Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Elyana Mulai Mendiamkan Excel
Tepat kumandang adzan subuh, Elyana terbangun. Semalam setelah ia tersadar dari pingsan, ia sempat termenung dan meratapi kembali yang sudah terjadi, Elyana baru bisa tertidur jam satu dini hari.
Elyana tidak tahu apakah Nada mencarinya atau tidak, biasanya sekitar jam dua, Nada suka terbangun meminta susu. Tapi malam ini tidak. Entah Excel yang membuatkan atau gimana.
Perlahan Elyana bangkit, akan tetapi kepalanya sungguh terasa berat. Mungkin efek semalaman menangis dan marah menumpahkan perasaan kecewanya terhadap Excel. Kini kepala Elyana terasa sangat berat. Akan tetapi ia tetap harus bangkit dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Elyana bersimpuh di atas sajadah di penghujung sholatnya. Ia kembali menumpahkan perasaan kecewanya di sana. Berusaha berkomunikasi dengan sang Khalik kenapa ini terjadi, serta meminta diberi kekuatan untuk menghadapi semua ini.
Bagaimana pun juga rasa sakit ini begitu perih meskipun tidak berdarah. Elyana bukan bermaksud cengeng atau meratapi cinta. Mungkin ini adalah puncak dari segala perasaan yang selama ini dia pendam, sejak pertama kali mengarungi bahtera rumah tangga bersama Excel.
Elyana selalu berusaha dan menganggap sikap datar Excel adalah biasa dan setelan awal. Semua diperkuat oleh Yeri, kalau sikap datar Excel adalah hal biasa, biasa dilakukan laki-laki yang dijodohkan. Kalau dia tidak mencintai, tidak mungkin meminta haknya sampai Nada harus lahir ke dunia.
Berbekal keyakinan dari Yeri inilah, dengan percaya diri Elyana menganggap Excel mencintainya di balik sikap datarnya. Tapi, kini kedoknya terbuka. Dan semalam Excel sudah terus terang padanya bahwa dia tidak mencintai Elyana, Excel mencintai kekasihnya. Elyana justru dituding sebagai pelakor yang direstui kedua mertuanya.
"Krokrottttt."
Suara pintu belakang dari arah dapur terdengar dibuka. Elyana sudah menduga bahwa itu Bi Ocoh, karena semalam Bi Ocoh memang bilang akan kembali setelah sholat subuh. Elyana segera membereskan mukena dan sajadahnya.
Elyana bangkit lalu menghampiri cermin. Dia melihat wajahnya bengkak karena menangis semalam. Sebelum keluar, Elyana memberikan wajahnya bedak tabur yang ada di dalam kamar itu untuk menyamarkan bengkak. Setelah itu Elyana keluar, kemudian menuju dapur.
"Non Elya. Mau bibi ambilkan minum apa, Non? Maaf bibi baru datang," sapa Bi Ocoh sembari sibuk meraih gelas di atas lemari kitchen set.
"Tidak perlu Bi, saya mau buat sendiri wedang jahe plus madu. Bibi lanjutkan saja pekerjaannya," ujar Elyana sembari meraih gelas yang diberikan Bi Ocoh. Kemudian dia menggodok sendiri rempah-rempah wedang jahe, terakhir dia tambahkan madu satu sendok.
Satu gelas air wedang jahe serta dua lembar roti yang sudah diisi selai nanas, ia bawa ke dalam ruang tamu. Elyana membuka pintu rumah sehingga udara pagi masuk ke dalam. Elyana menikmati wedang jahe dan dua helai roti di sana.
Secangkir wedang jahe dan dua helai roti perlahan mulai masuk mulutnya, meskipun rasa sakit itu tetap saja mendorong Elyana untuk kembali menangis.
Tes, tes. Air mata itu kembali menetes bersamaan saat ia mengunyah roti. Tatapannya jauh ke depan. Tidak ada lagi ceria di wajahnya.
"Mamaaa."! Teriakan Nada, nyaring terdengar. Elyana terperanjat, buru-buru ia menyeka air mata yang membasahi pipinya. Roti yang masih setengah, terpaksa ia biarkan tersisa.
"Mamaaaa," teriak Nada lagi. Terdengar langkah kakinya berlari kecil mencari Elyana, diikuti langkah Excel di belakangnya. Elyana perlahan bangkit lalu berjalan mendekati suara Nada.
"Mamaaa." Nada berteriak dengan girang, menghampiri Elyana yang menyambutnya dengan tubuh berjongkok. Elyana memeluk Nada sembari mengusap kepala putri kecilnya, di belakangnya Excel berdiri, masih berkain sarung.
"Nada sudah bangun, pintar anak mama." Dengan suara parau, Elyana menyapa dan memuji sang putri kecil sembari menciuminya penuh kasih sayang. Disaat berbicara dengan sang putri, kesedihan itu kembali menyeruak, air mata itu seakan mendesaknya untuk kembali turun, buru-buru Elyana mengusapnya dengan tangannya saat Nada tidak melihat ke arahnya. Keberadaan Excel, membuatnya muak dan kembali ingin menangis.
Laki-laki angkuh yang munafik ini, kini bagai momok yang siap mengoyak hatinya yang lemah sehingga dengan mudah Elyana meneteskan air mata kembali.
"Ayo, kita ke dapur. Nada mau sarapan sekarang atau mandi dulu?" Elyana berdiri, memangku Nada lalu membawanya ke dapur, meninggalkan Excel yang masih berdiri di sana. Sedikitpun Elyana sudah tidak mau menyapanya, sakit rasanya hati Elyana setelah pengakuannya semalam.
"Calapan Mama, Da mau calapan," cadelnya meminta sarapan terlebih dahulu.
"Baik anak baik, kita sarapan, ya." Elyana berusaha memendam perasaan sedihnya dengan sibuk melayani sang putri kecil yang manja.
Excel sudah berada di meja makan juga. Biasanya tanpa disuruh, Elyana selalu menyiapkan kopi untuknya, tapi kali ini Elyana sudah malas, jijik dan kesal. Inginnya saat Excel menampakkan wajahnya, ia ingin memukul dan menampar lelaki bajingan di depannya ini.
"Non Nada, mau sarapan apa, Sayang?" tanya Bi Ocoh.
"Biarkan saya yang buat Bi, sepertinya Nada mau sarapan sayur sop dan telor ceplok saja. Sayur sop yang tadi malam tinggal dihangatkan saja," ujar Elyana sembari berdiri menuju kompor lalu memasang panci. Sisa sayur sop yang disimpan di kulkas ia ambil, kemudian ia hangatkan kembali.
Wangi dari sayur sop sudah tercium, uap panasnya pun mulai membumbung ke udara, menerpa wajah Elyana yang sejak tadi melamun. Tangan mengaduk sayur sop, akan tetapi pikiran dan mata entah ke mana.
"Ya Allah, kenapa rasa kesal dan ingin marah ini begitu menghantam dada. Kuatkan aku ya Allah supaya saat wajahku kelihatan olehnya, hanya terlihat ketegaran saja," mohonnya dengan hati pilu.
"Hupppp ahhh." Elyana menarik nafasnya panjang sebelum tubuhnya berbalik, sebab di sana ada Excel menduduki kursi meja makan.
"Sayur sop daging kesukaan Nada sudah siap. Sebentar, ya, mama goreng dulu telor ceploknya." Elyana kembali menuju kompor untuk menggoreng ceplok telor untuk Nada.
Dan sarapan merekapun kini siap. Mereka, yakni Nada dan Elyana yang ikut menuangkan sedikit nasi dan sayur sop untuk menemani sang putri makan, siap disantap.
"Mari makan, berdoa dulu, ya." Elyana membimbing Nada membaca doa makan sebelum tangan mungilnya menceduk nasi di piringnya.
Elyana mulai menyuap tanpa menoleh atau menawari Excel makan.
"Mama, Papa, calapan," celoteh Nada sembari melihat ke arah Excel.
"Papa sarapannya nanti, Papa tidak mau makan lagi sayur sop sisa kemarin seperti kita," sahut Elyana sembari santai menyuap sembari sesekali membantu Nada menceduk nasinya.
"Bi, tolong dibikinkan kopi," suruh Nada tanpa menyebut untuk siapa kopi itu. Baginya, setelah pengakuan Excel semalam, usai sudah tugasnya. Sebab, saat ini juga Elyana ingin pergi dari rumah yang kini bagai neraka untuknya.
Excel menatap sorot kesedihan serta kemarahan dari wajah Elyana, yang saat ini berusaha ditahannya.