Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Kabut pagi masih menggantung di langit ibu kota kekaisaran, menyelimuti atap-atap istana seperti selimut dingin yang enggan pergi. Udara menyimpan aroma kayu bakar dan embun, namun juga rasa hening yang begitu asing di antara tembok-tembok agung yang dulu penuh ambisi dan intrik.
Qianru berdiri di paviliun barat, tepat di bawah pohon plum yang mulai menggugurkan bunga-bunganya. Suara langkah pelan pelayan tua mengantarkan secangkir teh terakhir—teh pahit yang biasa ia minum setiap fajar, ketika memulai hari sebagai selir utama, penasihat kaisar, dan perempuan yang dituntut menjadi sempurna di mata dunia.
Namun pagi ini berbeda. Teh itu diletakkan tanpa kata, dan pelayan itu membungkuk begitu dalam, seakan tahu bahwa pagi ini adalah penutup dari segalanya.
Qianru menggenggam cangkirnya erat. Uapnya menghangatkan wajahnya, tapi tak cukup untuk mengusir dingin dari dalam dada. Ia telah membuat keputusan—mungkin keputusan paling berani dalam hidupnya.
"Semua sudah disiapkan, Guru."
Sebuah suara tenang datang dari balik pilar. Pemiliknya adalah Lin Yun, lelaki muda dengan mata jernih dan suara yang selalu terdengar penuh kesabaran.
Qianru menoleh. Lin Yun telah tumbuh dari remaja pendiam menjadi pria yang tenang, bijak, dan bersahaja. Ia bukan hanya murid yang berbakat dalam seni perang dan strategi, tapi juga seorang teman bicara dalam malam-malam sepi, seorang pendengar yang tidak pernah menilai.
"Terima kasih, Yun." Suaranya nyaris tak terdengar. "Kau tak harus ikut, kau tahu itu."
Lin Yun menggeleng pelan. "Aku memilih jalan ini bukan karena harus. Tapi karena aku ingin tahu… bagaimana hidup tanpa dinding emas, tanpa gelar, tanpa permainan kekuasaan."
Qianru tak menjawab. Dalam hati, ia tahu Lin Yun sedang mencari sesuatu yang tak bisa ditemukan di istana—mungkin kedamaian, mungkin jawaban tentang siapa dirinya sebenarnya.
Pelataran utama istana dipenuhi oleh penjaga berpakaian resmi. Mereka tidak berkata apa pun saat Qianru lewat, hanya menunduk dalam-dalam sebagai bentuk penghormatan terakhir. Di ujung pelataran, berdiri seorang pria yang pernah mengisi hatinya dengan rasa bangga dan juga luka—Kaisar Liu.
Mata kaisar menatap Qianru tanpa sorot kekuasaan. Hari ini, ia tidak berbicara sebagai pemimpin negeri, melainkan sebagai lelaki yang melepaskan seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.
“Qianru, jika kau pergi hari ini… kau tak akan bisa kembali lagi sebagai bagian dari istana.” ujar kaisar Liu
Qianru membungkuk dalam. “Itu sebabnya hamba pergi. Karena hamba ingin hidup sebagai manusia biasa, bukan sebagai simbol. Negara ini sudah cukup damai. Saatnya hamba istirahat.”
Kaisar terdiam lama. Akhirnya ia mengangguk, dan menyerahkan sebuah kantung kecil dari sutra merah.
“Ini bukan hadiah. Hanya kenangan. Jika suatu saat kau ingin melihat kembali masa lalu, bukalah.” ujar kaisar pelan
Qianru menerimanya dan menyembunyikannya dalam lipatan bajunya. Ia tidak berjanji apa-apa.
Gerbang istana perlahan terbuka. Lin Yun menunggu di luar, berdiri tegap dengan dua kantung kain besar di punggungnya. Pakaian sederhananya membuatnya tampak seperti rakyat biasa, tak ada tanda bahwa ia adalah anak dari seorang kaisar terdahulu—pewaris tahta yang sengaja disembunyikan demi stabilitas kekuasaan.
Qianru melangkah keluar. Mata mereka bertemu, dan dalam tatapan itu tak ada cinta romantis. Hanya kepercayaan. Pemahaman. Dua orang yang memilih berjalan bersama bukan karena saling memiliki, tapi karena sama-sama ingin melepaskan.
“Ke utara?” tanya Lin Yun.
Qianru mengangguk. “Desa Ping’an. Tanahnya subur. Udara bersih. Tak ada pengawal, tak ada pejabat.”
Lin Yun tersenyum tipis. “Kedengarannya seperti tempat yang cocok untuk menumbuhkan… hidup baru.”
Mereka berjalan bersama, langkah perlahan menyusuri jalan setapak yang akan membawa mereka menjauh dari pusat kekuasaan. Tak ada yang mengikuti. Tak ada yang mengejar.
Beberapa li dari gerbang istana, mereka berhenti di bukit kecil. Dari sana, istana tampak seperti mimpi yang telah pudar. Qianru duduk di atas batu besar, menarik napas panjang.
“Dulu aku pikir aku akan mati di sana,” gumamnya.
Lin Yun duduk di sampingnya. “Aku juga pernah pikir aku akan menghabiskan hidupku di sana. Menerima gelar, menerima perintah, berpura-pura.”
“Kita ini aneh ya?” Qianru menatap langit. “Diberi kekuasaan, tapi memilih ladang.”
Lin Yun tertawa kecil. “Aku rasa, kita hanya ingin menjadi manusia.”
Keheningan menyelimuti mereka. Bukan keheningan yang canggung, tapi keheningan yang tenang—seperti sungai yang mengalir pelan di musim semi.
“Aku akan membangun rumah kayu,” kata Lin Yun tiba-tiba. “Kau bisa mengajari aku menanam sayur.”
Qianru melirik. “Kau bisa menebang pohon?”
“Tidak.” Jawab Lin Yun
“Bisa menanam benih?” tanya Qianru
“Juga tidak.” jawab Lin Yun lagi.
“Lalu apa gunanya kau ikut?” tanya Qianru kesal
Lin Yun tersenyum. “Membawa air, memikul kayu, dan mendengarkan kalau kau ingin bicara.”
Qianru tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya sejak lama, senyum itu bukan bentuk formalitas, tapi ketulusan.
“Kalau begitu, kita mulai dari ladang.” jawab Qianru
Langit pagi membuka tirainya perlahan. Matahari muncul, menghangatkan tanah dan hati mereka yang berjalan perlahan ke arah utara—menuju kehidupan baru yang belum mereka pahami sepenuhnya.
Tapi mereka siap belajar bersama.
Bersambung
Jodoh kali ya🤭🤭🤭🤭🤭🤭
berani maju pantang mundur tanpa 10 topeng yang melekat di wajah
semangat nulisnya Thor 🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