NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6: Penjarahan Tambang

Debu belerang yang kuning dan pekat menggantung di udara seperti tirai kematian di dalam lorong Sektor 4. Suara deru mesin bor mana milik penjaga langit terdengar jauh lebih agresif pagi ini, seolah mencerminkan kemarahan yang sedang mendidih di permukaan. Kaelan berdiri di tengah kegelapan terowongan, memegang kapak tambangnya yang kini terasa jauh lebih berat dan berisi. Di bawah telapak tangannya, ia bisa merasakan getaran dari kapak itu—energi perak yang ia curi dari gudang kristal semalam sedang berdenyut, mencari jalan untuk keluar.

"Kaelan, lihat itu. Pengawas sedang mengamuk," bisik Bara sembari menunjuk ke arah pintu keluar terowongan yang diterangi lampu sorot.

Beberapa pengawas tambang tampak sedang membanting peti-peti kosong. Mereka baru saja menemukan bahwa hampir separuh dari pasokan kristal khusus untuk Pangeran Alaric telah berubah menjadi serpihan abu yang tak berguna. Rasa takut akan hukuman mati dari Alaric membuat para pengawas itu kehilangan akal sehat.

"Siapa yang masuk ke gudang semalam?!" teriak sang kepala pengawas, suaranya menggema menyakitkan di telinga para budak yang sedang berbaris. "Jika tidak ada yang mengaku, aku akan meledakkan sektor ini dan membiarkan kalian semua tertimbun hidup-hidup!"

Kaelan tetap menunduk, matanya menatap tajam ke arah langit-langit terowongan yang mulai retak akibat getaran mesin bor yang dipaksa bekerja melampaui batas. Ia tahu bahwa pengawas itu tidak menggertak. Bagi mereka, nyawa budak lebih murah daripada sebutir kristal mana yang hilang.

"Bara, bersiaplah," desis Kaelan pelan. "Saat aku memberi tanda, pastikan semua budak di belakang kita berlari menuju ruang ventilasi di sisi barat."

"Apa yang akan kau lakukan? Kau ingin mengaku?" Bara menatap Kaelan dengan cemas.

"Tidak. Aku akan memberikan apa yang mereka inginkan... sebuah alasan mengapa kristal itu hancur," Kaelan mengepalkan tangannya. Ia menyalurkan sedikit percikan energi dari Spark Tahap 2 yang baru saja ia capai ke arah pilar penyangga utama terowongan.

Di atas awan, di dalam kemewahan kamar mandi istana yang dipenuhi uap bunga melati, Lyra Elviana tiba-tiba jatuh terduduk di lantai keramik. Gelas air yang ia pegang pecah berkeping-keping. Dengan tangan gemetar, ia menyibak lengan gaun tidurnya. Di sana, di kulitnya yang putih porselen, muncul lebam biru yang lebar, seolah-olah ia baru saja dihantam oleh bongkahan batu besar.

"Ugh... Kaelan... apa yang terjadi di sana?" Lyra merintih, air matanya jatuh membasahi lantai.

Ia merasakan tekanan yang luar biasa di dadanya, sebuah sensasi sesak yang berasal dari debu belerang yang sedang dihirup Kaelan. Meskipun ia berada di tempat paling bersih di dunia, paru-parunya terasa seolah terbakar. Lyra merangkak menuju laci mejanya, mengambil sobekan kain gaun biru miliknya yang sengaja ia simpan sebagai pengingat luka. Ia melilitkan kain itu ke lengannya yang lebam, mencoba mengirimkan sedikit ketenangan mental melalui ikatan batin mereka.

"Bertahanlah... kumohon, jangan mati di bawah sana," bisik Lyra sembari memejamkan mata, membiarkan Mata Void-nya sedikit terbuka untuk melacak keberadaan nyawa Kaelan.

Kembali di bawah tanah, situasi menjadi kacau. Kepala pengawas menendang salah satu budak tua hingga terjatuh. "Bicara, tua bangka! Atau aku mulai memotong jari teman-temanmu!"

Kaelan mendongak. Ia melihat budak tua itu—seorang penambang yang dulu pernah memberinya sisa roti saat Kaelan baru tiba di Red Line. Kaelan tidak bisa lagi hanya diam menonton. Martabatnya sebagai calon Komandan memberontak.

"Tuan, aku tahu kenapa kristalnya hancur," Kaelan melangkah maju dari barisan, suaranya terdengar patuh namun tegas.

Seluruh mata tertuju padanya. Bara menahan napas, tangannya mencengkeram erat sekop besi di sampingnya. Pengawas itu berjalan mendekat, ujung cambuknya menyeret di tanah.

"Kau? Budak penyakitan yang kemarin dicambuk?" pengawas itu meludah. "Apa yang kau tahu?"

"Kristal-kristal itu... mereka terkena rembesan gas Void dari retakan di bawah pilar ketiga," Kaelan menunjuk ke arah pilar yang sudah ia selipi energinya. "Jika Anda tidak percaya, lihat saja pilar itu. Dia mulai bergetar karena tekanan gas yang terperangkap."

Pengawas itu menoleh ke arah pilar. Benar saja, pilar batu itu tampak bergetar hebat. Namun, itu bukan karena gas, melainkan karena energi perak Kaelan yang sedang menghancurkan struktur atom batu tersebut dari dalam.

"Sial! Cepat periksa!" teriak pengawas itu kepada dua anak buahnya.

Saat para penjaga mendekati pilar, Kaelan memberikan isyarat tangan kepada Bara. Dalam hitungan detik, Kaelan melepaskan seluruh kendali energinya.

BRAAAKKKK!

Pilar itu meledak, bukan ke arah luar, tapi runtuh ke dalam. Langit-langit terowongan mulai runtuh, menjatuhkan ribuan ton batu dan tanah. Kepanikan masal meledak. Para penjaga berlarian menyelamatkan diri, melupakan tugas mereka untuk mengawasi para budak.

"Lari ke ventilasi! Sekarang!" teriak Bara mengikuti perintah Kaelan.

Di tengah gemuruh runtuhan, Kaelan melihat budak tua tadi tertinggal, kakinya terjepit di bawah reruntuhan kecil. Tanpa ragu, Kaelan berlari kembali ke arah pusat longsor. Batu-batu besar berjatuhan di sekelilingnya.

"Kaelan! Jangan ke sana! Kau akan tertimbun!" Bara berteriak dari kejauhan, namun suaranya tenggelam oleh suara gemuruh.

Kaelan mencapai budak tua itu. Ia mengangkat bongkahan batu yang beratnya ratusan kilogram dengan satu tangan—sebuah kekuatan yang mustahil bagi seorang manusia tingkat Spark. Energinya meledak, menembus Spark Tahap 2 secara penuh saat otot-ototnya dipaksa bekerja di bawah tekanan maut.

"Pegang tanganku, Kek!" Kaelan menarik budak tua itu tepat saat sebuah bongkahan besar jatuh menimpa posisi mereka.

Kaelan menggunakan punggungnya untuk menopang sisa runtuhan, menciptakan ruang kecil yang sempit bagi mereka berdua. Ia membiarkan dirinya terlihat tertimbun sebagian, kulitnya pecah-pecah dan berdarah karena tekanan batu, namun matanya tetap tenang. Melalui ikat luka yang ia rasakan secara batin dari Lyra, ia mendapat dorongan ketenangan yang luar biasa.

"Kau... kau bukan budak biasa..." bisik si budak tua dengan mata terbelalak takjub.

"Diamlah, Kek. Kita hanya perlu menunggu sampai debunya mengendap," Kaelan mengatur napasnya. Di dalam kegelapan itu, ia merasakan detak jantung Lyra yang berdegup kencang bersamanya.

Di luar terowongan yang runtuh, para utusan Alaric yang baru saja tiba dengan jubah perak mereka berdiri dengan angkuh. Mereka membawa sebuah bola kristal besar—alat deteksi energi tingkat tinggi.

