NovelToon NovelToon
Doa Kutukan Dari Istriku

Doa Kutukan Dari Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Pelakor / Kutukan / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:45.9k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Vandra tidak menyangka kalau perselingkuhannya dengan Erika diketahui oleh Alya, istrinya.


Luka hati yang dalam dirasakan oleh Alya sampai mengucapakan kata-kata yang tidak pernah keluar dari mulutnya selama ini.


"Doa orang yang terzalimi pasti akan dikabulkan oleh Allah di dunia ini. Cepat atau lambat."


Vandra tidak menyangka kalau doa Alya untuknya sebelum perpisahan itu terkabul satu persatu.


Doa apakah yang diucapkan oleh Alya untuk Vandra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

Wajah Vandra berubah pucat pasi ketika pintu lift terbuka. Napasnya seakan berhenti di tenggorokan saat melihat sosok yang sama sekali tak ingin ditemuinya di momen seperti ini. Zara berdiri di sana, tegak, dengan tatapan tajam penuh amarah yang menusuk langsung ke jantungnya. Tangannya menggenggam ponsel, terarah tepat padanya, seakan itu senjata paling mematikan di dunia.

“Sayang, ada apa?” suara Erika lirih, penuh tanda tanya. Ia menoleh ke arah Vandra, bingung melihat kekasih gelapnya mendadak kaku, berdiri bagai patung.

Namun jawaban tak kunjung datang. Yang terdengar justru teriakan lantang yang menggema hingga ke lobi hotel.

“Wow! Apakah kalian ingin tahu pasangan selingkuh paling spektakuler tahun ini? Dialah Vandra Dwipangga dan Erika Maharani!”

Suara Zara meledak seperti bom yang menghancurkan suasana. Beberapa orang di lobi langsung menoleh. Langkah mereka terhenti, pandangan mereka tertuju pada pasangan yang berdiri di ambang lift. Ada rasa ingin tahu, ada juga sorot jijik yang muncul seiring bisik-bisik cepat menyebar.

Muka Erika seketika merah padam. Darahnya serasa naik ke kepala, jantungnya berdegup panik. Dengan gemetar, ia menyembunyikan wajahnya di punggung Vandra, berharap bisa menghilang ditelan lantai marmer dingin.

“Zara, apa-apaan kamu!” bentak Vandra dengan suara pecah, tangannya terulur hendak merebut ponsel dari adiknya. Ia tahu betul rekaman itu bisa menghancurkan seluruh hidupnya.

Namun Zara hanya tersenyum mengejek, senyum penuh kemenangan yang bercampur sakit hati. “Aku sedang merekam perselingkuhan kalian buat jadi barang bukti. Bagus, kan?”

Tatapannya menyala-nyala, seperti bara yang tak bisa dipadamkan. Seandainya saja tadi kedua orang tuanya tidak menahan lewat telepon, menyuruhnya bersabar, mungkin saat ini Zara sudah menampar Erika sampai wajahnya lebam, menjambak rambutnya, atau bahkan mencakar kakaknya sendiri. Amarah di dadanya begitu penuh hingga seakan-akan tubuhnya bergetar menahannya. Dan karena tak bisa menyalurkan lewat tangan, ia melampiaskan lewat mulut, lewat kata-kata yang menyayat dan sorot mata yang menusuk.

Orang-orang mulai berkumpul, sebagian mengangkat ponsel, ikut merekam. Kamera-kamera kecil itu terasa bagai ribuan mata yang menghakimi.

Melihat semua itu, Zara malah makin senang. Biarlah dunia tahu. Biarlah aib ini terkuak, supaya Kakaknya dan perempuan itu tidak bisa lagi bersembunyi di balik topeng manis.

“Siapa yang selingkuh. Kita kebetulan saja bertemu di lift,” ucap Vandra dengan suara gemetar, mencoba mengelak.

“Kakak kira aku ini bodoh?!” bentak Zara, nadanya pecah oleh luka. “Sejak kalian turun dari mobil dan masuk ke hotel ini, aku lihat semuanya. Aku juga sudah melaporkan ke Mama. Makanya Mama nelepon Kakak buat pulang, kan?”

Vandra terdiam. Kata-kata Zara menamparnya keras. Dia shock, tubuhnya terasa kaku, bibirnya bergetar namun tak ada suara yang keluar. Bagaimana bisa adiknya sendiri tahu semua gerak-geriknya?

Zara mendengus, tawanya getir. “Satu jam yang lalu Mama minta Kakak segera datang ke rumah. Katanya lagi di pinggiran kota dan otw. Rupanya? Di hotel, ya. Dengan wanita ini. Padahal cuma butuh lima belas menit untuk pulang!”

