Sulit mencari pekerjaan, dengan terpaksa Dara bekerja kepada kenalan ibunya, seorang eksportir belut. Bosnya baik, bahkan ingin mengangkatnya sebagai anak.
Namun, istri muda bosnya tidak sepakat. Telah menatapnya dengan sinis sejak ia tiba. Para pekerja yang lain juga tidak menerimanya. Ada Siti yang terang-terangan memusuhinya karena merasa pekerjaannya direbut. Ada Pak WIra yang terus berusaha mengusirnya.
Apalagi, ternyata yang diekspor bukan hanya belut, melainkan juga ular.
Dara hampir pingsan ketika melihat ular-ular itu dibantai. Ia merasa ada di dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh permusuhan, lendir dan darah. Ia tidak betah, ia ingin pulang.
Lalu ia melihat lelaki itu, lelaki misterius yang membuatnya tergila-gila, dan ia tak lagi ingin pulang.
Suatu pagi, ia berakhir terbaring tanpa nyawa di bak penuh belut.
Siapa yang menghabisi nyawanya?
Dan siapa lelaki misterius yang dilihat Dara, dan membuatnya memutuskan untuk bertahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Kiriman Ular
Hidup terus bergulir. Sedikit lebih baik setelah Oom Bernard kembali berada di Jakarta. Siti tidak berani terlalu sinis padanya. Tante Mir, meskipun masih judes, tidak terang-terangan memusuhinya.
Kiriman belut masih datang dua tiga kali lagi. Dan karena ada Oom Bernard, pintu kamar Dara tidak lagi digedor di tengah pagi buta. Ia bisa tetap tidur tenang sampai pagi, baru kemudian menyalin dan merapikan catatan timbangan belut yang ditulis Siti.
Pak Wira masih tampak ingin menyingkirkannya, dan pekerja lain tidak banyak bicara padanya, bahkan berusaha tidak beradu pandang dengannya.
Namun, lelaki surfer yang pernah dilihatnya itu, meski tampak pendiam, sepertinya ramah. Dara menjulukinya lelaki surfer karena ia tidak tahu namanya. Sebenarnya ia berharap mereka bisa berteman, agar ia tak terlalu merasa sendirian.
Sayang, ia hanya melihatnya satu kali. Lelaki surfer itu tak pernah terlihat lagi. Dan entah mengapa, Dara merasa kecewa.
Kiriman ular datang hari ini. Itu berarti Dara akan menyaksikan pemandangan mengerikan lagi. Dan katanya, kali ini benar-benar hanya ular. Tanpa belut. Akan datang sore hari menjelang magrib.
Dara kian bergidik, berkarung-karung ular dikirim menjelang magrib, setelah hari mulai gelap. Itu benar-benar seperti suasana menyeramkan dalam film horor.
Kali ini, karena yang datang cukup banyak, hampir sepuluh karung, ular-ular itu langsung dibantai begitu tiba. Mungkin untuk menjaga agar tidak ada yang lolos keluar. Dara heran, entah dari mana mereka mendapatkan ular sebanyak itu.
Dan sekali ini, Dara melihat Oom Bernard menelan bulat-bulat salah satu empedu ular itu, begitu dikeluarkan dari perutnya. Lalu meminum darahnya yang ditampung di dalam gelas.
Penilaian Dara tentangnya langsung berubah. Ternyata Oom Bernard sama biadabnya.
Menahan mual, agar tidak muntah tanpa dapat ditahan, Dara berlari masuk ke kamarnya. Langkahnya hampir berhenti ketika ujung matanya menangkap bayangan lelaki surfer itu. Dia datang lagi!
Kini Dara mengerti, lelaki surfer itu hanya muncul saat ada kiriman ular. Rupanya, dia hanya bagian dari tim ular.
Duduk di ujung tempat tidur, Dara meremas kedua tangannya, berusaha menenangkan debar jantungnya. Masa bodoh apa yang dilakukan orang-orang, asal bukan ia yang disuruh minum darah ular.
Merasa jendelanya tiba-tiba agak menggelap, ia mendongak. Dara melihat wajah lelaki surfer itu di jendela, menghalangi setengah cahaya yang masuk.
Lelaki surfer itu sedang mengintipnya!
Debar yang tadi sudah mulai mereda, kembali meliar. Kali ini bercampur kemarahan.
Kedua tangan Dara mulai basah. Berani-beraninya lelaki surfer itu mengintip dari jendelanya saat rumah sedang penuh orang! Dara bisa berteriak, dan lelaki surfer itu akan dipukuli ramai-ramai. Setidaknya, Dara percaya Oom Bernard pasti akan memaki dan mengusirnya.
Dara bangkit terburu-buru, lalu tertegun. Langkahnya terhenti. Lelaki surfer itu tersenyum, matanya yang coklat kekuningan membuat Dara terbius. Niat untuk berteriak menguap sudah.
