Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.
Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.
Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.
Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.
Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.
Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Jangan bilang kalau lu itu... Istri Kakak gue!" ucap Isha tegas, menujuk Ina dengan jari telunjuknya.
"Dan jangan bilang juga kalau lu itu adiknya suami gue!" balas Ina, tegas juga.
Ina dan Isha bersitegang, mereka tak mau percaya kalau mereka menjadi saudara ipar setelah putus hubungan percintaan.
Izhar yang mendengar keributan Ina dan Isha diluar pun terganggu, ia keluar dari kamarnya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika Izhar melihat istri dan adiknya bertengkar, ia sangat heran, hingga menghampiri keduanya.
"Kalian meributkan masalah apa?" tanya Izhar.
Seketika, Ina dan Isha terdiam dan menoleh pada Izhar.
"Kalian saling kenal?" tanya Izhar lagi.
Isha dan Ina memalingkan muka, haruskah mereka jujur tentang hubungan mereka sebelum ini?
"Ish, kamu kenal sama istrinya Abang?" Izhar bertanya pada Isha.
Pemuda bertubuh tinggi 175cm itu menghindari tatapan mata kakaknya, "Iya, kita satu sekolah dan satu kelas," jawab Isha cuek.
Izhar menatap istrinya yang memalingkan muka, "Kamu dan Isha satu kelas? Kenapa gak bilang saya?" Kali ini, Izhar bertanya pada Ina.
"Mana aku tahu kalau dia adiknya Om, kalau aku tahu dia adiknya Om, aku juga gak akan mau nikah sama Om!" jawab Ina ketus, gadis itu melengos pergi dari hadapan mereka dan masuk kamar lagi, niat mengambil sapu pun urung.
"Gue ngantuk mau tidur, Bang!" ucap Isha kemudian, pemuda itu juga melengos meninggalkan Izhar dan masuk ke kamarnya.
Izhar dibuat terheran-heran oleh kedua muda mudi itu, dia menjadi curiga kalau antara keduanya tak hanya kenal sebatas teman sekolah saja.
Izhar mengambil sapu dan masuk ke kamar, lalu menyapu lantai yang terdapat snack berserakan karena Ina. Izhar juga melepas sprei kotor dan menggantinya dengan yang baru, hingga semuanya bersih dan siap untuk di tempati.
Sementara itu, Ina berdiri sendirian di balkon kamar, masih tak percaya kalau Isha, mantan pacarnya itu menjadi adik iparnya.
Ina menjadi resah, takut kalau Isha akan membocorkan rahasia pernikahannya pada teman-teman dan pihak sekolah, yang tentu saja akan mengancam status pelajarnya.
Mungkin bisa saja Izhar membujuk Isha agar tak membocorkan rahasia pernikahan mereka kepada orang lain, terutama sekolah. Tapi, apakah Isha akan mau?
Mengingat Ina dan Isha putus karena sebuah kesalah pahaman antara mereka, hingga Isha dan Ina terlibat pertengkaran hebat sebelum hubungan mereka berakhir.
Isha membenci Ina, begitu juga sebaliknya.
Tak akan mudah bagi Ina untuk meminta Isha merahasiakan statusnya sebagai istri Izhar, bisa saja Isha akan membocorkan itu untuk menghancurkan Ina di mata publik.
Izhar, setelah membereskan kamarnya, pergi ke balkon menghampiri Ina yang berdiri mematung dengan tatapan kosong.
"Kamu dan Isha sangat akrab?" tanya Izhar.
Pertanyaan Izhar membuat Ina terkejut, gadis itu
berbalik dan melihat Izhar sudah berdiri di belakangnya.
"Ng... Nggak kok, kita gak se-akrab itu, cuma satu
kelas dan saling kenal aja," Ina mengelak.
Bukan hanya akrab, tapi pernah saling memiliki rasa,
seandainya Izhar tahu itu.
"Tapi kenapa kalian kelihatan akrab sekali? Bahkan kalian terlihat lebih dari hanya sekedar teman," tanya Izhar lagi.
Ina tak bisa menjawab, cukup bingung mencari alasan untuk mengelak bahwa dirinya pernah sangat dekat dan menjadi pacar Isha.
"Apa kalian pernah pacaran?" tiba-tiba Izhar bertanya pada intinya, karena sudah merasa curiga pada keduanya.
Ina membulatkan mata sempurna ketika mendengar pertanyaan dari Izhar, gestur tubuhnya pun berubah menjadi sangat gugup.
"Nggak kok, Om, aku sama dia gak pernah punya hubungan kayak gitu, kita beneran cuma teman sekelas. Kalau aku sama dia sering berantem itu karena memang kita sering gak sejalan aja!" Ina langsung mengelak dengan tegas, dia tak mau Izhar tahu tentang hubungannya dengan Isha, yang pastinya akan mengakibatkan kehancuran juga bagi hubungannya dengan Izhar, walaupun dia tak mencintai pria itu.
Izhar mendekat dan berdiri tepat di hadapan Ina, kedua pasang mata itu saling menatap intens.
"Saya harap apa yang dikatakan Isyana itu gak benar, kalau memang itu benar, mungkin akan terjadi sebuah prahara besar di rumah ini. Walaupun saya nggak mencintai kamu, tapi bukan berarti saya mau kalau istri saya menjalin kasih dengan adik saya sendiri, dan walaupun hanya sebatas mantan, tapi sebuah rasa cinta masih bisa terasa apalagi dengan seringnya bertemu." Tutur Izhar datar, namun tegas.
Setelah mengatakan itu, Izhar pergi masuk kembali ke kamarnya.
Ina semakin resah dibuatnya, dia jadi ingat perkataan Isyana soal kemiripan dirinya dengan pacar Isha dan mungkin saja Izhar mencocokkan itu dengan melihat Ina dan Isha tadi.
Bisa jadi, Izhar sudah mencurigai dirinya dan Isha, lalu akan terjadi sebuah masalah besar dengan problema cinta segitiga diantara mereka, yang tentunya akan sangat rumit.
Ina bingung harus berbuat apa, rasanya ingin mati saja jika tahu urusannya akan serumit itu, jika tahu Isha adalah adik kandung Izhar pasti Ina akan memilih untuk kabur dan menolak pernikahan.
Karena pasti urusannya akan sangat rumit, dimana dua lelaki yang pernah dan telah jadi kekasihnya adalah adik kakak.
Ina masuk ke kamar walaupun pikirannya masih sangat penuh dengan kebingungan, dia tak mau Izhar semakin curiga padanya.
Izhar sudah berbaring di tempat tidur, matanya sudah terpejam tapi tidak tidur, ia hanya berusaha untuk tidur.
"Aku tidur dimana, Om?" tanya Ina.
Izhar membuka matanya dan menatap Ina.
"Memangnya, sejak kapan kamu dan saya tidur terpisah? Bukankah sejak menikah pun kita tidur dalam satu kamar dan satu kasur bersama?"
Memang, sejak menikah mereka tidur bersama, walaupun di letakkan sebuah bantal guling di tengah-tengah.
Saat di kamarnya, Ina bisa berkuasa, tapi di kamar Izhar ini, Ina seolah tak memiliki kuasa apapun untuk menentukan tempat tidurnya (padahal tadi sudah berulah).
Ina naik ranjang, duduk di bagian kiri tempat tidur dan Izhar di bagian kanan.
Ina dan Izhar berada di kasur yang sama tanpa penghalang, bantal gulingnya di letakkan di atas, sejajar dengan kepala. Ina merasa takut jika tidur tanpa penghalang seperti itu, dia sangat tahu seorang lelaki normal tentulah tak akan sanggup untuk tidur bersama seorang wanita tanpa melakukan apapun.
Ina melirik Izhar yang sudah menutup matanya kembali, dia menatap bibir Izhar yang warnanya alami, tidak hitam sama sekali.
'Bibirnya seksi, bikin gue travelling deh! Kok bisa sih bibirnya semanis itu? Padahal dia cowok, biasanya cowok itu bibirnya agak hitam atau pucat.' Ina bergumam dalam hati sambil menatap bibir Izhar.
Ina kagum melihat bibir Izhar, padahal Isha juga bibirnya agak hitam, karena memang sudah merokok diluar sekolah bersama teman-temannya, tapi Izhar sangat alami.
'Rasanya pengen nempelin bibir gue kesitu deh, pasti manis banget! Heheheh..' ina jadi membayangkan sebuah adegan mesra antara dirinya dan Izhar, sebuah ciuman bibir antara mereka dipastikan sangat manis jika terjadi.
Ina cukup nakal dalam hal seperti itu, walaupun belum pernah mempraktekkan langsung, bahkan dengan Isha sekalipun dia tak pernah berciuman, karena baginya bibirnya itu hanya untuk suaminya.
Ina senyum-senyum sendiri menatap bibir suaminya sambil membayangkan hal yang nakal, tanpa dia sadari Izhar membuka matanya.
"Kamu ngapain senyum-senyum gitu sambil lihatin saya?" tanya Izhar.
Ina terperangah, langsung saja Ina masuk ke dalam selimut dan menutup seluruh tubuhnya hingga kepala.
"Gadis nakal, pasti mikir yang nggak-nggak!" gumam Izhar ketus.
Ina hanya mendengarkan gumaman suaminya, sambil mesem-mesem dibawah selimut. Bisa-bisanya Ina membayangkan sesuatu yang gila seperti itu tentang Izhar.
Cukup lama Ina menutup dirinya dengan selimut, hingga tak terdengar lagi ada gerakan dari suaminya, Ina pun membuka selimutnya.
Ina menoleh pada Izhar yang ternyata sudah terlelap tidur.
'Gila banget gue bisa mikirin soal begituan sama dia, jangan nakal deh, Na. Lu itu masih sekolah, gak boleh ngapa-ngapain dulu sama dia sebelum lu lulus, itu juga kalo dia mau sama lu.' Ina mengingatkan dirinya agar tak melupakan persyaratan yang ia berikan pada Izhar sebelumnya.
Dia juga harus ingat, bahwa Izhar hanya menjadikan dirinya sebagai istri pengganti, bukan karena mencintainya. Jadi, Ina harus sadar diri akan posisinya dalam hidup izhar, hanya sebagai istri bukan berarti menjadi istri yang dicintai.
Ina mengambil bantal guling, lalu menyimpannya di tengah-tengah untuk menghalangi jarak antara mereka.
Ina sadar kewajiban seorang istri terhadap suami, salah satunya adalah memberikan nafkah batin, tetapi ada syarat untuk menunaikan itu semua, yaitu cinta. Dan Ina tidak akan mau menunaikan kewajiban memberikan nafkah batin pada Izhar tanpa ada cinta diantara mereka.
Ina berbaring lagi dan siap untuk tidur, besok ia harus bangun lebih pagi dan harus bersikap sangat baik di rumah mertuanya, agar mereka dapat menyukainya.
Ina memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.
Sekitar 10 menit kemudian, Ina sudah masuk ke alam mimpinya, pasangan suami istri itu tidur nyenyak di tempat masing-masing dengan jarak yang cukup jauh.
Sementara itu, di sebelah kamar mereka, Isha tak bisa tidur, dia berbaring di ranjangnya dengan menatap lurus langit-langit kamarnya.
Isha masih tak percaya kalau Ina adalah kakak iparnya, gadis yang pernah jadi pacarnya itu justru jadi kakak iparnya sendiri, sungguh tak dapat di percaya.
Isha bangun dan duduk, lalu matanya tertuju pada foto polaroid yang tertempel di dinding kamarnya, foto-foto kenangannya bersama Ina sewaktu mereka masih pacaran.
