NovelToon NovelToon
Ini Bukan Ragaku

Ini Bukan Ragaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Roh Supernatural / Fantasi Wanita / Balas Dendam / Transmigrasi / Dokter
Popularitas:409.6k
Nilai: 5
Nama Author: kenz....567

"Si4l, apa yang wanita itu rencanakan?
Mengapa setelah surat cerai kutandatangani, dia justru ... berubah?”
...
Lyara Elvera, seorang gadis yang tak merasakan keadilan di keluarganya. Kedua orang tuanya hanya memusatkan kasih sayang pada kakaknya, sementara Lyara tumbuh dengan rasa iri dan keinginan untuk di cintai

Namun, takdir berkata lain. Sebelum kebahagiaan menyentuhnya, Lyara meregang nyawa setelah terjatuh dari lantai tiga sebuah gedung.

Ketika ia membuka mata, sosok misterius menawarkan satu hal mustahil, kesempatan kedua untuk hidup. Tiba-tiba, jiwanya terbangun di tubuh Elvera Lydora, seorang istri dari Theodore Lorenzo, sekaligus ibu dari dua anak.

Namun, hidup sebagai Elvera tak seindah yang terlihat. Lyara harus menghadapi masalah yang ditinggalkan pemilik tubuh aslinya.

“Dia meminjamkan raganya untukku agar aku menyelesaikan masalahnya? Benar-benar jiwa yang licik!”

Kini Lyara terjebak di antara masalah yang bukan miliknya dan kehidupan baru yang menuntut penebusan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senyum Berbeda Di Wajah Yang Sama

Bel istirahat berbunyi. Beberapa teman sekelas Keisya langsung berhamburan keluar menuju kantin, sementara sebagian lainnya tetap tinggal di kelas, menikmati bekal masing-masing.

Keisya yang sejak tadi menahan lapar akhirnya membuka tasnya dan mengeluarkan kotak bekal yang Lyara berikan pagi tadi. Ia meletakkannya di atas meja, menatapnya dengan ragu sejenak.

“Kei, bawa bekal?” tanya salah satu temannya yang duduk di hadapannya sambil menatap kotak makan itu dengan penasaran.

“Iya,” jawab Keisya singkat, lalu membuka tutupnya.

Aroma tumis capcai langsung menyeruak, menggoda hidung dan perutnya yang sejak tadi kosong. Masakan buatan Lyara itu tampak begitu menggugah selera. Padahal sebelumnya, Keisya sempat menolak bekal itu dengan kasar. Namun Lyara tetap memberikannya tanpa memarahinya.

“Waaah, aromanya enak banget. Aku boleh coba sedikit?” tanya temannya sambil menelan lud4h.

“Enggak,” jawab Keisya ketus, lalu segera menyuapkan capcai itu ke mulutnya.

Namun, begitu rasa pertama menyentuh lidahnya, Keisya terdiam. Matanya menatap bekal di depannya, seolah tak percaya. Rasa gurih dan segar itu begitu pas di lidahnya—tidak terlalu asin, tidak terlalu manis. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar menikmati masakan buatan Lyara.

Padahal, sebelumnya ia selalu bersikap dingin dan menolak wanita itu. Tapi kini, rasa hangat mulai merayap perlahan di d4da. Ia tidak tahu, bahwa wanita yang kini menempati raga Elvera, bukanlah jiwa yang sama.

“Kamu enak ya, Kei. Ada Mama yang nyiapin bekal. Mamaku aja lebih milih tidur di tanah daripada masak,” celetuk teman berkuncir dua itu dengan nada sedih bercampur gurau.

Keisya tersentak mendengar itu. Ia kembali teringat ucapan Lyara tadi —kata-kata yang entah kenapa terasa begitu membekas di hatinya.

“Aku ke kantin dulu, ya,” pamit temannya kemudian.

Setelah kepergian temannya itu, Keisya melanjutkan makannya dengan cepat. Namun di sela-sela setiap suapan, ada sesuatu yang mengganjal di d4danya, rasa rindu yang tiba-tiba menyeruak tanpa sebab. Rindu akan kasih yang selama ini ia tolak mentah-mentah.

.

.

.

.

Theodore tengah membaca data pasien yang baru saja ia diagnosa. Matanya terasa berat, kepalanya berdenyut, dan punggungnya mulai pegal. Namun, sebagai dokter, ia tetap harus profesional.

Merasa butuh secangkir kopi, Theodore beranjak keluar dari ruangannya. Namun langkahnya terhenti ketika ia berpapasan dengan Zeya yang baru saja datang.

“Kebetulan banget! Aku bawa makan siang,” ucap Zeya ceria, menyerahkan tas bekal pada Theodore.

Pria itu menatapnya sesaat, hendak menerima, namun sudut matanya menangkap sosok yang sangat familiar. Ia menoleh dan seketika, napasnya tercekat.

Di ujung koridor, berjalan anggun seorang wanita dengan dress biru dan kacamata hitam. Di tangannya, ia menuntun seorang gadis kecil yang sibuk memakan biskuit.

“Elvera …,” gumam Theodore, nyaris tak percaya dengan penglihatannya. Zeya ikut menoleh, terkejut bukan main melihat wanita itu datang ke rumah sakit.

“Aah, kebetulan sekali,” suara Lyara terdengar lembut, tapi penuh ketegasan. “Kalian ini seperti perangko, ya. Kemana-mana berdua terus.”

Ia melepas kacamatanya, menatap lurus ke arah Theodore dan Zeya. Senyumannya manis, tapi ada ketajaman yang menuusuk di baliknya.

“Sayang, aku bawakan makanan untukmu. Istrimu ini masih ada, jadi tak perlu repot-repot pakai jasa catering. Benar begitu, Nenek Zeya?” ucap Lyara dengan nada sindiran halus. Zeya tersentak. Wajahnya memerah menahan emosi, jemarinya mengepal kuat.

“Ambillah,” ucap Lyara lembut namun tegas, menyadarkan Theodore yang masih terpaku.

Theodore menerima bekal itu dan menatap Zeya dengan tatapan kaku. “Istriku sudah membawakan makan siang. Kamu bisa memberikannya pada yang lain. Maaf, Zeya.”

Tanpa menunggu reaksi wanita itu, Theodore menunduk sebentar ke arah putrinya yang kini menggandeng Lyara.

“Habis ini kamu mau ke mana?” tanya Theodore.

Lyara kembali memakai kacamatanya, tersenyum kecil. “Menemani putriku bermain. Sekalian cuci mata,” jawabnya ringan.

Namun bagi Theodore, senyum itu menyimpan sesuatu. Ada sesuatu yang berubah pada Lyara—tapi entah apa.

“Ayo Ei, kita pergi,” ucap Lyara lembut sambil menggandeng sang putri.

Theodore hanya bisa memandangi punggung istrinya hingga menghilang di balik koridor, sementara Zeya menatapnya dengan wajah penuh amarah dan rasa tidak terima.

"Dia tidak menyerangku seperti biasanya … apa yang sedang dia rencanakan kali ini?" pikir Zeya geram.

"Ehm Theo ...," Theodore tak menjawab, ponselnya tiba-tiba berdering dan ia mengangkatnya. Dengan tangan terangkat, dia mengisyaratkan agar Zeya tak mengganggu. Lalu, masuk ke dalam ruangannya dan membuat wanita itu menghentakkan kakinya kesal dan pergi ke ruangan prakteknya sendiri.

Di dalam ruangan, Theodore duduk di tepi meja dan meletakkan tas bekal yang Lyara berikan untuknya tadi. Ponselnya masih menempel di telinga, terhubung dengan seseorang ia dia berikan tugas mencari tahu sesuatu.

“Bagaimana hasilnya?” tanyanya.

“Tidak ada berkas perceraian yang diajukan oleh Nyonya Elvera, Tuan,” jawab suara dari seberang.

Theodore terdiam lama. “Tidak ada?” gumamnya lirih.

Sebelumnya, Elvera begitu gigih menuntut perceraian. Ia bahkan bersikap keras dan tak mau lagi menatapnya. Tapi kini, wanita itu berubah—lembut, perhatian, bahkan membawakannya bekal? Ada sesuatu yang tidak masuk akal.

"Baiklah, terima kasih."