Dara gemetar. Mereka saling menatap. Dara merasa meriang tiba-tiba, suhu tubuhnya meningkat. Ada yang terasa hangat di bawah sana. Rasanya nikmat, ia melenguh.
Perlahan… Dara menyentuh kancing bajunya, membukanya satu per satu. Membiarkan gaunnya melorot, hingga kulitnya terbuka sepenuhnya. Pandangan mata lelaki surfer itu seolah membelainya. Dara memejamkan mata, menjepit pahanya. Belum pernah ia merasa senikmat ini. Belum pernah!
Suara-suara mulai terdengar memasuki ruang kantor yang terletak tepat di seberang kamar tidurnya. Dara kembali membuka mata. Bayangan lelaki surfer itu telah hilang dari jendela.
Dara merasa terempas. Bersegera dipungutnya gaun yang terjatuh di lantai, mengenakannya kembali.
Berlari ke luar, mata Dara mencari-cari lelaki surfer itu. Namun, sekali lagi, dia benar-benar sudah pergi.
Dara tahu, sekarang ia hanya ingin ada kiriman ular. Supaya ia bisa melihat lelaki surfer itu lagi.
Tiap hari Dara menanti kabar kiriman ular. Tapi sudah dua minggu, yang datang hanya belut. Ia harus menelan kecewa. Lelaki surfer itu tak pernah muncul kalau tidak ada kiriman ular.
Dara gelisah. Bermalam-malam matanya tak bisa terpejam. Ia memaksakan diri untuk tidur, tapi pikirannya terus melayang pada lelaki surfer itu. Teringat tatapan matanya yang terasa membelainya.
Dara menggigil. Ia merindukan rasa nikmat itu lagi. Beberapa malam yang lalu, ia mulai menyentuh tubuhnya sendiri. Ia merasa tidak pantas, sekaligus malu. Tetapi hasratnya tak terbendung.
Di usianya yang ke dua puluh dua, Dara belum pernah disentuh laki-laki, tidak tahu bagaimana rasanya. Tetapi hormon seksual wanita di usia ini sedang tinggi-tingginya, membuat libidonya meningkat dan mudah terangsang.
Malam ini, Dara sengaja tidur telanjang, merasakan kulitnya bersentuhan dengan kain selimut. Putingnya yang mencuat bergesekan dengan serat kain. Ia melenguh, memejamkan mata dan menggigit bibir, membayangkan tangan lelaki surfer itu yang bergeser di atas tubuhnya.
Berkali-kali ia memandang jendela, berharap wajah lelaki surfer itu muncul di sana. Tapi sia-sia. Jangankan wajahnya, bayangannya pun tidak tampak. Dia memang hanya hadir saat ada kiriman ular.
Dara hampir kehilangan akal. Ia resah. Hasratnya butuh dilampiaskan. Tetapi kiriman ular tak juga datang, sehingga lelaki surfer itu tak pernah lagi muncul.
Dara benar-benar patah arang. Apakah kiriman ular dihentikan karena pasokan sudah cukup?
Oom Bernard sekali lagi meninggalkannya. Kali ini dia pergi ke Cina, dan Tante Mir ikut dengannya. Siti tak lagi menyindirnya, tetapi telah terang-terangan menyerangnya.
“Kalau cuma pembukuan seperti ini sih, gak perlu sarjana. Yang aku kerjakan dulu lebih rapi kok. Aneh, apa sih yang dilihat Tuan dari kamu?”
Dara tak peduli. Siti boleh menyindirnya. Semua orang boleh memusuhinya. Ia sudah tak lagi ingin pulang. Ia bertekad akan tinggal. Tak ingin kehilangan kesempatan melihat lelaki surfer itu lagi.
Dara telah bertekad, nanti ia akan menyapa lelaki surfer itu lebih dulu, mengajaknya berkenalan, menanyakan namanya.
Mungkin, mereka bisa… membuat apa yang ia bayangkan menjadi nyata. Dara benar-benar ingin merasakan tangan lelaki surfer itu menyentuhnya. Bukan tatapan matanya, melainkan tangannya. Bergerak di atas tubuhnya, membuatnya bergetar.
Bukan hanya sekali, Dara ingin merasakannya berulang kali.
byk yg qu skip krn byk yg g penting
karyawan baru emg hrs byk belajar g salah jg mirna menyuruh bangun dini hari
Kejutannya di karya ini adalah ternyata Qing Qing dan Dara Sepupuan.
ahh terpaksa komentar di bagi bbrpa kna kepanjangan wkwkwkwk
semangatt ka Dela👍👍👍
spt cinta Damar dan Qing Qing, tak ada yg salah sama Cinta mereka, wlpn Qing Qing 14 thn dan Damar 19 thn, mereka iya salah kna terpancing gelora muda hingga MBA... tapi jika spt ungkapan ada hukum sebab akibat bkn kah Damar dan Qing Qing sudah mendapatkan nya?