Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perseturuan Keluarga
Dalam sekejab perkataan Axelio bisa membuat semua orang diam, termasuk Romi. Pria paruh baya itu merasa malu. Ia merasa harga dirinya telah tercoreng. Kebencian terhadap bocah itu pun semakin besar membuat Romi enggan menerima dompet miliknya yang ada di tangan Axelio.
Alea sendiri bisa melihat rasa malu bercampur dengan marah di wajah Romi. Di sekeliling banyak orang yang berisik -bisik seolah sedang mengejek Romi, membuat Alea tidak tega. Alea lantas memandang Nino, asisten pribadi Romi. Dia mengisyaratkan pada Nino untuk segera mengambil dompet yang Axelio pegang
"Terimakasih banyak, Nak." Nino mengacak-acak rambut Axelio. "Maaf kami sudah salah paham padamu."
"Axel." Alea mengusap wajah Axelio, membuat bocah itu mendongak. "Ayo makan! Tadi Axel bilang sudah lapar."
"Iya," sahut Axelio sembari mengangguk.
Alea memandang manajer restoran, juga Nino, "Permisi."
Pandangan Alea kembali bertemu dengan Romi, ia tetap mengulas senyum meskipun Romi tidak membalasnya. Romi segera pergi meninggalkan tempat itu diikuti oleh Nino.
Semua orang pun kembali dengan aktivitas dan tempat masing-masing, termasuk Alea dan Axelio.
"Axel, makan pelan-pelan, Sayang!" suruh Alea.
"Axel lapar, Mami," sahut Axelio.
"Mami tahu. Tapi tidak baik kau makan terlalu cepat seperti itu. Kau bisa tersedak atau sakit perut nanti," balas Alea.
"Baiklah." Axelio memperlambat makannya.
"Good, Boy." Alea mengacak-acak rambut Axelio.
Makanan habis, hanya tinggal dessert. Axelio memakan cheese cake pesanannya, tetapi karena sebelumnya sudah makan banyak membuat Axelio merasa kenyang, tidak sanggup untuk menghabiskan chesee cake pesanannya.
"Mami, Axel kenyang." Axelio duduk bersandar pada kursinya.
"Kalau begitu jangan makan lagi!" suruh Alea disambut anggukkan oleh Axelio.
Alea terkekeh melihat ekspresi Axelio saat kekenyangan. Meskipun terkadang Axelio bersikap layaknya orang dewasa, Axelio tetaplah bocah kecil dengan segala tingkah menggemaskan.
"Permisi." Alea mengangkat satu tangannya, memanggil salah satu pelayan di restoran itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanya pelayan itu.
"Tolong bilnya," pinta Alea.
"Baik, tunggu sebentar." Pelayan itu pergi, tidak lama kembali lagi.
"Maaf, Nyonya. Pesanan Anda sudah dibayar oleh tuan yang tadi," ucap pelayan tersebut.
"Tuan yang tadi? Siapa?" tanya Alea dengan kening yang mengerut bingung.
"Pemilik dompet yang anak Anda temukan, Nyonya," jawab pelayan itu.
Papi?
"Beliau juga menitipkan pesan untuk Anda." Pelayan itu memberikan kertas berisi pesan yang Romi tinggalkan untuknya.
"Terima kasih." Alea menerima kertas yang pelayan itu sodorkan. Setelah pelayan itu pergi, Alea lantas membuka dan membaca pesan itu.
Saya tidak ingin memiliki hutang budi pada siapapun, termasuk anakmu. Jangan berharap saya akan memaafkanmu dan menerima anak haram itu.
Dada alea merasa sesak saat membaca pesan itu. Jika saja dirinya tidak ingat berada di ruang publik mungkin Alea akan menangis tersedu-sedu.
Alea kembali melipat kertas itu, memasukkannya ke dalam tas. Melihat ke atas, mengedipkan beberapa kali matanya untuk mencegah cairan bening yang sudah memenuhi matanya menetes. Ia kembali melihat ke arah Axelio dengan menunjukkan senyumnya seolah tidak terjadi sesuatu.
"Axel, ayo kita pergi ke toko mainan," ajak Alea tetap mempertahankan senyumnya.
Alea beranjak dari tempat duduknya, membantu Axelio turun dari kursinya, lantas keduanya keluar dari restoran itu.
"Mami, boleh Axel beli piyama tidur? Piyama Axel sudah sempit," pinta Axelio tanpa menghentikan langkahnya.
"Hah, benarkah?" tanya Alea.
"Iya, Mami. Axel sudah bertambah besar," jawab Axelio.
"Baiklah, ayo Mami belikan," ujar Alea. "Jadi … mau ke toko mainan atau ke toko baju dulu?" tanya Alea.
"Emmm … toko baju dulu," jawab Axelio antusias.
"Baiklah, ayo." Alea melangkah sembari menatap Axelio. Putranya sudah bertambah besar, tetapi tidak ada kabar dari Xander sama sekali. Dalam hati Alea berharap bisa di pertemuan dengan Xander meskipun dalam keadaan buruk sekalipun.
