Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAK SENGAJA BERTEMU
Rutinitas Ayuna masih seperti biasa, kantor, kos jualan, ah sekarang ditambah kuliah juga. Masa liburan mahasiswa telah usai, kini para mahasiswa kembali berkutat pada bangku kuliah, termasuk Ayuna yang masih ada kelas untuk mata kuliah pilihan di hari jumat siang. Ia pun sudah melapor ke Bu Uci terkait jadwal kuliahnya itu, dan sudah disampaikan kepada Ibram juga.
Ayuna juga menyempatkan bertemu dengan Bu Eka, selaku dosen pembimbing lapangan setelah kuliah, dengan membawa draft laporan PKL yang sudah satu bulan ia lakukan.
"Untuk tanggal bagaimana, Bu. Saya kan PKL lebih dulu."
"Disesuaikan pelaksanaan real saja, Ay. Bukannya nanti kamu juga melampirkan kontrak kerja dan form PKL mandiri, samakan tanggal dimulai dan selesainya."
"Baik!"
Bu Eka pun melihat laporan PKL Ayuna, beliau sangat suka karena rapi dan sistematis. "Runtut ya? Ini form dari kampus?"
"Iya, Bu. Ini form dari kampus. Formnya sudah keluar bersamaan dengan penempatan PKL akhir Juni kemarin."
"Bagus. Di simpan yang rapi ya, oh ya saya bisa datang sewaktu-waktu kan ya?"
"Ouh bisa, Bu. Pihak kantor juga sudah saya beri tahu kalau sewaktu-waktu ada kunjungan DPL." Bu Eka pun mengangguk, sepertinya Ayuna sudah belajar banyak dari mereka. Laporan pun sangat rapi dan runtut. Bu Eka sangat suka.
"Kamu ada masalah, Ay?" tanya Bu Eka tiba-tiba. Ayuna yang sedang sibuk merapikan draf laporan berhenti sejenak. Fokus pada Bu Eka.
"Hem gak ada, Bu. Teman kantor baik semua, kebetulan saya anggota tim paling muda, jadi ya dianggap seperti adik. Kalau saya merasa kesulitan dibantu mereka, bahkan draft laporan ini saya diajari oleh salah satu senior saya di sana."
Dilihat dari jawaban Ayuna memang sepertinya tidak ada masalah, hanya saja Bu Eka heran dengan penampilan baru Ayuna. Jarang sekali remaja perempuan mau memotong rambutnya sependek itu. Bahkan mereka rela mengucurkan dana demi rambut yang sehat dan lebat. Tapi Ayuna?
"Rambut kamu?" tanya Bu Eka sengaja memancing. Ia tak mau anak didiknya ada masalah di kantor apalagi yang berhubungan dengan asmara. Bisa saja kan pemilik perusahaan terpincut pada Ayuna. Daun muda yang sedang wangi-wanginya coba.
"Ouh hanya ingin ganti suasana saja, Bu." Bu Eka mengangguk, percaya saja sama mahasiswinya, ia juga pernah muda, dan potong rambut adalah jalan pintas move on dari pacar. Tak lama kemudian Ayuna pamit undur diri.
Teringat kalau siang tadi belum makan, Ayuna pun beli makan dan berniat makan di kos saja. Tapi nyatanya, di cafe depan kampus ia bertemu dengan Ibram dengan seorang bocah laki-laki kecil.
"Pak Ibram?" sapa Ayuna, Ibram yang sedang mengelap pipi bocah itu sedikit kaget dengan kehadiran Ayuna.
"Eh, Ay. Udah kelar kuliahnya?" Ayuna mengangguk, fokusnya pada bocah kecil itu.
"Gavin kenalin ini Kak Ay. Ay ini Gavin," Ibram paham lah dengan sorot mata Ayuna yang penuh tanda tanya.
"Halo Kakak cantik, senang bertemu sama kakak!" ucapnya ramah, Ayuna pun membalasnya dengan tak kalah ramah.
"Saya masuk dulu ya, Pak!" pamit Ayuna tak mau menganggu keduanya. Ia masih penasaran saja dengan keduanya. Apa jangan-jangan Pak Ibram diam-diam punya anak? Ayuna pun memilih dine in. Sengaja memilih kursi yang menghadap keluar, mengamati gerak-gerik Ibram dan bocah itu.
Saat makanan Ayuna diantar, ia sempat melihat bocah kecil itu masuk ke mobil seorang pria berkaca mata. Ibram pun sempat mengobrol dengan laki-laki itu. Saat Ibram berbalik, buru-buru Ayuna mengalihkan pada makanan, tak mau ketahuan.
