ingin hidup tenang. Namun, fisiknya yang dianggap "di bawah standar", rambut kusut, kacamata tebal, dan tubuh berisi, menjadikannya target empuk perundungan. Puncaknya adalah saat Luna memberanikan diri menyatakan cinta pada Reihan Dirgantara, sang kapten basket idola sekolah. Di depan ratusan siswa, Reihan membuang kado Luna ke tempat sampah dan tertawa sinis. "Sadar diri, Luna. Pacaran sama kamu itu aib buat reputasiku," ucapnya telak. Hari itu, Luna dipermalukan dengan siraman tepung dan air, sementara videonya viral dengan judul "Si Cupu yang Gak Tahu Diri." Luna hancur, dan ia bersumpah tidak akan pernah kembali menjadi orang yang sama.

Akankah Luna bisa membalaskan semua dendam itu? Nantikan keseruan Luna...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 : TRAUMA DI BALIK MEJA SEKOLAH

Pagi itu, udara di dalam kelas XI-A terasa sangat tipis. Suara denting jam dinding di atas papan tulis terdengar seperti detak bom waktu bagi Aluna. Ia duduk di bangkunya, menunduk sedalam mungkin hingga helai rambutnya yang kaku menutupi wajahnya yang pucat. Tangannya yang berada di bawah meja saling meremas, mencoba menyembunyikan getaran hebat yang tak kunjung berhenti sejak ia menginjakkan kaki di gerbang sekolah.

Dua hari telah berlalu sejak malam di gudang pelabuhan itu. Luka memar di pergelangan tangannya sudah mulai membiru, tertutup rapat oleh lengan seragam yang sengaja ia tarik hingga ke telapak tangan. Namun, bau karat besi dan aroma dingin hujan di gudang itu seolah masih menempel di indra penciumannya, memicu rasa mual setiap kali ada seseorang yang berjalan melewati mejanya.

"Lihat... si 'korban' sudah balik," bisik sebuah suara di barisan belakang. Tidak ada nada simpati dalam bisikan itu, hanya ejekan yang kental.

Luna mencoba menulikan telinganya. Ia membuka buku catatannya, mencoba fokus pada tulisan tangannya yang kini terlihat berantakan. Namun, matanya justru tertuju pada permukaan mejanya. Di sana, tertulis kata-kata baru dengan spidol permanen hitam yang sangat besar : "PELACUR PELABUHAN" dan "BUANGAN REIHAN".

Luna memejamkan mata, merasakan dadanya sesak. Fitnah itu menyebar lebih cepat daripada kebenaran. Reihan, dengan kekuatan uang keluarganya, telah berhasil memutarbalikkan fakta. Di mata sekolah, Reihan adalah korban pengeroyokan oleh Xavier, sementara Luna adalah gadis yang "menjebak" Reihan ke tempat sepi demi uang pemerasan.

BRAKK!

Sebuah tas dilemparkan dengan kasar ke meja di depan Luna. Itu Maya, sahabat Selin yang kini bertindak sebagai pemimpin sementara geng cewek.

"Minggir, Luna. Bau sampahmu mengganggu selera makanku," cetus Maya sambil menyemprotkan parfum mahal dengan jumlah berlebihan tepat ke arah wajah Luna.

Luna terbatuk, matanya perih terkena uap parfum yang menyengat. Ia tidak menjawab. Ia tidak berani mendongak. Di dalam kepalanya, bayangan Reihan yang memegang gunting di gudang kembali muncul, membuat napasnya tersengal-sengal. Ini adalah Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang nyata, namun di sekolah ini, trauma Luna hanyalah hiburan bagi mereka.

Xavier masuk ke kelas tepat saat bel berbunyi. Penampilannya kembali "cupu"—kacamata tebal, langkah pelan, dan aura yang seolah-olah tidak ada. Namun, saat ia melewati meja Luna, ia meletakkan sebuah kotak susu cokelat kecil secara diam-diam.

"Minumlah. Kamu butuh energi untuk bertahan sampai jam terakhir," bisik Xavier nyaris tak terdengar sebelum ia duduk di bangkunya sendiri di pojok kelas.

Luna menggenggam kotak susu itu. Dinginnya kotak tersebut adalah satu-satunya hal yang terasa nyata dan tulus di ruangan yang penuh dengan kepalsuan ini. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat.

Pintu kelas terbuka, dan Ibu Sarah, guru Bahasa Inggris, masuk dengan wajah yang sangat masam. Ia tidak langsung memulai pelajaran, melainkan menatap Luna dengan pandangan menghakimi.

"Aluna Seraphine, ikut saya ke ruang Bimbingan Konseling sekarang juga. Orang tua Reihan Dirgantara sudah menunggu di sana bersama pihak kepolisian," ucap Ibu Sarah dengan nada dingin.

Seluruh kelas riuh. Sorakan "Huuuu!" dan tawa ejekan memenuhi ruangan.

"Rasain lo! Masuk penjara sekalian!" teriak Kevin sambil tertawa puas.

Luna berdiri dengan kaki yang terasa seperti jeli. Ia menoleh ke arah Xavier, mencari kekuatan. Namun Xavier hanya menunduk, tangannya mengepal di atas meja. Xavier tahu, jika ia ikut campur secara fisik sekarang, rencana Madam untuk membuat Luna "mencapai titik nadir" akan gagal. Ia harus membiarkan Luna dihancurkan secara sistematis agar dendamnya matang sempurna.

Di ruang BK, suasananya jauh lebih menakutkan daripada gudang pelabuhan. Ibu Reihan duduk dengan anggun mengenakan setelan kantor seharga puluhan juta, didampingi oleh seorang pria berjas yang membawa koper hitam, pengacara keluarga Dirgantara.

"Ini dia anak yang sudah membuat putra saya cacat sementara?" tanya Ibu Reihan dengan suara yang tajam seperti silet. Ia menatap Luna seolah-olah Luna adalah serangga yang baru saja ia injak.

"Ibu, saya tidak... Reihan yang menculik saya..." Luna mencoba membela diri dengan suara yang sangat pelan.

"Diam!" bentak Kepala Sekolah. "Bukti medis menunjukkan Reihan mengalami patah tulang dan trauma berat akibat serangan temanmu, Xavier. Sementara kamu? Kamu pulang tanpa luka yang berarti. Siapa yang akan percaya kamu korban penculikan?"

"Ada bekas ikatan di tangan saya, Pak!" Luna menyingsingkan lengan bajunya, menunjukkan memar biru keunguan yang melingkar.

Pengacara Dirgantara itu tersenyum sinis. "Memar itu bisa dibuat sendiri, Nona Aluna. Mungkin Anda sengaja melukai diri sendiri untuk memeras keluarga Dirgantara? Kami punya saksi yang melihat Anda masuk ke taksi secara sukarela tanpa paksaan."

Luna terpaku. Saksi? Taksi itu... sopir taksi itu pasti sudah dibayar.

"Kami tidak akan menuntut Anda ke penjara jika Anda mau menandatangani surat pernyataan ini," ucap Ibu Reihan sambil menyodorkan selembar kertas. "Isinya sederhana: Anda mengakui bahwa kejadian di pelabuhan adalah skenario Anda untuk memeras Reihan, dan Anda akan mengundurkan diri dari sekolah ini secara sukarela."

"T-tapi... ini fitnah..." air mata Luna mulai menetes. Jika ia menandatangani itu, masa depannya hancur. Jika ia keluar dari sekolah sekarang, ia tidak akan pernah bisa lulus.

"Pilihan ada di tanganmu, Aluna," kata Kepala Sekolah dengan nada mengancam. "Tanda tangan, atau kami serahkan kasus ini ke jalur hukum pidana dengan tuduhan pemerasan dan pengeroyokan berencana. Kamu tahu kan, bibimu yang buruh cuci itu tidak akan sanggup menyewa pengacara?"

Penyebutan nama bibinya adalah serangan telak. Luna merasa oksigen di sekitarnya habis. Ia melihat pulpen di depannya. Di satu sisi, ia ingin berteriak tentang kebenaran. Di sisi lain, ia melihat jurang kehancuran yang sudah disiapkan untuk keluarganya yang miskin.

