Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Iren merasa jantungnya semakin berdetak kencang. Pernyataan cinta Alex terdengar tidak masuk akal. Mereka belum lama saling mengenal, berkerja sebagai sekretarisnya pun baru ia jalani selama 24 jam. Mana mungkin benih-benih cinta itu tiba-tiba hadir dan langsung bermekaran dalam waktu yang sangat singkat? Batin Irene, tidak mempercayai ucapan Alex. Namun, tawaran sang mafia terdengar sangat menggiurkan. Walau bagaimanapun, uang adalah segalanya. Wanita mana yang akan menolak ketika disuguhkan kemewahan dan ditawari istana megah dan menjadi Ratu di dalamnya?
"Kenapa kamu diem aja, Iren?" tanya Alex, menghentikan langkahnya tepat di depan tubuh Irene, menunduk, memandang wajahnya dengan mata sayu. "Saya orangnya gak suka basa-basi dan saya gak suka penolakan."
Iren tersenyum sinis. "Dih, nyatain cinta ko maksa!" decaknya seraya memalingkan wajah ke arah samping, mencoba menyembunyikan rasa gugup dan takut.
Alex meraih dagu Iren, mendekatkan wajahnya dengan senyum kecil. "Yakin, kamu akan nolak menjadi Ratu di istana saya ini?"
Iren terdiam, memandang bola mata Alex dengan lekat.
"Selain menjadi Ratu di istana saya, kamu juga gak perlu kerja keras, Irene. Kamu gak perlu capek-capek cari duit."
"Terus, gimana sama pekerjaanku sebagai sekretaris Anda, Pak Alex?"
"Kamu bisa tetap berada di sisi saya, sebagai sekretaris dan pendamping saya."
"Dih, katanya gak usah capek-capek kerja cari duit, gimana sih Anda ini?" decaknya kembali membuang muka ke arah samping, tatapan mata Alex begitu sayu, ia tidak ingin terburai dan melupakan tujuan awalnya mendekati pria itu.
"Kalau kamu nolak saya, kamu gak bisa keluar dari ruangan ini dalam keadaan hidup," ancam Alex, membuat Irene terkejut, kembali memandang wajah pria itu dengan mata membulat.
"Anda mengancam aku?"
"Bukan mengancam, tapi membujuk."
"Itu sih bukan membujuk, Pak, tapi mengancam, memaksa dan menakut-nakuti."
"Kamu takut?"
Irene kembali terdiam, jantungnya semakin berdetak kencang. Ia merasa terjebak dalam situasi yang sangat sulit. Haruskah dirinya menerima tawaran Alex? Dengan begitu, ia tidak akan terlalu sulit mengumpulkan bukti kejahatan yang telah dilakukan oleh pria. Namun, apa yang akan terjadi dengannya apabila Alex tahu siapa ia yang sebenarnya? Nyawanya sudah pasti akan melayang. Irene menelan salivanya kasar, membayangkannya saja membuat jantungnya berdetak semakin tidak karuan.
"Kamu cukup jawab iya atau tidak, Irene. Gak usah banyak mikir," ucap Alex, seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Irene Larasati.
"Pak," lirih Iren dengan senyum kecil. "Eu ... apa Anda gak memberiku waktu buat berpikir? Pernyataan cinta Anda terlalu tiba-tiba, Pak Alex. Aku butuh waktu buat berpikir. Ya, apa yang Anda bilang tadi emang benar, wanita mana yang akan menolak punya pacar atau suami kaya raya, tapi aku gak seperti wanita-wanita di luaran sana."
"Justru itu, Irene. Itu yang saya suka dari kamu."
"Hah?"
"Kamu berbeda dari wanita-wanita di luaran sana."
Irene menggaruk kepala sendiri yang tiba-tiba terasa gatal. "A-aku gak ngerti, Pak."
"Kebanyakan wanita pasti akan langsung nerima cinta saya tanpa berpikir panjang. Apalagi setelah ngeliat brangkas saya ini. Hmm ... mereka pasti bakalan langsung bilang 'Iya, aku mau', tapi kamu--"
Ucapan Alex tertahan, saat mendengar suara langkah seseorang. Siapa lagi kalau bukan David, asisten pribadinya sendiri karena hanya sang asisten yang bisa memasuki ruangan tersebut.