Vandra tak bisa membalas. Di kepalanya terputar kembali panggilan telepon dari Mama. Peringatan itu ia abaikan. Demi memuaskan nafsu bersama Erika, ia berbohong—mengatakan dirinya berada jauh. Kini kebohongan itu menjerat lehernya sendiri.

“Kakak pikir aku tidak tahu? Kalau saja pihak hotel mau kasih tahu nomor kamarnya, sudah dari tadi aku labrak kalian di ranjang!” seru Zara, suaranya meninggi.

Sekeliling mereka semakin riuh.

“Rupanya pasangan selingkuh,” ucap seorang wanita paruh baya dengan nada jijik.

“Sampai melakukan zina lagi,” timpal wanita muda, wajahnya berkerut seakan melihat sesuatu yang kotor.

“Sudah selingkuh, zina, pembohong pula sama ibunya,” ujar seorang gadis muda. Tatapannya penuh kebencian, terarah ke Vandra dan Erika seolah keduanya sampah.

“Mereka pantas dapat sanksi sosial. Biar tahu rasa!” seru seorang pria paruh baya, suaranya lantang membuat beberapa orang mengangguk setuju.

Suasana lobi hotel berubah menjadi ruang pengadilan dadakan. Sorotan mata adalah hakim, bisik-bisik adalah vonis. Dan rekaman-rekaman ponsel adalah palu godam yang siap menjatuhkan hukuman sosial seumur hidup.

Vandra menunduk, wajahnya merah padam, campuran malu dan takut. Erika hanya bisa menunduk dalam-dalam, hatinya berteriak ingin berlari sejauh mungkin dari tempat itu. Mereka berdua terbakar dalam sorakan dan cemooh.

Tak sanggup menahan lagi, mereka bergegas menuju mobil.

Namun langkah itu terhenti. Zara tiba-tiba menarik tangan Erika keras-keras ketika perempuan itu hendak membuka pintu depan.

“Eits, tunggu! Mau apa kamu?!” suara Zara lantang, membuat beberapa pasang mata kembali menoleh.

“Zara, biarkan Erika naik!” Suara Vandra parau, penuh desakan.

Zara menatap Erika dengan pandangan penuh benci. “Di belakang! Enak saja duduk di depan, seolah-olah kau yang punya tempat di sini. Ingat, Kak. Ini mobil punya Mbak Alya. Istrimu!”

Kalimat itu menampar keras, menusuk sampai ke hati. Erika terdiam, wajahnya kaku, lalu perlahan duduk di kursi belakang dengan ekspresi masam. Ia merasa dipermalukan, namun tak bisa melawan.

Dalam hati, Erika menyesal. Ia tak pernah menyangka perselingkuhan yang selama ini ia nikmati bersama Vandra akan ketahuan seburuk ini di hadapan orang banyak, diarak seperti tontonan murahan.

Di kursi depan, Vandra menggenggam kemudi dengan tangan bergetar. Sorakan orang-orang masih menggema di telinganya, menusuk lebih dalam dari belati. Kata-kata mereka akan terus menghantuinya dan yang paling menyakitkan, bayangan wajah Alya muncul begitu jelas di kepalanya. Wajah penuh kesetiaan, penuh kasih sayang, yang kini pasti sudah hancur berkeping-keping.

Rumah sederhana bercat putih itu berdiri kokoh di tengah halaman luas. Dari luar, bangunan itu tampak damai, tenang, seperti tempat di mana cinta keluarga seharusnya bernaung. Namun, bagi Vandra dan Erika, setiap langkah mendekat ke sana terasa seperti berjalan menuju jurang gelap yang siap menelan mereka hidup-hidup.

Jantung Vandra berdegup kencang, peluh dingin membasahi pelipisnya, sementara Erika menyeret kakinya seperti tahanan yang digiring ke meja pengadilan.

Begitu pintu kayu dibuka, hawa dingin menyergap, bukan sekadar dari pendingin ruangan, melainkan dari tatapan tajam yang menghantam mereka seperti ribuan panah. Semua mata langsung menoleh, menatap tanpa belas kasihan.

Di ruang tamu, Papa Indera duduk kaku dengan wajah kelam, sorot matanya menusuk tajam seakan bisa menembus ke dasar hati. Mama Vany menunduk, namun wajahnya memerah menahan tangis.

Alya, sang istri sah, duduk di kursi seberang. Tubuhnya bergetar halus, tangannya terkepal di pangkuan. Air matanya menggenang, tapi ia tetap berusaha tegar, meski jelas sekali hatinya diremas hingga berdarah.

Di samping Alya ada Pak Lukman dan Bu Laila—mertua Vandra—menatap penuh kekecewaan. Wajah mereka yang biasanya penuh senyuman, kini dingin. Seakan tersirat, bagaimana mungkin menantu yang dulu mereka banggakan tega menghancurkan putri mereka?

Langkah Vandra terhenti di ambang pintu. Dadanya terasa sesak, napasnya tercekat. Erika berdiri di sampingnya, gemetaran. Tubuhnya kaku, seakan tak mampu menahan tatapan benci yang menusuknya. Seumur hidupnya, ia tak pernah merasa sehina ini.

“Duduk!” Suara berat Papa Indera meledak, keras, tak memberi ruang untuk membantah.

Dengan langkah berat, Vandra berjalan menuju sofa. Ia menunduk, tak berani menatap siapa pun. Bahkan untuk melihat Alya saja, ia tak sanggup. Erika menempel erat di sisinya, mencari perlindungan. Namun, justru kebersamaan itu membuat tatapan semua orang semakin menusuk. Bagi mereka, pemandangan itu adalah pengkhianatan yang ditampilkan tanpa malu.

Hati Alya serasa ditusuk sembilu ketika melihat wanita lain duduk begitu dekat dengan suaminya. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh setitik, membasahi pipinya. Lelaki yang selama ini ia cintai, ia hormati, dan ia layani dengan sepenuh hati, kini duduk di hadapannya bersama perempuan lain. Luka itu terlalu dalam untuk bisa digambarkan dengan kata-kata.

“Vandra!” Mama Vany akhirnya bersuara. Suaranya serak, matanya memerah menahan air mata. “Apa benar kalau kamu sudah lama selingkuh dengan wanita itu?”

Sebelum Vandra sempat menjawab, Zara yang sejak tadi berdiri menyilangkan tangan, langsung menyambar. Bibirnya melengkung dengan senyum sinis.

“Namanya Erika, Ma. Dulu dia sangat terkenal di kampus, loh! Senior dengan gelar ‘ayam kampus’. Cantik, iya. Body semok, dada montok, itu yang bikin banyak dosen klepek-klepek.”

“A-ayam kampus?!” seru semua orang hampir bersamaan.

Zara semakin beringas. “Pas aku baru masuk kuliah, dia udah tingkat empat. Kalau nggak percaya, tanya Amara! Dia pernah lihat langsung Erika sedang di @#$ dosennya, di kampus.”

Wajah Erika memerah, separuh malu, separuh marah. Napasnya memburu, tangannya mengepal. Kenapa masa lalu yang sudah lama ingin ia kubur justru diungkap di depan banyak orang, di depan keluarga kekasihnya?

“Diam dulu, Zara. Biarkan Mas Vandra bicara,” suara Alya akhirnya terdengar. Suaranya bergetar, penuh luka, tapi juga tegas. Ia berusaha kuat meski dadanya seperti diremuk.

“Ki-ta hanya ber-te-man, Ma,” ujar Vandra tergagap, suaranya goyah. Kata-kata itu terdengar seperti dusta yang bahkan ia sendiri tak percaya.

“Tidak usah berbohong, Mas. Jawab saja jujur!” balas Alya, kali ini nadanya lebih tegas. Matanya basah, tetapi sorotnya menusuk. Ia bukan lagi Alya yang lemah lembut, melainkan istri yang hatinya terbakar pengkhianatan.

“Kita rekan kerja, Kak. Kebetulan perusahaan kita ada kerja sama,” ucap Erika pelan, suaranya parau. Ia mencoba mencari alasan, namun wajahnya jelas memperlihatkan rasa takut dan tak berdaya.

Alya tersenyum getir dan sinis, senyum yang tak pernah ditunjukkannya sebelumnya. “Kerja sama? Di hari Minggu? Di kamar hotel berdua?” Nadanya tajam. “Aku tahu betul perusahaan tempat Mas Vandra. Tidak pernah ada lembur di hari Minggu. Kalau perusahaanmu lembur di akhir pekan, Erika, ya, aneh sekali.”

Kata-kata Alya itu bagai cambuk. Semua mata menatap Erika, membuatnya semakin terpojok.

Vandra tercekat. Ia melihat perubahan besar dalam diri istrinya. Alya yang biasanya lembut, sabar, dan jarang marah kini bicara dengan nada penuh sindiran. Itu membuat Vandra semakin tersudut.

“Kerja itu cuma alasan,” celetuk Zara tiba-tiba, tanpa ampun. “Sebenarnya kalian di hotel itu buat @#$ an, kan?! Makanya Kak Vandra keramas sebelum ke luar kamar hotel!”

Ruangan mendadak hening. Semua orang menoleh dengan tatapan kaget, sementara wajah Alya semakin pucat. Tubuhnya gemetar, dan akhirnya ia tak sanggup lagi menahan tangis. Air matanya jatuh bercucuran. Bu Laila yang duduk di sampingnya segera meraih putrinya, memeluk erat tubuhnya yang rapuh. Wanita paruh baya itu ikut menangis, merasakan betapa pedihnya luka yang dialami anaknya.

