NovelToon NovelToon
Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Playboy / Diam-Diam Cinta / Harem / Angst / Bad Boy
Popularitas:12.9k
Nilai: 5
Nama Author: mooty moo

"Kak Akesh, bisa nggak pura-pura aja nggak tahu? Biar kita bisa bersikap kaya biasanya."
"Nggak bisa. Gua jijik sama lo. Ngejauh lo, dasar kelainan!" Aku didorong hingga tersungkur ke tanah.
Duniaku, Nalaya seakan runtuh. Orang yang begitu aku cintai, yang selama ini menjadi tempat ‘terangku’ dari gelapnya dunia, kini menjauh. Mungkin menghilang.
Akesh Pranadipa, kenapa mencintaimu begitu sakit? Apakah karena kita kakak adik meski tak ada ikatan darah? Aku tak bisa menjauh.
Bagaimana bisa ada luka yang semakin membuatmu sakit malah membuatmu mabuk? Kak Akesh, mulai sekarang aku akan menimpa luka dengan luka lainnya. Aku pun ingin tahu sampai mana batasku. Siapa tahu dalam proses perjalanan ini, hatimu goyah. Ya, siapa tahu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mooty moo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 - Sketsa Pembawa Sial

Senior yang rambutnya dikuncir ke atas ini menyunggingkan senyum. Bibir kanannya terangkat sedikit ke atas.

“Gelang ini sangat berharga bagi gue. Lain kali jangan gitu lagi atau lo nggak bisa nanggung akibatnya.”

Kak Marvin berucap demikian sambil memegang kedua pundakku. Tatapannya tajam. Mata itu lebih gelap dari mendung, lebih dalam dari jurang. Aku agak bergidik. Cengkeramannya kuat. Sekilas aku teringat kepada Kak Akesh ketika sedang marah.

“Nala, gue cari ke mana-mana ternyata di sini.” Ah, beruntung Si Kutu Buku Agas datang.

Sikap Kak Marvin perlahan berubah. Ia kembali tersenyum ramah, seolah tak terjadi apa-apa.

“Itu aja perkenalan awal kita. Bye, Junior!”

Ia melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang. Apa-apaan sikapnya itu? Apakah ia salah mengira kalau aku menguntitnya atau mencuri gelangnya? Kujelaskan juga percuma. Sudahlah, cukup tak usah berurusan lagi dengannya.

“Natapnya sampe gitu banget lo? Ngefans juga?”

“Hah? Apa sih dari tadi ngefans-ngefans mulu bahasan orang-orang.”

“Sensi amat, gue cuma bercanda, elah.”

Aku memutar mataku malas, enggan menanggapi Agas.

“Gue baru tahu lo kenal Kak Marvin. Eh tapi siapa yang nggak kenal doi ya? Secara kan doi terkenal banget, bunga kampus FIB.”

“Bunga kampus FIB?”

“Iya, cewek-cewek pada ngefans tuh, yang cowok juga pada kagum.”

“Orang-orang gila apa ya suka sama psikopat gitu.”

Agas yang tak tahu duduk perkaranya hanya ngang-ngong saja. Setelah memberi selamat padaku karena juara satu, ia heboh membicarakan Kak Bina yang ternyata jago nulis puisi. Selama ini ia memang sudah kenal dengan Si Monster Es itu, namun hanya sebatas itu saja.

Dengan kata lain, ya sekadar tahu, tak pernah mengobrol sama sekali. Ia tahu karena aku satu tongkrongan dengannya. Namun kali ini, ia bertekad untuk mengenal Kak Bina lebih jauh. Ia bahkan meminta nomornya padaku.

Kak Bina, selamat lo juara satu lomba cipta puisi. Kok lo nggak hadir malam ini?

Aku mengirim pesan ke grup tongkrongan kami.

Gue kira lo udah nggak nganggep kita lagi, iya nggak Binn?

Kak Ical membalas. Seperti biasa, dia yang paling heboh.

Lah iya? Gue cuma iseng aja itu ikut lomba.

Sejujurnya aku kangen dengan mereka berdua.

Eh Kak, temen gue yang namanya Agas mau minta nomor lo, dia juara dua BTW. Nggak tau deh mau buat apa,

mungkin mau diskusi sama lo? Wkwk

Oh orang yang selalu bareng sama lo itu? Boleh aja.

Selanjutnya, isi obrolan di grup ini hanya haha-hihi saja. Kak Bina dan Kak Ical masih saja bertengkar dan ribut. Sementara Kak Akesh tak muncul sama sekali. Bahkan membaca pesan pun tidak.

Kak, kalau malam itu tak pernah terjadi, akankah kamu meneleponku saat tahu aku juara satu? Dulu kamu selalu mendukungku bahkan meski pun aku tak pernah berprestasi. Sekarang hidupku menjadi sedikit sepi.

Ayo besok malam kita ke klub. Gue yang traktir.

Kak Bina bilang ia ingin merayakan kemenangannya. Meski hadiah lomba memang tak begitu besar. Bahkan lebih besar biaya mentraktir kami.

Oke Kak. Eh ini Si Agas mau ikut katanya, boleh nggak? Katanya dia mau ikut patungan sama lo buat nraktir anak-anak.

Gas aja sih.

Oke, misi selesai. Sampai jumpa besok malam, Kak!

***

Keesokannya, aku berangkat kuliah seperti biasa. Tak ada hal istimewa yang terjadi, kecuali kejadian sial yang tiba-tiba menghampiri. Aku mulai takut dengan pepatah jangan terlalu membenci sesuatu, nanti ia datang padamu.

“Nala sama Agas, kan? Nanti sore kosong? Dateng ke sekre BEM ya, buat foto. Kami mau unggah untuk ucapin selamat di Instagram KMSI sama BEM.”

Lihat saja orang yang tiba-tiba datang dan merintah ini. Aku tak suka nada bicaranya yang sok berkuasa.

“Bisa kirim foto aja nggak Kak? Biar nggak usah datang ke sekre.”

“Emang kenapa nggak mau ke sekre? Lagipula deket sekre KMSI. Kamu kan anggota KMSI, meski bukan pengurus. Nggak papa, itung-itung main, kan?”

Hendak membantah, suaraku tak sempat keluar karena ia potong.

“Agas bisa datang, kan?”

“Eh, bisa Kak, ntar sore kami nggak ada kelas kok.”

“Good.”

Ia melirik ke arahku, memberikan tatapan menang. Kemudian berjalan keluar kelas. Tak menoleh ke belakang. Caranya berjalan menunjukkan bahwa ia orang yang sangat percaya diri namun tak sombong. Langkahnya tegap tapi kepalanya tak mendongak. Ia menatap lurus ke depan.

Kurasa tak salah jika ia menjadi mahasiswa nomor satu di fakultas. Hanya saja, deskripsi itu tak cocok lagi saat ia berbicara. Pasalnya ketika berbicara, ia menjadi sangat congkak. Namun hal itu tertutupi oleh sikapnya yang mendadak sangat ramah itu.

Waktu cepat berlalu, sore pun tiba. Dengan enggan, aku dan Agas berjalan menuju sekre. Jika diingat kembali, kami belum pernah ke sini.

Ruangan ini tak bergitu besar, tapi cukup hidup. Ada banyak lukisan yang tergantung di dinding. Sementara di pojok belakang terdapat dua rak berisi buku-buku sastra. Selain buku teori, ada banyak novel dari berbagai era. Mulai dari angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 50-an, Angkatan 70-an, Era Reformasi, hingga Era 2000.

Tanpa sadar, aku dan Agas berjalan menuju ke arah rak buku itu. Menyentuh sederet novel yang seperti bongkahan emas bagi mahasiswa sastra Indonesia. Sangat susah mencari novel-novel ini. Bahkan anak sastra seperti kami pun kepayahan.

“Kalian boleh lho pinjem novel-novel ini, syaratnya satu anak satu buku. Buku ini khusus mahasiswa sastra. Syaratnya tinggal nunjukin KTM (kartu tanda mahasiswa). Nanti ada pengurus yang bakal ngedata.”

Suara tak mengenakkan itu membangunkan kami dari buaian lautan buku.

“Beneran, Kak? Gue udah lama nyari novel-novel ini, tapi sayang banget kalau cuma boleh minjem satu buku.”

“Kalau nggak sabar ya tinggal baca aja di sini, kalau baca di tempat boleh ambil berapa pun.”

Aku memutar mata malas, enggan menanggapi obrolan mereka.

“Kalau gitu, ayok kalian foto di spot yang udah panitia siapkan.”

