Tawanan Ranjang Duke Kejam

Di sana terdapat 50 unit sepeda, beberapa unit kereta kuda kokoh yang nyaman. Bahkan roda pada sepeda dan kereta kuda dipasang sesuai dengan instruksi Alice.

Tanaman karet juga banyak tersebar di wilayah selatan Corvin yang tidak terdampak salju dan bahkan hanya ada dua musim di sana, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Seperti di daratan tropis bila di dunia modern.

“Sempurna, bagaimana dengan pembangunan malnya?” tanya Alice. Seorang kesatria maju untuk melaporkan.

“Semuanya berjalan sesuai rencana, Nyonya,” jawabnya. Dengan sendirinya para pengkhianat keluar dari wilayah Corvin karena merasa bahwa wilayah Corvin akan segera bangkrut.

Bahkan beberapa bangsawan yang berada di bawah kekuasaan Duke Corvin mulai merasa prihatin dan berniat membantu dengan uang pribadi mereka, namun Lucian hanya tersenyum dan tidak menerima bantuan itu.

Bila para bawahannya mengalami kekurangan, itu sama saja dengan menghancurkan kaki dan tangan dengan pedang sendiri. Lucian tak menginginkannya, sedangkan yang menjalankan semua hal di kediaman itu, yaitu Alice, tampak sudah puas dengan hasilnya.

“Rekrut sebanyak mungkin warga perempuan yang ingin mendapatkan penghasilan. Kita akan memproduksi banyak sekali barang,” ucap Alice. Sontak, perekrutan pekerja dilakukan secara besar-besaran.

Alice juga mulai memberdayakan ulat sutra yang katanya sangat sulit diberdayakan itu. Taman kaca yang seharusnya dihiasi banyak tanaman indah, kini beralih fungsi menjadi tempat pemberdayaan ulat sutra.

Para wanita di wilayah itu akhirnya mulai bekerja. Sistem pekerjaan dilakukan secara bergantian untuk menghindari kelelahan pada pekerja, dan juga sistem pekerjaan dilakukan 24 jam nonstop.

Alhasil, pekerja dibagi menjadi empat shift waktu, dan itu sangat membantu bagi mereka yang ingin melakukan kegiatan lainnya, dengan waktu bekerja yang hanya enam jam.

“Alice, apakah semuanya baik-baik saja?” Lucian melihat Alice yang tampak berada di kamarnya dengan meja kerja yang dipenuhi banyak kertas berserakan.

“Tidak apa-apa, Lucian. Aku kan Duchess Corvin!” ucap Alice tersenyum kaku. Jujur saja, tubuh Alice mulai lelah mengerjakan semuanya sendiri.

Namun, dia tak ingin menyerah. Alice jauh dari tampilan seorang nyonya bangsawan yang dipenuhi kemewahan atau gaun-gaun yang dihiasi banyak permata. Alice selalu mengatakan bahwa bila dirinya nyaman, dia tak membutuhkan semua kemewahan berlebih itu.

Enam bulan berlalu, dan kini pembangunan mal di Ibu Kota juga telah selesai dilaksanakan. Hampir tujuh bulan Alice bekerja ekstra, namun untunglah tubuhnya cukup tangguh dan bisa bertahan.

Lucian sendiri tak menyangka bila wanita yang dicintainya itu ternyata adalah permata yang sungguh berharga. Bukan hanya parasnya yang cantik, yang mampu membuat hatinya terpaut dalam satu kali lirik, namun juga karena hati Alice cukup baik, serta keterampilan dan kemampuannya yang melebihi orang-orang pada umumnya.

“Dengarkan baik-baik, mulai sekarang kalian akan menjadi pengelola dalam mal itu, dan aku juga sudah memberikan data tata cara penyerahan dan pendataan dari mal. Semuanya harus tersusun rapi tanpa ada kekurangan.” Alice memberikan kertas di tangannya, contoh cara melakukan pengumpulan data dan barang.

Semua orang yang ada di hadapan Alice adalah orang paling terpelajar di wilayah Corvin, dan mereka cukup terkejut dengan sistem baru yang cukup efisien dan mudah dipahami itu.

“Baik, Nyonya!” serentak mereka bersiap. Sistem sudah disiapkan. Loyalitas pasti nomor satu, karena gaji, tunjangan, dan juga uang makannya tidak sedikit.