Keduanya sampai di toko pakaian anak-anak. Mereka berkeliling mencari apa yang Axelio mau. Setelah menemukannya, Alea pergi ke kasir untuk membayar. Tidak tanggung-tanggung Alea memberikan Axelio lima setel piyama tidur motif super hero sesuai pilihan Axelio.
Keluar dari toko pakaian, mereka naik satu lantai lagi menuju toko mainan. Sesuai janji Alea, ia akan membelikan mainan untuk Axelio. Bocah itu langsung menujuk mainan mobil berukuran cukup besar lengkap dengan remote kontrolnya.
"Boleh, Mami?" tanya Axelio.
"Boleh, Sayang," jawab Alea diikuti anggukkan kepalanya.
Waktu sudah semakin malam, Alea memutuskan untuk pulang. Namun kali ini Alea memilih menaiki taksi online, ia takut Axelio merasa lelah jika kembali berjalan kaki.
Sampai di apartemen, Alea duduk di sofa, merentangkan kedua tangannya untuk merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Axelio datang dengan membopong mainan barunya, menghampiri maminya.
"Mami," panggil Axelio.
"Ya, Axel. Ada apa?" tanya Alea.
"Siapa yang menulis surat ini untuk Mami?" tanya Axelio sembari menunjukkan selembar kertas yang ia keluarkan dari kantong celananya.
Alea langsung menegakkan tubuhnya, mengambil tas dan memeriksa isinya. Surat itu tidak ada, lantas mengambil kertas yang Axelio tunjukkan.
"Kenapa bisa ada di tangan Axel?" tanya Alea.
"Mami tidak sengaja menjatuhkannya saat akan membayar mainan Axel tadi," ucap Axelio. "Axel sudah baca."
"Ya Tuhan." Alea menyugar rambutnya ke belakang.
"Apa orang yang marah-marah tadi di restoran yang memberikan pesan ini?" tanya Axelio. "Mami ada hubungan apa sama dia?"
Alea tidak langsung menjawab pertanyaan dari Axelio, ia memberikan jeda sesaat, ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Akan tetapi, Alea mengingat jika Axelio sangat cerdas. Kemungkinan dia akan mengetahuinya dari orang lain. Maka Alea yang memutuskan untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada
"Axel … sebenernya? Dia papinya Mami, yang artinya dia kakekmu," jelas Alea.
"Oh, jadi tadi itu suaminya nenek Nina," ujar Axelio.
"Iya, Sayang," balas Alea.
"Dia benci sama Mami gara-gara Axel?" tebak Axelio.
Alea langsung menggeleng, "Tidak, Axel. Dia hanya benci Mami dan papi," tepis Alea. "Axel jangan berpikir seperti itu lagi ya."
Axelio mengangguk mengerti.
Alea menangkup kedua sisi wajah Axelio, memandang wajah bocah itu dengan matanya yang basah. "Axel jangan sedih dengan ucapan kakek yang tadi ya."
Axelio menganggukkan kepala, "Axel juga tidak mau punya kakek galak seperti tadi."
"Axel …." Alea menarik Axelio masuk ke dalam pelukannya, hanya sebentar karena bel apartemennya tiba-tiba berbunyi. "Siapa yang datang malam-malam?" gumam Alea.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam lebih, siapa kiranya orang yang datang berkunjung ke apartemennya?
"Axel, Mami lihat dulu. Axel tunggu di sini!" ujar Alea disambut anggukkan oleh Axelio.
Alea mengayunkan langkah menuju pintu, melihat dari layar intercom. Kening Alea mengerut bingung melihat Lena dan Nina berdiri di balik pintu dengan memegang gagang koper. Dengan segera Alea membuka pintu mempertemukan pandangannya dengan Lena dan Nina.
"Kalian ngapain—"
"Kak, lama banget buka pintunya," tukas Lena.
"Tapi … bukannya kalian tahu pin apart ini ya," ucap Alea sembari menggaruk kepala yang tidak terasa gatal. "Ngapain tekan bel segala?"
Lena dan Nina sama-sama menepuk keningnya sendiri, karena merasa kesal sampai melupakan satu hal itu.
"Ayo masuk," ajak Alea.
Alea menggeser tubuhnya, memberikan jalan untuk Lena dan Nina.
Lena dan Nina duduk di sofa panjang, berseberangan langsung dengan Alea. Keduanya sama-sama menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya di depan dada, ekspresi ibu dan anak itu menunjukkan rasa kesal yang luar biasa.
"Kalian ngapain malam-malam ke sini? Terus bawa koper lagi?" tanya Alea.
"Kami pergi dari rumah," jawab Nina.
"Hah, kenapa?" tanya Alea terkejut.
"Papi melarang kami untuk menemui kalian. Dia mengancam kami, jadi kami memutuskan untuk pergi saja," jawab Lena.
"Kita lihat seberapa lama papimu itu bisa bertahan hidup sendiri," geram Nina.
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru