NovelToon NovelToon
Kapten Merlin Sang Penakluk

Kapten Merlin Sang Penakluk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action
Popularitas:339
Nilai: 5
Nama Author: aldi malin

seorang kapten polisi yang memberantas kejahatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aldi malin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menuju batas nyawa

Cahaya lampu gudang tua itu redup. Di sudut ruangan, Dika tergeletak dengan luka di wajahnya, darah menetes dari pelipisnya. Di depannya, Kapten Merlin terborgol, namun matanya tetap tajam memperhatikan setiap gerak lawan.

Komandan Zen berdiri di hadapan mereka, ditemani pria-pria bersenjata, beberapa memakai seragam polisi, lainnya tampak seperti preman bayaran. Di balik gelap, sniper yang tak terlihat sudah menumbangkan dua agen kepercayaan Merlin sebelumnya.

“Kau pikir bisa melawanku dengan data busuk itu?” ejek Zen.

Merlin tidak menjawab. Ia tahu waktunya sangat sedikit. Dengan gerakan tersembunyi, ia mengaktifkan kontak darurat di jam digitalnya—sistem khusus yang langsung terhubung ke Reno.

Lokasi terkirim.

Sinyal SOS menyala.

Beberapa detik kemudian, salah satu anak buah Zen menyadari sinyal aneh itu.

“Komandan, dia kirim sesuatu!”

Zen langsung meraih jam itu dan melemparnya ke lantai, lalu menghancurkannya.

“Terlambat,” bisik Merlin. “Mereka akan datang.”

Zen mencibir. “Kalau pun datang, reno dengan sedikit pasukannya akan bernasib sama dengan dirimu”

Setelah menghancurkan jam digital Merlin, Komandan Zen menoleh ke anak buahnya.

“Jangan bunuh mereka,” ucapnya tegas. “Kurung mereka di ruang bawah. Kita akan jadikan mereka kambing hitam dari seluruh kekacauan ini.”

Anak buahnya tampak ragu.

“Tapi Komandan, jika mereka buka suara—”

“Takkan sempat. Begitu pernyataan resmi keluar, mereka sudah dicap sebagai pelaku utama. Kita hanya perlu sedikit bukti palsu, beberapa saksi bayaran, dan opini publik akan ikut arus,” ujar Zen penuh percaya diri.

Dika masih setengah sadar, namun ia bisa mendengar semuanya. Merlin memejamkan mata, menahan kemarahan. Mereka tahu, jika tidak ada yang bergerak cepat dari luar, nama baik mereka akan hancur.

“Ayo, seret mereka,” perintah Zen.

Dua orang langsung menarik tubuh Dika dan Merlin, membawanya ke lorong gelap menuju ruang bawah tanah gudang. Derik pintu besi terdengar sebelum dikunci rapat dari luar.

Di luar, malam makin gelap. Tapi jauh dari sana, Reno baru saja menerima sinyal terakhir dari jam Merlin—dan ia tahu, waktu untuk bergerak tinggal sedikit.

Di dalam ruang bawah tanah yang gelap dan dingin, hanya ada suara napas dan langkah penjaga yang menjauh. Rantai pintu berderit pelan, lalu senyap. Cahaya remang dari celah ventilasi menyinari wajah Merlin dan Dika yang sama-sama duduk bersandar di dinding beton yang dingin.

Beberapa detik hanya diisi keheningan. Lalu Merlin menoleh perlahan, menatap mata Dika.

"Semua salahku, Dika..." bisiknya lirih. "Aku yang telah melibatkan mu dalam permainan kotor ini. Seharusnya kau tak perlu terseret sejauh ini."

Dika menghela napas panjang, matanya menatap langit-langit ruangan.

"Kalau semua ini memang takdir, ya mau gimana lagi, buk... eh, mbak..."

Merlin menoleh tajam, namun nada suaranya lembut.

"Jangan panggil aku buk... atau mbak. Panggil saja aku Aina. Nama asliku, sebelum aku jadi Kapten Merlin. Nama itu hanya gelar institusi."

Dika menatap Merlin, sedikit terkejut.

"Aina, ya? Nama yang cantik..." gumamnya pelan.

Merlin tersenyum kecil, meski matanya menyimpan luka dan rasa bersalah.

"Kalau kita bisa keluar dari sini hidup-hidup, aku janji akan memperbaiki semua ini. Termasuk membersihkan namamu, Dika."

Dika menatap Merlin dalam diam. Dalam ruang gelap itu, dua jiwa yang sama-sama hancur mulai menyatukan harapan dalam sunyi.

Merlin perlahan merebahkan tubuhnya ke dada Dika. Dada lelaki itu masih berdegup kencang, terasa hangat menenangkan di balik dinginnya dinding semen.