Ia menunjuk ke photo boot. Kemudian memanggil ketua KMSI Ardhit yang membawa kamera. Aku menyarankan Agas duluan yang difoto. Hanya untuk melihat bagaimana ia akan berpose. Sebenarnya aku bingung harus bergaya seperti apa.

Pasalnya aku sangat jarang foto. Aku lebih senang mengunggah gambar sketsa daripada potret diri di media sosial. Apalagi jika ada banyak orang begini, ya sebenarnya hanya ada lima orang, tapi itu sudah membuatku sangat gugup.

Akhirnya tiba giliranku. Aku hanya bisa memaksakan sedikit senyum. Melihat tingkahku, Agas menahan senyum,

lalu menggodaku.

“Rileks aja Dek, jangan kaku gitu,” ucap Kak Ardhit ramah. Rupanya ia sering membantu dokumentasi anak BEM karena gemar fotografi.

Sejurus kemudian, Kak Marvin mendekat ke arahku dan berdiri di depanku dengan jarak yang sangat dekat.

“Rileks aja, dasar bocil. Atau lo grogi karena ada gue?” Ia berbisik.

“Pede gila,” balasku sambil mengacungkan jari tengah. Entah dari mana keberanian itu datang. Ia tersenyum lalu kembali ke tempatnya.

Ajaibnya, setelah itu aku jadi lebih rileks dan satu foto terbidik apik. Meski sesi foto selesai, aku dan Agas memutuskan untuk tinggal lebih lama. Untung saja kakak tingkat (kating) nyebelin itu pergi duluan karena ada urusan.

Agas si penggila novel itu tentu menuju rak buku. Sementara aku, meski sempat kagum dengan koleksi mereka, namun hanya sebatas itu saja. Aku tak tertarik dengan buku sama sekali. Aku memilih melihat-lihat lukisan-lukisan yang lebih banyak bertema ilalang. Meski satu tema, setiap lukisan memiliki karakter tersendiri. Bercerita sesuatu yang berbeda meski nampak sama.

“Tertarik dengan lukisan-lukisan ini?”

“Eh, i-iya Kak, yang buat satu orang ya? Mahasiswa juga?”

“Iya, buatan Marvin.”

“Hah?”

“Iya, M.A.S itu Marvin Agra Sutha. Tuh anak emang nggak ada matinya. Nggak cuma juara ngelukis tingkat nasional, dia juga sering ngewakilin universitas untuk lomba cerpen. Cuma saat acara bulan bahasa kemarin, dia sengaja absen.”

Wah, udah kaya tokoh utama di novel aja nih si Marvin. Jangan sampai deh terlibat lebih jauh sama tuh orang.

“Ngomong-ngomong, Marvin bilang dia suka sama karya lo.”

Deg. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Saat ikut lomba komik strip, sebenarnya di setiap karyaku, terdapat tanda tangan N.A.S. Jangan bilang tebakanku benar? Sial! Jadi selama ini dia salah paham bahwa aku menguntitnya bukan tanpa alasan. Karena sketsa yang kutinggalkan di perpustakaan untuknya?

1
piyo lika pelicia
mampir yuk ke serigala ☺️
piyo lika pelicia
haaa salting 😫
piyo lika pelicia
hah anak yang malang
Durrotun Nasihah
/Drool//Drool//Drool/
Syiffitria
hahah suka banget kalo mereka lagi romantisan /Scowl/
Syiffitria
jauh dr akesh nnti si nalaaa/CoolGuy/
Syiffitria
penasaran/Sob//Sob/
Syiffitria
hahah, ini fakta. Suara tidak merdu itu kadang malah membuat suasana makin asyik pas lagi liburan breng tmn tmn/Facepalm/
piyo lika pelicia
paragrafnya banyak yang kepisah
piyo lika pelicia
menemukan sandaran baru.
piyo lika pelicia
bisa menyusun kalimat
piyo lika pelicia
mengirim pesan
piyo lika pelicia
merupakan sahabat Ratya
piyo lika pelicia
mampir yuk ke serigala
piyo lika pelicia
menganggapnya serius.
piyo lika pelicia
lagi sejak wanita itu memutuskan untuk menikah lagi.
piyo lika pelicia
keras kepalanya itu.
piyo lika pelicia
ia tidak tahu apa.
piyo lika pelicia
Di sana menyajikan ikan bakar
piyo lika pelicia
lebih memiliki menjadi nyamuk Bina dan Agas.

Paling tidak aroma cinta
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!