Dalam foto itu, Ina dan Isha mesra, ada yang saling merangkul dan ada juga yang berpose konyol, mereka tampak serasi dan bahagia seperti pasangan muda mudi pada umumnya.
"Kenapa harus lu sih? Kenapa harus lu yang jadi istrinya Abang? Kenapa gak cewek lain aja?" Isha bertanya sambil menatap foto Ina di dinding kamar.
Isha sangat menyesali akan status Ina saat ini, harusnya bukan Ina yang jadi istri kakaknya itu.
***
[Flashback]
"Lu yang selingkuh! Jangan memutar balikan fakta, udah jelas-jelas lu yang selingkuh di belakang gue sama si Vina, masih aja ngelak dan nuduh balik gue. Harusnya lu mikir kalau lu yang salah, bukan gue!" Ina marah pada Isha, karena melihat pemuda itu mencium Vina, salah satu siswi di kelas lain yang di curigai sebagai selingkuhannya.
"Gue selingkuh karena lu selingkuh duluan, jadi jangan salahin gue kalau gue balas perbuatan lu sama gue!" Isha membalas kemarahan Ina.
"Kapan gue selingkuh? Siapa cowok yang jadi selingkuhan gue? Coba lu jelasin ke gue siapa cowok yang lu pikir selingkuhan gue?!"
"Andre, gue lihat kalian jalan berdua di bioskop minggu lalu, lu pikir gue gak tahu apapun tentang itu, hah?!" tuding Isha penuh keyakinan.
"Andre? Sialan! Lu kira gue jalan sama dia karena gue selingkuh sama dia? Gak semua yang kelihatan berduaan itu pacaran, kita ketemu gak sengaja waktu itu, gue sama dia kebetulan ketemu karena Andre mau ketemu sama Salma dan gue janjian nonton sama Kinara. Pada akhirnya, gue sama dia pisah di dalam bioskop karena kita pilih film yang berbeda, gue sama Kinara nonton berdua dan Andre juga nonton sama Salma. Masih harus gue jelasin lebih banyak, hah?!" Ina menantang Isha, sangat marah karena Isha menuduhnya tanpa bukti.
"Halahhh... Alesan aja lu, udah jelas-jelas lu sama si Andre itu pacaran, masih aja ngeles! Kalau lu bisa buktiin, baru gue bakal percaya!" Isha juga menantang Ina untuk membuktikan.
"Oke, gua bakal buktiin sama lu kalau gue sama Andre gak ada apa-apa, lu tunggu gue disini karena gue bakal buktiin sama lu kalau gue gak salah!" Ina dengan percaya diri menerima tantangan dari Isha.
"Oke, gue tunggu!"
Ina pergi dari lapangan basket setelah menyatakan menerima tantangan Isha, Isha sangat yakin Ina tidak akan pernah bisa mengelak lagi, dia sangat yakin kalau Ina akan kalah dan meminta maaf.
Beberapa menit kemudian, Ina datang bersama dengan beberapa orang yang dibutuhkan untuk menepis tuduhan Isha padanya. Ina membawa Kinara, Andre dan juga Salma, selaku pacar Andre, mereka berdiri di hadapan Isha.
"Silahkan lu tanya mereka semua tentang hubungan gue sama Andre, dan lu juga bisa tanyakan tentang di bioskop antara gue sama dia!" Ina menunjuk Andre, yang menjadi sumber kecemburuan Isha.
"Oh, jadi lu nuduh gue sama Ina pacaran karena kita kelihatan ada di bioskop berdua? Terus lu pikir Salma dan Kinara itu apaan? Mereka cuma patung buat lu, sampai-sampai lu gak anggap mereka ada?" Andre maju, berhadapan dengan Isha, tak senang dirinya di tuduh seperti itu oleh Isha.
"Nggak usah ngelak deh lu, memang benar lu sama Ina pacaran 'kan? Kalian selingkuh di belakang gue dan jalan di bioskop berdua?!" Isha malah semakin menantang Andre, dua pemuda bertubuh tinggi sejajar itu sama-sama tegang.
"Sayangnya, gue gak sebrengsek lu, yang menjalin hubungan sama cewek lain di belakang cewek lu sendiri."
Jawab Andre dengan senyum miring.
Isha menarik kerah seragam Andre, tampak murka pada lelaki yang disangkanya sebagai selingkuhan Ina itu, "Gue kayak gitu karena kalian yang mulai duluan, camkan itu!" bentak Isha, matanya melotot pada Andre.
"Cih, emang udah dasarnya aja lu yang gak setia, kalaupun lu cowok setia, udah pasti lu bakal cari faktanya dulu sebelum lu nuduh kita dan pacaran sama cewek lain. Itu mah memang lu nya aja yang playing victim supaya gue sama Ina tersudut, demi sembunyiin kebusukan lu!"
"Anj*ng!"
'bugh!'
Isha tanpa aba-aba langsung memukul wajah Andre, hingga pemuda itu terjatuh ke lantai.
"Andre!" teriak Salma melihat kekasihnya kesakitan, dia langsung menghampiri Andre.
"Lu keterlaluan! Kenapa lu harus sakiti Andre? Dia gak salah apapun sama lu, jelas-jelas di bioskop itu ada gue sama Kinara juga, kita nonton terpisah, cuma kebetulan Ina dan Andre ketemu diluar waktu mereka mau beli sesuatu. Kenapa lu ngotot nuduh mereka selingkuh?!" Salma kali ini yang marah lada Isha, tak terima Andre disakiti tanpa dosa.
"Ya, lu emang gak ada akhlak ya, kenapa lu niat banget nuduh Ina selingkuh, padahal lu yang selingkuh!" Kinara menimpali.
"Diam lu! Gak usah ikut campur dalam urusan gue sama dia, atau gue bakal..."
'plakkk!'
Sebelum Isha menyelesaikan perkataannya, Ina sudah lebih dulu menampar pipinya, membuat mereka terkejut, terutama Isha.
"Lu emang sengaja playing victim supaya bisa sembunyiin fakta kalau lu selingkuh dari gue, iya 'kan? Lu sengaja nuduh gue, biar kelihatan kalau gue yang salah dan lu bisa membenarkan perselingkuhan lu sana Vina. Wow! Amazing! Gak nyangka ya gue sama lu, niat banget buat jatohin gue, padahal gue gak punya salah apapun sama lu, brengsek!" Ina sangat marah pada kekasihnya yang dia pikir memang hanya memfitnah untuk menjatuhkannya.
"Udah gue bilang kalau gue pacaran sama Vina karena lu yang selingkuh duluan, selama ini gue setia kalau lu gak mulai duluan!" Isha masih membela dirinya tak bersalah.
"Setia? Lu masih mau hilang kalau lu setia? Cowok setia itu gak akan pernah berpaling hati ke cewek lain, sekalipun ceweknya selingkuh. Tapi elu? Lu selingkuh lebih dulu dengan mengkambing hitamkan gue dan Andre, jahat lu!"
"Fix, mulai hari ini, lu sama gue gak ada hubungan apapun lagi, lu lanjutin aja hubungan lu sama si Vina dan gak usah kenal gue lagi. Mulai hari ini dan seterusnya, gue akan anggap antara lu dan gue gak pernah ada hubungan apapun!" Lanjut Ina tegas.
"Oke, fine, lu sama gue gak ada hubungan apapun lagi, dan gue anggap antara kita gak pernah ada hubungan apapun!"
Ina dan Isha mengakhiri hubungan mereka saat itu juga, keduanya pergi dari lapangan basket berlawanan arah, meninggalkan Andre, Salma dan Kinara disana.
Isha tersadar dari lamunannya, mengingat hari itu membuatnya menyesal, tak seharusnya Isha langsung menuduh Ina tanpa bukti yang kuat.
Isha pun menyesal, karena pada akhirnya gadis yang dicintainya menikah dengan kakaknya.
...***Bersambung***...