"Apa kau masih ragu padaku, Mas Dika?" bisik Merlin lirih, suaranya nyaris seperti angin malam yang lembut menyentuh kulit.

Dika terdiam. Tangannya tak berani menyentuh, tapi juga tak mampu menjauh. Ia menarik napas panjang.

"Maafkan aku, Aina... Bukan karena aku meragukan mu. Tapi... ada hal yang lebih rumit dari itu."

"Hal apa?" tanya Merlin pelan, menatap wajah Dika dari dekat.

Dika memalingkan pandangannya sejenak. Suaranya nyaris tak terdengar saat berkata:

"Aku takut... aku jatuh cinta padamu, Aina. Dan itu tak seharusnya terjadi dalam situasi seperti ini."

Merlin tersenyum, lalu mengangkat wajahnya sedikit, menatap mata Dika dalam-dalam.

"Katakanlah... meski tak seharusnya, aku tak akan lari. Aku akan selalu bersamamu, apapun yang terjadi."

Mereka terdiam. Hening sejenak. Namun dalam keheningan itu, ada ikatan yang terjalin lebih kuat dari sebelumnya. Bukan sekadar rekan dalam pelarian, tapi dua orang yang mulai saling mengisi ruang kosong di hati masing-masing.

Merlin menatap Dika dengan mata yang basah namun penuh keyakinan. Di dalam gudang tua yang dingin dan remang, hanya cahaya rembulan dari sela-sela genteng yang menjadi saksi bisu.

Dengan nada pelan tapi mantap, ia berkata:

"Nikahi aku, Mas... Nikahi aku di sini. Di gudang ini. Biarlah rembulan jadi saksi pernikahan kita."

Dika terpaku. Kata-kata itu menghujam relung hatinya, menyentuh sisi paling dalam yang selama ini ia pendam.

Merlin melanjutkan, menggenggam tangan Dika erat:

"Setelah semua ini selesai, aku ingin kau nikahi aku secara resmi. Tapi jika takdir berkata lain… jika aku tak bisa bersamamu lebih lama…"

Ia menelan ludah, suaranya bergetar.

"Berikan aku benih cintamu… Hamili aku, Mas… biar buah hati itu jadi kenangan—sebuah bukti bahwa pernah ada cinta di tengah kehancuran ini… Bukti bahwa kau pernah menyelamatkanku, dan aku pernah mencintaimu."

Dika tak mampu berkata-kata. Ia menatap Merlin, wanita yang kini bukan lagi hanya seorang kapten, bukan hanya rekan seperjuangan, tetapi seseorang yang siap memberikan segalanya di tengah bahaya.

Pelan-pelan, ia mengangguk.

"Kalau itu kehendak mu, Aina... aku akan menjagamu, mencintaimu... sampai napas terakhirku."

Dan di bawah rembulan yang redup, di tengah bau besi dan kayu lapuk, dua jiwa yang terluka saling menyatu dalam janji, cinta, dan harapan yang mereka pertaruhkan pada malam itu.

Reno menatap layar laptopnya yang dipenuhi peta satelit dan denah gudang tua dekat pelabuhan. Keringat dingin menetes dari pelipisnya, sementara suara detak jantungnya seolah berlomba dengan waktu.

Kapten Merlin dan Dika sudah tertangkap.

Dan waktu hampir habis.

Ia mengaktifkan saluran rahasia—kode lama yang hanya dimiliki oleh beberapa petugas bersih di tubuh kepolisian. Hanya mereka yang tak terjamah oleh pengaruh Komandan Zen dan jaringan Chen.

"Satuan Bayangan, siapkan unit di titik koordinat yang kukirim. Ini penyergapan resmi. Kita akan kembalikan kehormatan institusi," kata Reno tegas.

Di seberang, suara dari pihak pusat mengkonfirmasi:

"Unit elit dari pusat akan bergabung. Kami sudah lama mencurigai keterlibatan Komandan Zen. Ini saatnya."

Tak ada waktu lagi. Reno memimpin langsung briefing terakhir:

"Target kita ada dua: selamatkan Kapten Merlin dan Dika, lalu lumpuhkan jaringan korupsi yang berakar di tubuh kepolisian ini. Malam ini, kita pertaruhkan semuanya—karier, nama, bahkan nyawa."

Semua mata menatap Reno. Tak satu pun ragu. Karena malam itu, mereka tidak hanya memburu pelaku kejahatan—mereka memburu kebenaran.

1
aldi malin
terima kasih semoga ikutin episode berikutnya
Lalula09
Dahsyat, author kita hebat banget bikin cerita yang fresh!
うacacia╰︶
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
aldi malin: oke ...dintunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!