Vandra dan Erika saling berpandangan. Mata Erika berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan tangis. Berkali-kali Zara mempermalukannya, menelanjangi masa lalu dan hubungan terlarang mereka tanpa ampun.

“Diam kau, Zara!” akhirnya Vandra bersuara, mencoba membela. “Sekarang Erika sudah bertaubat dan berhijrah!”

Zara tertawa keras, tawanya getir, penuh ejekan. “Taubat? Hijrah? Kalau benar, dia nggak akan tidur denganmu! Orang yang bertaubat nggak akan zina!”

“Kita tidak berzina!” teriak Vandra spontan, suaranya pecah.

***

Assalammualaikum, semua. Kali ini aku buat cerita yang serius, bukan komedi romantis. Cerita ini dulu aku buat sekitar tahun 2023, tapi baru bisa di upload kali ini. Kisah Alya dan Vandra ini banyak terjadi di masyarakat kita. Kebetulan juga salah satunya orang yang aku kenal. Kita bisa ambil pelajaran dari kisah hidup orang. Ambil sisi baiknya dan jangan tiru sisi jelek atau buruknya.

1
Aditya hp/ bunda Lia
si Erika gak bakalan tobat yang ada makin sesat dia nanti ...
Sunaryati
Sepertinya jadi wanita simpanan lagi, pakai jilbab juga melakukan zina sama kamu Ndra, lebih baik telanjang sekalian
Nar Sih
sekali jdi tukang selingkuh pasti tetep mengulang lgi dan itu blsan untuk mu vandra ,firasat buruk mu pasti akan terjdi
Sunaryati
Pasangan hasil dari selingkuh, kok bangga. Candra tidak malu pada anak-anaknya
Nar Sih
bnr kta sahabat mu alya ,kmu hrus cari bahagia mu juga
partini
tuh lobang mau di Emer lagi benar Baner yah kalau ga sakit ga berhenti
Himna Mohamad
hmmm,,gimana rasanya vandra,,dikhianati
Nar Sih
dendam mu akan membuat mu hancur erika
Ayudya
bahagiakan diri mu Alya dan percantik biar tau tu vandra kalau kamu tu tambah cantik dan bahagia tanpa vandra.🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
🌸Santi Suki🌸: 👍👍👍👍👍
total 1 replies
juwita
teh santi lp menidurkan burung si vandra. mknya ttep perkasa🤣🤣
🌸Santi Suki🌸: belum dibuat tidur, itu. nanti dulu 😩 ini baru bab 27
total 1 replies
juwita
ko kutukan alya g manjur ya. burung si vandra bisa hidup itu🤣🤣
Hary Nengsih
Albiru
Susi Akbarini
sama Albiruni aja.

seiman..
baik..
sabar..
setia.

❤❤❤😍😙
🌸Santi Suki🌸: ❤️❤️❤️❤️❤️
total 1 replies
tiara
Akya sudah bahagia dengan hidupnya sekarang tanpa beban,semoga cepat mendapat pengganti Vandra biar aman ada yang melindungi
🌸Santi Suki🌸: 👍👍👍👍👍
total 1 replies
Aditya hp/ bunda Lia
begitulah kalo dari kecil terlalu di manja jadi setelah dewasa tidak ada rasa tanggung jawab semua yang dia mau harus terwujud harus bisa diraih meski dengan jalan salah ...
Aditya hp/ bunda Lia
yeee .... dasarnya hatinya kotor udah di bui juga bukannya sadar malah dendam ...
Eva Karmita
yakin kalian berdua bisa hidup bahagia...??
seperti nya itu tak mungkin 😏 apa lagi melihat sikap Erika yg masih sook jadi korban padahal tersangka bikin gedek ni orang satu 😠👊
Dan kamu Vendra pakai otakmu sudah di wanti" sama keluarga mu jgn berhubungan lagi dgn Erika maseh juga kamu langgar lihat aja akan jadi apa rumah tangga mu nanti...
Uba Muhammad Al-varo
si vandra balik lagi ke Erika nggak heran lagi karena dua2nya egois rasa paling benar aja,si Erika ini kalau bukan karena cacat tubuhnya nggak mungkin dia sadar malah tambah sengkle kelakuannya /Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Determined/
semoga Alya dan anak2nya selalu baik' keadaannya
Uba Muhammad Al-varo
si Erika benar2 otak nya bergeser jadi yang ada dipikirannya, menyalahkan orang lain dan dendam
Uba Muhammad Al-varo
si Erika dikira mah sadar setelah keluar dari sel tahanan,lah malah dendam manusia begini nih benar2 udah masuk ke kelompoknya iblis, memang benarkan kalau orang yang berzina itu masuk langsung kedalam kelompoknya iblis,maaf kalau ada kesalahan dalam penyampaian kalimat nya🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!