NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:81.2k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jika Begitu, Akhiri

🦋🦋🦋

Tidak hanya kepada Maya, aku juga membongkar rahasia pernikahanku kepada Raga. Kedua teman dekatku ini duduk mengapit keberadaan ku, duduk di bangku panjang yang awalnya hanya aku duduki bersama Maya. Jujur, aku merasa hanya bisa terbuka kepada mereka berdua. Bukan ingin menceritakan aib suamiku, tapi aku ingin meminta solusi dari mereka yang mungkin bisa membantuku. Bukannya menceritakan seberapa dalam dan lebarnya luka di hatiku yang disebabkan oleh pria itu, tetapi aku menceritakan kalau pria yang menikahiku itu mencintai wanita lain dan terpaksa menikahiku. Tidak perlu rasanya aku menceritakan bagaimana dingin dan abainya kak Radek selama ini, itu tidak baik. 

"Jadi, kamu dinikahi Kak Radek tanpa adanya dasar cinta?" tanya Maya. 

"Iya. Itu karena Ibu," terangku. 

"Jika kamu merasa terbebani dengan pernikahan kalian, mengapa tidak berpisah?" tanya Raga setelah kulihat pria ini diam beberapa saat. 

Entahlah, itu yang membuatku bingung sampai saat ini. Masalahnya bukan padaku, tetapi pada pria itu. Kak Radek tidak memberikan titik terang mengenai hubungan kami, rasanya seperti di gantung, lanjut sepertinya tidak, berhenti juga tidak. 

"Kamu menyukainya? Kamu memiliki perasaan kepada Kak Radek?" tanya Maya setelah aku diam beberapa saat sambil menatap kedua tanganku yang saling menggenggam di atas pangkuanku. 

"Tidak," bohong ku , malu rasanya mengakui perasaan ini di hadapan mereka mengingat kak Radek tidak menyukaiku. 

"Jika begitu, akhiri," ucap Raga sambil berdiri di hadapanku. 

"Raga!" panggil segerombolan mahasiswa, di antaranya ada Nandes. 

Melihat pria itu membuatku ingat akan malam sebelumnya, saat aku sadar Raga berada di bar Matahari malam itu. 

“Oh iya, beberapa hari yang lalu kamu menghubungi malam-malam. Kamu bilang ...." Aku sengaja menggantungkan perkataanku karena merasa tidak enak mengatakannya. "Kamu baik-baik saja, kan?” tanyaku mengalihkan pembicaraan dengan perasaan sedikit khawatir Raga terkontaminasi oleh pergaulan Nandes dan teman-temannya. 

“Oh, itu.” Raga mengarahkan pandangan kepada Nandes dan teman-temannya. “Hmm … aku pergi dulu. Jangan khawatir,” ucap Raga, meninggalkan aku dan Maya. 

Sedikit aneh dengan gelagat pria ini, seperti ada sesuatu yang disembunyikannya. Semoga saja itu tidak berdampak buruk bagi Raga. 

"Kamu benar tidak menyukai Kak Radek? Mengapa aku merasa kamu menyukainya? Jika tidak, kamu tidak akan menceritakannya kepada, padahal sudah terkubur selama satu tahun terakhir. Dari caramu berbicara, aku merasa kamu tertekan dengan kedekatan Kak Radek dan pacarnya itu," kata Maya, berbicara dengan mata menyelidik ekspresiku. 

Kepalaku tertunduk, rasanya tidak bisa berbohong di hadapan Maya. 

"Jika kalian saling mencintai, lanjut saja. Tapi, jika kalian sama-sama tersakiti, lebih baik berpisah, jangan hiraukan janji itu. Aku yakin, Tante Renata pasti bahagia melihat kalian bahagia, walaupun tidak bisa bersama," kata Maya yang membuat hatiku sedikit lega. 

Ternyata benar, meskipun masalah itu tidak selesai, dengan adanya orang yang mau mendengarkan cerita kita, beban di hati ini sedikit berkurang rasanya. 

"Benar juga. Terima kasih, Maya," ucapku sambil tersenyum.