Setelah menutup telepon, Theodore duduk di kursinya dan membuka kotak bekal itu perlahan. Di dalamnya, tersusun rapi rolade dan tumisan sayur. Sederhana, tapi tampak dibuat dengan penuh kasih.

Namun yang paling menarik perhatiannya adalah cara penyajiannya—makanan itu dibentuk menyerupai wajah kucing kecil, lengkap dengan potongan nori sebagai mata.

Theodore terdiam sejenak, lalu tanpa sadar tersenyum. Ia teringat pada tingkah Lyara beberapa waktu lalu, bagaimana wanita itu menirukan suara kucing sambil mengangkat tangannya.

“Rawr!” katanya waktu itu, dengan gaya yang membuat Theodore ingin tertawa tapi menahannya.

Kini, ia benar-benar tertawa kecil. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tawa itu terdengar tulus. Di samping makanan, ada secarik kertas kecil. Theodore mengambilnya dan membacanya pelan.

“Om sayaaang, makan yang banyak ya~

Jangan makan punya si Nenek Zeya, nanti kena jampi-jampi!"

Rawwwrr~ 🐾”

Theodore terkekeh kecil. Ia meletakkan note itu di meja kerjanya, lalu mulai menyantap makanan yang Lyara buatkan.

Suapan pertama membuat d4danya terasa hangat. Rasa yang sederhana, tapi mengingatkan pada rumah dan cinta. Namun, di tengah-tengah makan, pandangannya kembali tertuju pada note tadi.

Wajahnya berubah. Ia meraih kertas itu lagi dan menatap tulisan tangan di atasnya dengan seksama. Ia mengenal tulisan istrinya luar kepala—setiap lengkung, setiap huruf. Tapi tulisan ini … bukan tulisan Elvera.

“Kenapa … tulisan Elvera berubah?” bisiknya pelan.

Untuk pertama kalinya, Theodore merasakan sesuatu yang aneh—seolah ada rahasia besar yang tersembunyi di balik senyum lembut Lyara tadi. Senyuman yang berbeda di wajah yang sama.

_________________________________

Maaap lamaaa, nungguin yah😆

Aku nulis sambil dengerin Alan Walker Alone😆

1
Irma Juniarti
ampun dah 🤦Ei🤣🤣🤣🤣
*Septi*
kirain karena kekenyangan 🤣🤣🤭
Irma Juniarti
Ei banyak banget aturan mu🤣🤣🤣
iyas
ampuun Oma sama kaya aku , suami mertua ma bapak hobi banget nonton bola semua liga dalam negeri maupun luar , e giliran punya anak laki sama sekali gak minat sama bola , jangan terlalu berharap Oma entar kecewa lho 😀/Facepalm/
Irma Juniarti
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Irma Juniarti
gak sabaran banget nich bocil🤣🤣🤣
*Septi*
🤣🤣🤣
Irma Juniarti
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/cabal Ei
Hamda Bakkas
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
juwita
semua saling pny asumsi sendiri" aq mah ikut sang othor aj. pusing klo hari tebak" buah mangis🤣
bunda fafa
kocaaak🤣🤣🤣laki mu mau ngecek km msh pakai iud apa gak trs hamil apa gak..kl hamil gmn coba🤦😭😭 apalagi bkn anak Theo 😭
bunda fafa
haha sempat2nya mikir gt lyara..kan ragamu ttp istri deodoran 🤣wajar lah tidur bareng
bunda fafa
co cweeet😍
𝕙𝕚𝕜
lanjutan thorrrr💪💪💪
Cindy
lanjut kak
Ita rahmawati
masih penuh nih misyerinya 🤦‍♀️
Nureliya Yajid
lanjut thor
Ita rahmawati
kok hamil sih,,walaupun anak theo tp gk sreg deh 😂
apa lagi anak bryan 🤦‍♀️
Murni Dewita
👣👣
SasSya
benang merah belum ketemu
masih mblundeeetttt
apalagi ini ditambah kondisi Ara yg menimbulkan tanda tanya
semoga saja gak isi
klo isi bisa jadi masalah besar
takutnya di curigai anak orang lain
q yakin El tidak seburuk ituuuu
pengakuan Bryan cuma untuk memprovokasi Theo
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!