Rendra Adyatama hanya memiliki dua hal: rumah tua yang hampir roboh peninggalan orang tuanya, dan status murid beasiswa di SMA Bhakti Kencana—sekolah elite yang dipenuhi anak pejabat dan konglomerat yang selalu merendahkannya. Dikelilingi kemewahan yang bukan miliknya, Rendra hanya mengandalkan kecerdasan, ketegasan, dan fisik atletisnya untuk bertahan, sambil bekerja sambilan menjaga warnet.
Hingga suatu malam, takdir—atau lebih tepatnya, sebuah Sistem—memberikan kunci untuk mendobrak dinding kemiskinannya. Mata Rendra kini mampu melihat masa depan 24 jam ke depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilo Ginting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9. Kekayaan Terselubung Dan Ancaman Dibalik Bayangan
Uang Rp60.250.000 adalah jumlah yang fantastis, tetapi bagi Rendra, itu hanyalah amunisi. Ia tahu, mengeluarkan uang itu sembarangan akan mengundang kecurigaan, baik dari guru maupun teman sekelasnya yang selalu mengawasinya. Ia harus tetap terlihat sebagai Rendra yang miskin dan sederhana, sambil membangun kekayaan di balik layar.
Investasi di Diri Sendiri
Prioritas pertama Rendra adalah meningkatkan kemampuan operasionalnya. Ia tidak membeli mobil mewah atau pakaian mahal.
Ia mulai dengan membeli makanan bergizi secara rutin. Tubuhnya adalah asetnya yang paling berharga. Ia juga mengalokasikan dana untuk merenovasi kecil-kecilan rumah orang tuanya yang reot. Ia memperbaiki genteng yang bocor dan memasang kunci pintu yang kuat. Ini adalah investasi pada keamanan dan kenyamanannya.
Hal yang paling penting adalah membeli sebuah smartphone kelas menengah dan laptop gaming yang kuat. Barang-barang ini sangat penting untuk analisis saham yang cepat dan akurat. Ia menyembunyikan barang-barang itu di dalam lemari tua yang ia kunci rapat, hanya mengeluarkannya di malam hari.
Di sekolah, ia tetap membawa ransel usang dan makan bekal sederhana. Ia pandai memainkan peran.
Hubungan yang Makin Kompleks
Sore itu, di jam pelajaran tambahan, Clara mendekati Rendra dengan wajah muram.
"Ayahku makin sibuk. Dia sering pulang pagi, bahkan tidur di kantor," kata Clara pelan, suaranya dipenuhi rasa khawatir. "Dia bilang, ada tekanan besar dari 'pihak yang tidak terlihat' yang mencoba mengendalikan setiap pergerakan politik dan bisnis di kota ini. Dia harus berhati-hati dengan siapa dia berbicara."
Rendra mendengarkan, hatinya gelisah. Clara tidak tahu bahwa 'pihak yang tidak terlihat' itu adalah Tuan Wirawan, dan Rendra adalah salah satu alat yang digunakan untuk menciptakan tekanan itu. Rendra kini menyadari, setiap aksi short selling dan manipulasi saham yang ia lakukan, secara langsung atau tidak langsung, bisa mengancam keluarga Clara.
"Kenapa ayahmu tidak lapor polisi?" tanya Rendra, mencoba mencari solusi logis.
Clara menggeleng. "Ayah bilang, ini bukan urusan polisi. Ini urusan uang dan kekuasaan. Orang-orang ini sangat rapi. Mereka tidak menggunakan kekerasan. Mereka menggunakan hukum dan pasar modal untuk menghancurkan lawan."
Menggunakan pasar modal untuk menghancurkan lawan. Kata-kata itu beresonansi dalam benak Rendra. Itulah yang baru saja ia lakukan untuk Wirawan.
"Jaga dirimu baik-baik, Clara," ujar Rendra, suaranya sedikit lebih berat dari biasanya. Ia ingin memberitahunya segalanya, tapi ia tahu itu akan membahayakan Clara. Satu-satunya cara untuk melindungi Clara adalah menjadi lebih kuat dari Wirawan.
Clara tersenyum lemah. "Kau juga. Kau terlihat lelah. Jangan terlalu memaksakan diri bekerja."
Tanda-Tanda Pengawasan
Minggu berikutnya, Rendra mulai kembali aktif di bursa saham, tetapi kali ini ia bekerja untuk dirinya sendiri. Ia berinvestasi pada saham teknologi yang ia prediksi akan mendapat pendanaan besar dalam Penglihatannya. Dalam seminggu, ia berhasil meningkatkan modalnya menjadi hampir Rp75.000.000. Angka itu terus tumbuh dengan stabil.
Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.
Suatu malam, sekitar pukul 23.00, saat Rendra baru pulang dari warnet, ia merasakan ada yang aneh. Meskipun kunci pintunya baru diganti, udara di dalam rumah terasa berbeda. Ia masuk perlahan, matanya bergerak cepat ke setiap sudut.
Tidak ada yang hilang. Tidak ada yang disentuh. Tapi ada sebuah pesan.
Di atas meja belajarnya—tempat Rendra biasa meletakkan buku-buku sekolahnya—terdapat sebuah kartu remi. Kartu Ace of Spades (As Sekop).
Rendra mengenal kartu itu. Itu adalah kartu yang sama yang selalu ditinggalkan Tuan Wirawan atau anak buahnya sebagai 'tanda terima kasih' di meja kasino setiap kali Rendra menyelesaikan putaran kemenangan.
Ace of Spades di mejanya? Itu adalah pesan yang sangat jelas:
"Kami Tahu Di Mana Kau Tinggal. Kami Mengawasimu."
Rendra bergerak cepat. Ia segera memeriksa laptop dan ponsel barunya. Semua aman. Ia tidak pernah meninggalkan jejak digital apa pun di luar rumahnya.
"Wirawan," bisik Rendra dingin. Mafia itu mengirim pesan ini karena Rendra sudah mulai menghasilkan uang sendiri, tidak hanya untuknya. Wirawan ingin mengingatkan Rendra bahwa kebebasan finansialnya tetap berada di bawah pengawasannya.
Rendra meraih tas olahraganya. Ia mengambil sarung tangan kulit yang ia beli di pasar loak dan beberapa lakban tebal. Ia menuju halaman belakang rumahnya.
Di sana, ia memiliki karung tinju bekas yang ia isi dengan pasir. Itu adalah tempatnya melatih kemampuan bertarung dan melepaskan frustrasi.
Malam itu, Rendra berlatih seperti orang gila. Setiap pukulan adalah pelepasan kemarahan. Ia tahu, di dunia ini, kecerdasan finansial hanya akan membuatnya menjadi target yang lebih besar. Ia juga harus kuat secara fisik.
Ia memvisualisasikan wajah Tuan Wirawan, wajah Rudi, dan senyum meremehkan Kevin.
"Aku tidak akan menjadi pion. Aku akan menjadi Raja."
Tekadnya membaja. Ia kini tidak hanya melawan kemiskinan; ia melawan jaringan mafia yang menganggapnya sebagai alat. Dengan modal yang terus bertambah dan kemampuan Untuk Melihat Masa depan, Rendra mulai merencanakan langkah selanjutnya: mengumpulkan informasi tentang operasi Wirawan, dan mencari kelemahan.
PESAN AUTHOR
Gimana semakin menarik bukann?? Jika kalian penasaran dengan cerita Selanjutnya Tetap Stay Disini!.
Dan sorry juga kalau cerita di tiap bab nya makin pendek, soalnya udah hampir kebingungan 😁
Semangat Thor