***

"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Raga yang membonceng ku di atas motor metiknya. 

Raga mengantarku kembali ke rumah. Sepanjang jalan aku hanya diam, mungkin itu yang membuat Raga bertanya-tanya karena biasanya aku sering bercanda dengannya. Selain itu, mungkin juga karena ceritaku tadi mengenai hubunganku dan kak Radek. 

"Iya. Hmm ... malam itu kamu bilang suka sama aku. Kamu bercanda, kan?" tanyaku, berharap Raga benar-benar tidak memiliki perasaan itu karena aku tidak bisa membalasnya. 

"Aku bilang begitu?" tanya Raga dan tertawa ringan. "Dasar goblok, mengapa aku mengatakan itu padamu? Jangan ambil pusing, itu tidak benar," terang Raga. 

"Lalu, kamu, Nandes, dan teman-temannya tidak terlibat masalah, kan? Awas kalau kamu sampai terlibat pergaulan buruk dengannya. Jangan pernah mengikuti jejaknya," ucapku, sedikit mengancamnya dengan ekspresi dan cara bicaraku. 

"Iya ...." 

Semoga saja itu benar. 

Hampir setengah jam waktu kami habiskan di perjalanan karena macet. Setelah motor Raga berhenti di depan gerbang rumah, kami sama-sama melepaskan helm dan tertawa ringan mengingat ada kejadian lucu di perjalanan pulang tadi. 

Tiba-tiba Raga spontan berhenti tertawa setelah mengarahkan pandangan ke arah pekarangan rumah. Ternyata senyuman Raga mampet karena melihat kak Radek dak kak Karina berpelukan di halaman rumah, di samping mobil wanita itu. Mungkin hal mengejutkan bagi Raga, tetapi aku terbiasa dengan hal itu, bahkan hampir setiap malam aku melihatnya sejak satu tahun lalu, ketika kak Radek sudah berani membawa wanita ke rumah. 

"Kamu tidak marah melihatnya begitu?" tanya Raga, terlihat menahan emosi. 

"Untuk apa? Aku juga tidak menyukainya. Terima kasih telah mengantarku,” ucapku, ingin bergegas mengakhiri pertemuan bersama Raga agar pria ini tidak kelepasan emosi.

Selain teman, aku dan Raga sudah seperti saudara, kami cukup dekat sejak kecil dan aku tau bagaimana karakter pria ini. Tanganku menepis pundak kanan Raga dengan sedikit mendorong agar cepat pergi. 

“Jika sesuatu terjadi, hubungi aku. Jangan lupa,” ingat Raga sambil menyalakan motor dan menjalankan transportasi roda dua itu meninggalkan keberadaanku. 

Sebelum melangkah masuk, aku mengurut dada, menarik napas dalam, lalu berjalan abai melewati keberadaan mereka, berpura-pura tidak melihat. Akan tetapi, langkahku berhenti karena dipanggil oleh kak Karina. 

“Baru pulang? Lelah sekali kelihatannya. Kamu baik-baik saja, kan?” tanya kak Karina. 

Sudah banyak dari mereka yang mempertanyakan kondisiku, kamu baik-baik saja? Pertanyaan itu sudah membuatku kesal. Ditambah lagi, aku hanya bisa berbohong, tersenyum, seolah semuanya baik. Kali ini aku juga berbohong, tetapi dalam kebisuan, hanya menganggukkan kepala saja. 

Aku menatap kak Radek dengan wajah dingin, menghapus senyuman yang sempat muncul, lalu lanjut berjalan menuju teras, ketika itu kudengar kak Karina juga pamit pergi. 

Langkah demi langkah kakiku melangkah diiringi dengan jiwa sedih. Indra pendengaran ku menangkap suara orang berdebat di luar rumah ketika kakiku hendak memasuki kamar setelah membuka pintu. 

“Kakak tidak bisa menghargai perasaan Galuh. Kakak pikir dia anak-anak yang tidak punya perasaan?” Kedengarannya seperti suara Raga. 