Dikira aman, Ayuna melihat keluar dan tak melihat Ibram, oh mungkin sudah pulang, pikir Ayuna. Ia pun mulai menyendokkan makanannya.
"Numpang duduk ya," izin Ibram yang tiba-tiba sudah menarik kursi. Ayuna kaget dong, sampai ia tersedak.
Ibram tersenyum, lucu banget ekspresi kagetnya. "Santai aja kali, Ay!"
"Bapak ngagetin saja!" protes Ayuna kemudian, sedikit sewot. Ibram melepas jasnya dan menggulung kemeja putih hingga siku. Ayuna jelas merasa canggung, ingin menikmati makanan dengan lahap eh bosnya malah duduk santai menunggu makanan tiba. Acara makan gak asyik nih.
"Tadi siapa, Pak?" tanya Ayuna memecah keheningan mereka. Mungkin Ibram memberikan kesempatan Ayuna untuk makan, jadi dia tidak mengajak omong dulu.
"Terimakasih," ucap Ibram saat pelayan menghidangkan makanan dan minuman yang dipesannya.
"Anaknya sepupu, biasanya dihandle mama, tapi mama sedang ada acara sama papa ke luar kota, makanya saya disuruh antar ke papa anak itu."
"Gak tinggal satu rumah sama papanya?" tanya Ayuna penasaran. Ibram menggeleng.
"Orang tua Gavin divorce, sepupu gue dokter, jadi agak kuwalahan merawat Gavin sih! Papanya dosen di kampus kamu loh."
Ayuna hanya melengos, ya elah kampus Ayuna itu gede, jurusannya banyak. Masa' iya Ayuna harus tahu semua dosen. Ya kalau pengajar Ayuna, ia pasti hafal, nah kalau beda jurusan, Ayuna tak tahu.
"Ya dosen apa, Pak? Saya juga gak kenal semua dosen," ujar Ayuna sewot.
"Ya kirain kamu tahu."
"Kasihan ya, Pak, anak sekecil itu harus pindah-pindah. Ke mamanya lalu ke papanya." Mendadak Ayuna menjadi melankolis.
"Makan, Ay!" tegur Ibram. Ayuna pun kembali meneruskan makan, keduanya diam, hanya denting sendok yang terdengar.
"Padahal dapat Gavin lama hampir 12 tahun!" ujar Ibram setelah mengusap mulutnya dengan tisu.
"Wow!"
"Keluarga dari papa agak susah dapat momongan. Cuma keluarga saya doang anaknya 3, sedangkan yang lain cuma satu dan itu dapatnya lebih dari lima tahun."
Ayuna mendengar saja, agak aneh karena Ibram terlalu banyak omong sore ini, berbeda saat di kantor. Mode iya, tidak, revisi gitu doang. Menyebalkan.
"Maaf ya, Pak!" Ayuna teringat kecurigaanya beberapa menit lalu tentang Gavin.
"Maaf untuk?"
"Tadi, saya sempat mengira dia anak Bapak. Cuma bapak menyimpannya rapat-rapat dari orang kantor." Detik itu juga Ibram tertawa lebar, bahkan kepalanya sampai ketarik ke belakang. Sedangkan Ayuna hanya meringis.
"Gimana mau punya anak, calon istri aja gak punya!"
"Iya nih, saya juga belum pernah lihat pacar bapak, perasaan sama Pak Akmal mulu. Eh tapi sekarang Pak Akmal sudah gak jomblo lagi, Pak. Siap-siap ditinggal kencan sabtu minggu."
"Iya, sama adik kosmu."
"Betul, saya sendiri juga tidak menyangka Tya bisa kecantol sama Pak Akmal."
"Padahal Akmal udah gembar-gembor naksir kamu!"
"Saya agak takut sama Pak Akmal sebenarnya, Pak. Menurut saya terlalu agresif. Mantan saya saja terlihat pendiam gak macam-macam eh selingkuh juga. Apalagi modelan seperti Pak Akmal."
"Akmal setia kok, tenang saja." Ayuna pun mengangguk.
"Kamu juga kesepian doang, Tya kan kencan sama Akmal. Sabtu minggu kamu ngapain?"
"Jualan sendiri, Pak, sama lagi ikut les mobil."
"Les mengemudi?"
"Iya."
"Buat?"
Lah ini gimana sih, namanya les mengemudi ya les nyetir mobil, kok tanya buat apa segala. Bos aneh memang.
"Ya kalau nanti saya punya mobil, biar langsung pakai, Pak!"
"Oh!"
Obrolan mereka terhenti saat ponsel Ayuna bergetar, Ibram sempat melihat. Panggilan dari Arfan.
Siapa lagi ini?" protes Ibram tak suka.