"Akh, sial! Si David dateng di waktu yang gak tepat," gumamnya, melangkah keluar dari ruangan tersebut.
Iren sontak melakukan hal yang sama. "Si-siapa, Pak? Apa ada yang masuk ke ruangan ini?"
Alex tidak menanggapi pertanyaan wanita itu, segera menutup pintu brangkas. Rak buku yang semula terbuka, kini kembali berjejer dengan yang lainnya, terlihat rapi seperti semula, bahkan tidak terlihat seperti terdapat ruangan rahasia di dalamnya. Irene memandang lekat buku-buku tebal yang memenuhi rak.
"Akh, sial! Kenapa aku gak liat Pak Alex neken buku yang mana?" batinnya dengan kesal.
David akhirnya tiba di ujung tangga, membungkuk memberi hormat kepada sang mafia. Tatapan matanya beralih kepada Irene, memandanginya dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan kening mengerut.
"Kenapa wanita ini bisa ada di sini? Apa Tuan Bos baru aja nunjukin brankasnya sama dia? Dasar Alex bodoh, wanita itu polisi," batin David dengan kesal.
"Selamat malam, Tuan," sapanya, kembali memandang wajah Alex William.
Alex melangkah mendekati David. "Gimana, apa kapalnya udah merapat ke pelabuhan?" tanya Alex, meraih tombol remote yang tergeletak di atas meja lalu mengarahkannya ke televisi, menekan salah satu tombol dan layar pun seketika menunjukkan sesuatu yang mengejutkan.
Irene membulatkan matanya, menatap layar televisi berukuran raksasa yang kini memperlihatkan sebuah pelabuhan dengan kapal-kapal besar yang sedang berlabuh.
"Apa itu? Apa Pak Alex memasang CCTV di pelabuhan juga?" batin Irene merasa tidak habis pikir.
David menyadari ke mana arah tatapan mata Irene, pria itu semakin curiga dengan gelagatnya yang tidak biasa. Satu hal yang membuatnya kesal, mengapa Alex mengindahkan peringatannya? Bukankah Alex sendiri yang memintanya menyelidiki latar belakang Irene? Satu informasi penting pun sudah ia laporkan. Informasi yang menyatakan bahwa Irene adalah anggota kepolisian.
"Maaf, Tuan. Eu ... buat apa wanita ini ada di sini?" tanya David, mengalihkan pandangan matanya kepada Alex.
Alex tersenyum tipis. "Apa kamu lupa dia ini siapa? Irene sekretaris saya, David. Dia yang akan mengurus semua proposal penting tentang bisnis kita," jawabnya dengan santai, kembali meletakan remote di atas meja lalu melangkah mendekati Irene Larasati. "Dengan adanya dia di sini, kita bisa mengelabui pihak polisi dan--" Alex menahan ucapannya.
David mengerutkan kening. "Dan apa, Tuan?"
"Dan dia akan tinggal di sini sama saya."
"Hah? A-Anda yakin akan membiarkan dia tinggal di sini? Dia itu 'kan--"
"Sttt! Itu cuma masa lalu, David. Irene cuma mantan anggota polisi, sekarang dia sekretaris saya, paham?" sela Alex, bahkan sebelum David menyelesaikan apa yang hendak ia ucapkan. Alex merangkul pundak Irene dengan senyum lebar. "Irene akan tetap ada di sisi saya. Mulai sekarang, kamu dan dia adalah tangan kanan dan tangan kiri saya, paham?"
David diam-diam mengepalkan kedua tangannya. Memandang wajah Irene dengan tajam. Ia sudah bekerja dengan Alex William selama lebih dari 10 tahun, dirinya bahkan belum pernah memasuki brangkas tempat sang majikan menyimpan seluruh hartanya yang berjumlah milliaran. Sementara Irene, wanita yang baru bekerja selama 24 jam, sudah diizinkan memasuki ruangan tersebut membuatnya merasa kesal.
"Dasar wanita sialan. Berani-beraninya dia merebut kepercayaan Tuan Alex dari saya. Awas aja kau, saya akan buktiin kalau kau cuma polisi yang nyamar. Tujuan kau udah jelas, kau ditugaskan buat nyari bukti kejahatan Tuan Alex," batin David mulai diselimuti dendam.
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