"Lapor, Kapten! Sektor 4 mengalami longsor besar akibat kebocoran gas Void. Kristal-kristal yang hilang kemungkinan besar hancur karena kontaminasi gas tersebut," lapor salah satu pengawas yang selamat dengan tubuh gemetar.

Utusan Alaric itu menyipitkan mata, menatap bola kristalnya yang menunjukkan fluktuasi energi yang kacau. "Gas Void? Di saat Pangeran membutuhkan pasokan ini? Ini terlalu kebetulan. Cari setiap penyintas. Jika ada yang menunjukkan tanda-tanda terpapar energi secara tidak wajar, bunuh di tempat."

Kaelan mendengar percakapan itu dari balik reruntuhan. Ia tersenyum tipis di tengah rasa sakit yang menjalar di punggungnya. Rencananya berhasil. Sabotasenya dianggap sebagai kecelakaan alam, dan kini ia memiliki alasan untuk tetap berada di bawah reruntuhan sementara energinya memulihkan diri.

"Alaric... kau ingin kristalmu?" batin Kaelan sembari merasakan kekuatan Spark Tahap 2 yang kini mengalir deras di nadinya. "Ambillah abunya. Karena esensinya... kini telah menjadi bagian dari tulangku."

Kegelapan di bawah reruntuhan itu terasa begitu menyesakkan, hanya menyisakan sedikit celah udara yang berbau belerang dan tanah basah. Kaelan bisa merasakan detak jantung budak tua di sampingnya yang tidak beraturan, sebuah ritme ketakutan yang kontras dengan ketenangan dingin yang kini menguasai nadinya. Punggung Kaelan masih menahan beban bongkahan batu yang berat, namun rasa sakit itu tidak lagi terasa seperti siksaan, melainkan seperti tempaan yang menguji kepadatan Iron Bone-nya.

"Jangan banyak bergerak, Kek. Simpan oksigenmu," Kaelan berbisik pelan. Tangannya yang bebas merogoh ke dalam saku, menyentuh sapu tangan Azure yang terlipat rapi. Benda itu kini memancarkan kehangatan tipis yang menenangkan, sebuah transmisi emosi dari Lyra yang melintasi jarak antara langit dan tanah.

Di luar, suara langkah kaki berat dari zirah perak para utusan Alaric terdengar mendekat. Mereka menggunakan tongkat mana untuk menyapu puing-puing, mencari sisa-sisa kehidupan atau bukti pencurian yang tertinggal.

"Bersihkan area ini! Aku ingin melihat apakah ada tikus yang masih bernapas di bawah sini," perintah sang Kapten utusan dengan nada jijik. "Jika mereka terkubur, biarkan saja. Tapi jika mereka hidup, periksa sirkulasi energinya."

Kaelan tahu ia harus segera bertindak. Jika para utusan itu menggunakan pemindai mana secara langsung pada tubuhnya, mereka mungkin akan mendeteksi Spark yang sedang bergolak di dalam sumsum tulangnya. Ia memejamkan mata, memfokuskan pikirannya pada teknik kamuflase yang baru saja ia pelajari dari insting Iron Bone. Ia menarik seluruh auranya masuk ke dalam inti tulang, membuat tubuh fisiknya tampak sedingin dan selemah manusia fana yang sedang sekarat.

"Bara... di mana kau?" batin Kaelan, mencoba memanggil sahabatnya melalui getaran tanah yang ia rasakan.

Seolah menjawab panggilannya, sebuah suara dentuman besi terdengar dari sisi lain reruntuhan. Itu adalah Bara. Raksasa itu menggunakan tenaganya untuk mengalihkan perhatian para penjaga.

"Tuan-tuan! Di sini! Masih ada orang yang terjepit di sektor ventilasi!" teriak Bara dengan suara yang dibuat panik. "Tolong! Teman-temanku ada di sana!"

Para utusan Alaric menoleh ke arah sumber suara. "Cepat, periksa ke sana! Kita tidak punya waktu untuk menggali tumpukan batu mati ini."