“Alice, apa semuanya sudah selesai?” Lucian tampak diam sejak tadi, memperhatikan istrinya yang bekerja tanpa kenal lelah.

“Sudah. Sekarang kita hanya perlu banyak berinovasi dan membangun banyak cabang di berbagai kota di kerajaan lain.” Lucian tertegun. Alice nyatanya bukan hanya ingin banyak penghasilan, tapi juga ingin memiliki jaringan yang luas di wilayah perdagangan.

“Lucian, Anda baik-baik saja?” Alice mendekat, memperhatikan wajah Lucian yang tampak muram.

“Alice, saya tahu Anda melakukan ini untuk kebaikan wilayah Corvin. Namun, Anda juga harus ingat kesehatan Anda.” Lucian menempelkan tangannya di pipi Alice. Alice tersenyum dan mengusap tangan itu di pipinya sendiri lalu mengecupnya lembut.

“Lucian, ayo kita berlibur!” ajak Alice. Lucian tersenyum dan mengangguk patuh.

“Ah, saya juga ada beberapa hal yang ingin ditanyakan.” Alice membawa Lucian ke kamarnya. Dia mulai mengambil sebuah kertas.

“Berapa jauh wilayah penghasil karet? Bukankah ini aneh. Karet bisa sampai kurang dari dua hari, sedangkan jarak Ibu Kota ke wilayah Corvin saja lebih dari empat hari.” Alice tampak berpikir. Lucian duduk di samping Alice.

“Alice, wilayah penghasil karet itu kan adalah wilayah Corvin. Tentu saja jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan jarak Corvin ke Ibu Kota,” jawab Lucian. Alice menganggukkan kepalanya.

“Tapi seharusnya wilayah tersebut memiliki iklim tropis, sedangkan di sini seperti kutub. Bukankah itu aneh?” Alice menatap Lucian seolah bertanya, sebenarnya kenapa?

“Alice, wilayah Corvin bukanlah wilayah kutub. Meski di sini hanya ada dua musim saja, namun di sini juga termasuk wilayah tropis. Namun, karena suatu hal kita menjadi jarang melihat matahari. Tapi meski di sini banyak salju, bukankah udaranya tidak begitu dingin?” Lucian mengulurkan tangannya. Tangan itu diterima oleh Alice.

Lucian membawa Alice ke area sebuah ruangan terkunci. Lalu di dalamnya, dia juga membuka sejenis sandi dan akhirnya sebuah lorong terbuka dari dalam tanah. Alice terdiam, memperhatikan lorong gelap yang amat mengerikan itu.

“Jangan cemas, Alice. Mari.” Lucian menenangkan Alice seolah semuanya akan baik-baik saja.

“A-apa ini?” Alice tertegun bukan main saat melihat sebuah bongkahan es besar yang membeku, dan di dalamnya tampak ada mayat naga berwarna putih besar.

“Ini adalah naga es. Dia membekukan dirinya sendiri dan melindungi wilayah ini dari pendatang. Oleh karenanya, salju turun setiap waktu,” jelas Lucian. Alice tertegun dan menganggukkan kepalanya.

“Kau akhirnya datang.” Terdengar suara tiba-tiba di telinga Alice.

“Siapa itu!” pekik Alice yang tidak mengenali suara itu dan menatap sekeliling. Lucian tertegun karena juga mendengar suara tersebut.

Syut!

Mata dari naga es itu terbuka dan membuat Lucian dan Alice terpaku. Lucian langsung memeluk Alice, menyembunyikan Alice dalam pelukannya.

“Lucian Von Corvin, sudah seribu tahun lamanya aku tertidur. Alice Norin, mengesankan! Sudah lama tidak bertemu,” ucap sang naga. Alice membelalakkan matanya.

“K-kau tahu aku?” gugup Alice. Alice Norin adalah namanya di kehidupan sebelumnya.

“Tentu saja. Gua di dekat pantai. Bukankah kau juga yang menjadikan tulang terakhirku menjadi gelang?” Alice membelalakkan matanya, dan akhirnya tersadar bahwa gelang itu kini juga tengah dipakai olehnya. Namun, tulangnya telah menghilang dan hanya ada tali merah yang dikatakan di sana.

“Kemana dia?” Alice membolak-balikkan gelangnya, namun memang menghilang.

...Kata-kata hari ini:...

..."Pantang menyerah bukan berarti tak pernah jatuh, tapi selalu memilih untuk bangkit meski hati rapuh."...