Bergegas aku hancurkan rasa penasaran dengan keluar dari rumah, kulihat kak Radek dan Raga sedang berdebat dan hendak berkelahi. Kak Karina sudah tidak ada di sana. 

Aku menaruh buku di tanganku ke atas meja teras, lalu berlari menghampiri mereka, berdiri di tengah-tengah sambil merentangkan tangan, menghentikan mereka yang sudah mengambil ancang-ancang untuk menonjok. 

“Kalian apa-apa?” tanyaku, masih kaget. 

“Aku tidak bisa diam melihatnya tingkahnya tadi. Aku tau kamu pasti terluka melihatnya bersama wanita lain,” kata Raga yang sebenarnya benar. 

“Meskipun itu benar, apa urusanmu? Kamu sudah tau kalau kami suami-istri. Jadi, masalah yang ada di antara kami jangan ikut campur, meskipun kamu temannya atau mungkin pacarnya,” balas kak Radek, tertarik emosi.

“Diam,” tahanku. “Raga, lebih baik kamu pergi. Terima kasih atas pembelaan mu. Sebaiknya jangan ikut campur dalam urusanku, aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa,” ucapku. 

“Tapi …..”

“Kamu tidak mendengarkannya? Kamu tuli?” tanya kak Radek.

“Raga … kembali dulu,” bujuk ku. 

“Baiklah. Kamu hubungi aku jika butuh sesuatu,” pesan Raga sambil menepuk pelan kedua bahuku, lalu berjalan keluar dari pekarangan rumah. 

Aku memperhatikan Raga menghampiri motornya yang ada di luar gerbang. 

“Bisa-bisanya kamu membongkar rahasia kita kepadanya,” cercah kak Radek yang berdiri di sampingku. 

Aku hanya diam sambil melambaikan tangan dengan sedikit senyuman ke arah Raga yang hendak sedang memakai helm dengan pandangan mengarah jauh ke arahku. 

Kak Radek menggenggam pergelangan tanganku, menarikku masuk ke dalam rUmah bersama langkah dan ekspresi marah. 

1
Bertalina Bintang
kok belum ada nextnya thor?
Bertalina Bintang
belum post nextnya thor
Tinny
kapan update thor
Bertalina Bintang
weeew... uhuuuiii...
Hafizah Al Gazali
thor buat mereka berdua bahagia yaaa,sdh cukup galuh menderita thor,kasian galuh
Bertalina Bintang
bolak balik nunggu klanjutannya
Hafizah Al Gazali
ceritamu penuh dgn misteri thor,vi aku sukaaaa
Tinny
lanjutt truss thor😍
Arya Bima
ya ampun Galuh..... mau smpe kpan km bertahqn dgn Radek yg lagi n lagi sll percaya hasutan org lain dri pda istri sndiri....
jelas² bnyak yg tak mnginginknmu bersanding dgn Radek.... msa iya Radek g paham².... sll mnuduh tanpa mncari tau kebenarannya....
capek sndiri hidupmu Galuh.... klo harus berjuang sndiri...
Arya Bima
jgn smpe tak terungkap dalang yg sesungguhnya...... sangat tak adil untuk Galuh jga ayahnya.... harus mnanggung smua ksalahn dri org lain...
Tinny
sungguh membagongkan
Bertalina Bintang
jangan2 bpknya radek pelakunya
Mulyana
lanjut
Arya Bima
siapa laki² itu ya.... smoga bukan hal yg akn mnambh beban pikiran galuh ...
tidak cukup kah penderitaan yg di alami Galuh slm ini.....??
tak pantaskah Galuh untuk bahagia n mnjadi perempuan yg jauh dri segala fitnahan jga hinaan dri org lain...
Mulyana
lanjut
Tinny
selalu dibuat dag dig dug dorrr
Efelina Pehingirang Lantemona
galuh wanita ngk punya prinsip,lain di mulut lain dihati,miris
Mulyana
lanjut
Tinny
lanjut trus thorr seruuuu
Arya Bima
smua trgantung sikap radek....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!