Langkah kaki mereka menjauh. Kaelan segera mendorong bongkahan batu di atasnya dengan ledakan kekuatan yang terkendali. Ia keluar dari celah itu bersama si budak tua, lalu segera menutupi kembali lubang tersebut agar tidak terlihat mencurigakan.

"Pergilah ke arah ventilasi melalui jalur bawah, Kek. Ikuti Bara. Jangan bicara pada siapa pun tentang apa yang kau lihat di sini," perintah Kaelan.

Budak tua itu hanya bisa mengangguk gemetar, menatap Kaelan seolah melihat sosok dewa yang menyamar. Ia segera merangkak pergi melewati celah sempit yang ditunjukkan Kaelan.

Kaelan kini berdiri sendiri di tengah debu yang mulai mengendap. Ia melihat peti-peti kristal yang telah ia hancurkan semalam kini tertimbun tanah. Di matanya, ini bukan sekadar sabotase, melainkan sebuah pernyataan perang. Alaric akan kehilangan pasokan energi penting untuk persenjataannya, dan kerugian ini akan menciptakan celah dalam pertahanan Benua Langit.

Di balkon istana, Lyra merasakan sensasi "lepas" yang tiba-tiba. Tekanan di dadanya menghilang, digantikan oleh rasa bangga yang aneh. Ia menyeka keringat di dahinya dan berdiri tegak, menatap ke arah matahari yang mulai terbenam di ufuk Red Line. Lebam di lengannya perlahan memudar, meninggalkan bekas samar yang terasa hangat.

"Kau berhasil..." bisik Lyra. Ia tahu bahwa Kaelan telah melampaui satu rintangan besar lagi. Namun, ia juga tahu bahwa kemarahan Alaric akan segera meledak.

Kaelan berjalan keluar dari area reruntuhan dengan pakaian yang robek-robek dan tubuh yang berlumuran debu. Ia bergabung dengan barisan budak lain yang sedang dievakuasi. Saat ia melewati sang kepala pengawas yang masih gemetar karena takut pada utusan Alaric, Kaelan sengaja menabrak bahunya sedikit.

"Hati-hati, Tuan. Tanah di sini tidak sesolid kelihatannya," ucap Kaelan dengan nada datar yang mengandung ejekan tersembunyi.

Pengawas itu menatap Kaelan dengan marah, namun ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri untuk menyadari bahwa budak di depannya baru saja menelan harta karun yang paling berharga di sektor ini.

Kaelan melangkah menuju barak baru yang telah disiapkan. Di sana, Bara sudah menunggunya dengan ekspresi lega yang luar biasa. Mereka tidak perlu banyak bicara; tatapan mata Kaelan sudah cukup untuk memberitahu Bara bahwa rencana mereka berjalan sempurna.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang tertutup kabut, Kaelan duduk di sudut barak yang gelap. Ia memegang kapak tambangnya yang kini telah memiliki "jiwa" perak. Ia merasakan setiap serat ototnya telah berkembang. Spark tahap kedua telah menetap dengan sempurna.

"Penjarahan ini hanya permulaan," gumam Kaelan pada dirinya sendiri. "Alaric, kau mencuri hidupku di masa lalu. Sekarang, aku akan mencuri duniamu, sedikit demi sedikit."

Ia memejamkan mata, membiarkan resonansi batinnya membawa pesan singkat kepada Lyra melalui jarak yang jauh: Aku masih berdiri.

1
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
Indriyati
seperti di neraka😄🤭🤭
Kartika Candrabuwana: iya. makssih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
wuihhh. asyik benere👍💪
prameswari azka salsabil
iya kasihan juga ya🤣🤣
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ini pertambangan ya😄
Kartika Candrabuwana: kurang lebih iya
total 1 replies
prameswari azka salsabil
hidup kaelan👍💪
Kartika Candrabuwana: baik. ayo kaelan
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bersabar ya
Kartika Candrabuwana: iya. makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!