Ia teringat janji Xavier: "Satu bulan lagi menuju ujian. Semuanya akan berubah."

Luna mengambil pulpen itu dengan tangan yang gemetar hebat. Air matanya jatuh mengenai permukaan kertas putih itu. Dengan hati yang hancur berkeping-keping, ia menorehkan tanda tangannya. Ia menyerah pada ketidakadilan.

"Bagus," ucap Ibu Reihan sambil menarik kertas itu dengan kasar. "Sekarang, kemasi barang-barangmu. Mulai detik ini, kamu dilarang menginjakkan kaki di sekolah ini sampai surat skorsingmu selesai diproses sebagai prosedur pengunduran diri."

Luna keluar dari ruangan itu sebagai pecundang. Saat ia berjalan kembali ke kelas untuk mengambil tasnya, ia melewati koridor yang penuh dengan siswa. Mereka sudah tahu hasilnya. Kevin bahkan sudah menyiapkan ember berisi air kotor dari wastafel toilet.

BYUURRR!

Air kotor yang bau menyengat itu menyiram seluruh tubuh Luna tepat saat ia keluar dari pintu ruang BK.

"Selamat tinggal, Gadis Pelabuhan! Jangan balik lagi ya!" teriak Kevin, disusul oleh tawa massal satu angkatan.

Luna tidak menangis lagi. Ia terus berjalan dengan baju yang basah kuyup dan bau. Di depan kelasnya, ia melihat Xavier berdiri di ambang pintu. Xavier melepaskan jaket sekolahnya dan menyampirkannya ke bahu Luna, menutupi seragamnya yang basah dan kotor.

"Xavier... aku sudah tanda tangan. Aku sudah kalah," bisik Luna dengan suara hampa.

Xavier menatap mata Luna. Di sana tidak ada lagi kesedihan. Yang ada hanyalah kegelapan yang sangat dalam. Xavier tahu, Luna sudah melewati batas "manusia biasa".

"Kamu tidak kalah, Luna," jawab Xavier. Ia merogoh saku jaketnya, mengaktifkan alat komunikasi yang tersembunyi. "Kamu baru saja menyelesaikan ujian terakhir untuk menjadi seorang Seraphine."

Xavier membimbing Luna menuju gerbang sekolah. Sambil berjalan, ia bicara ke arah pergelangan tangannya.

"Lapor. Target telah menandatangani pengakuan paksa. Trauma psikologis mencapai level maksimal. Dia sudah benar-benar melepaskan moralitas kelincinya."

Suara Madam terdengar sangat dingin namun penuh kepuasan. "Bagus, Xavier. Biarkan dia merasakan dinginnya pengkhianatan selama sisa bulan ini. Di Bab 21, saat mereka semua merasa sudah menang, aku sendiri yang akan menjemputnya dan meratakan sekolah itu dengan lantai."

Luna tidak mendengar pembicaraan itu. Ia hanya menatap gerbang sekolah yang mulai menjauh, sambil menggenggam erat ujung jaket Xavier. Di dalam hatinya, ia membisikkan satu janji:

"Jika aku harus menjadi iblis untuk membalas kalian, maka aku akan menjadi iblis yang paling mengerikan yang pernah kalian temui."

Luna sampai di rumah kontrakannya. Ia melihat bibinya sedang menangis karena beberapa pria berjas baru saja menggeledah rumah mereka mencari "bukti pemerasan". Luna masuk ke kamarnya, mengambil kacamata tebalnya, dan menginjaknya hingga hancur berkeping-keping.

Ia menatap cermin, wajahnya penuh memar dan air kotor, tapi matanya... matanya sudah tidak lagi mencerminkan Luna yang cupu.

"Xavier," panggil Luna ke arah luar kamar. "Bawa aku bertemu Madam. Sekarang."

1
Ayu Nur Indah Kusumastuti
😍😍 xavier
Ayu Nur Indah Kusumastuti
semangat author
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!