Ditinggal Sang kekasih begitu saja, membuat Fajar Rahardian Lee Wijaya pergi ke sebuah kota kecil untuk menenangkan diri dari rasa kecewa,terluka dan tentunya malu pada keluarga besar yang sudah melakukan segala persiapan pernikahannya.
Tapi tak di sangka, disana ia malah bertemu dengan seorang wanita yang membuat ia lupa niatnya untuk datang. Alih alih ingin tenang, Fajar justru kembali pulang membawa seorang Janda perawan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part #09
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Satu minggu berlalu, Fajar yang sudah membaca hasil kesehatan Shena sangat lega karna gadis itu sudah sembuh dari luka luar dan dalam tubuhnya tapi tidak dengan rasa trauma nya.
Ia masih sering ketakutan atau juga mimpi buruk, dan itulah alasan kenapa Fajar tak beranjak sedikit pun dari Shena.
"Sore ini kita pulang," ucap Fajar saat ia duduk di tepi ranjang pasien.
Shena yang duduk dengan punggung bersandar tak memberi jawaban, ia tetap menunduk sambil memainkan kuku jarinya yang lentik.
"Kenapa? kamu gak mau pulang?" tanya pria tampan itu lagi, meski paham dengan apa yang di rasakan oleh Shena yang tak punya siapa-siapa.
"Kamu yakin mau membawaku pulang? apa kata orang tuamu nanti?" pertanyaan yang sudah lama tertahan akhirnya kini di lontarkan oleh gadis cantik itu.
"Aku akan bertanggung jawab padamu, kamu tentu masih ingat saat aku meminta orang itu menceraikanmu."
Shena mengangguk, saat itu ia bingung harus bagaimana yang seolah ada di persimpangan jalan. Jika ia lepas dari Tagor artinya ia harus siap hidup terlunta-lunta entah dimana mengingat kini statusnya yang sebatang kara. Tapi, untuk bertahan jadi istrinya pun rasanya ia tak sanggup lagi karna sakit lahir bathinnya sungguh luar biasa.
"Tapi aku takut, jika Bang Tagor datang bagaimana?"
"Dia sedang menikmati harinya di penjara, kamu tak perlu khawatir ya, lagipula ia tak mungkin tahu jika kamu akan tinggal di ibu kota," jelas Fajar, sudah ada beberapa yang Shena tahu dari pria itu salah satu kota asal Fajar. Tapi, Shena tak tahu siapa Fajar yang sebenarnya.
"Bukan kah, kemarin??"
"Si Batagor terlalu bahaya jika terus bebas, apalagi jika saat aku tahu kebiasaannya, aku yakin dia punya kelainan Seksual yang cukup parah."
Shena menitikan air mata, sakit sekali rasanya jika harus ingat tubuhnya harus di pukuli dengan rambut yang di jambak. Belum lagi ke-dua matanya yang tak boleh berkedip saat Si daging tak bertulang bak singkong gosong itu di hadapkan di depan wajahnya.
"Maaf, bukan maksudku mengingatkanmu lagi tentang itu. Masih ada sedikit waktu, kamu bisa istrirahat dan aku akan ke ruangan dokter sebentar," ucap Fajar.
"Jangan, jangan pergi!" cegah Shena yang wajahnya langsung ketakutan, tapi untungnya dua orang suster datang jadi Fajar bisa menitipkan Shena sebentar saat ia bertemu dengan dokter. Ada beberapa yang ingin ia bicarakan tentang kondisi mental Shena.
.
.
.
Tak ada siapapun, bahkan ucil kini entah kemana saat Fajar sudah memberikan remaja tanggung itu sebuah pekerjaan di bengkel motor salah satu kenalannya.
Fajar yang sudah menyiapkan kursi roda meminta tolong pada perawat untuk membantu Shena duduk disana, meski gadis itu menolak karna tapi Fajar tetap memaksa, dan sudah jadi kebiasaan para pria keturunan Rahardian jika tak suka ada sebuah bantahan.
Di dalam mobil yang sejak awal dibawa Fajar, keduanya tak ada obrolan apapun hingga malam kini mulai menyapa keduanya yang masih di jalanan.
"Belum sampai juga?" tanya Shena yang mulai gelisah karna nyeri di bagian punggung.
"Kurang dari satu jam, tapi kalau tak macet sebentar lagi juga sampai," jawab Fajar yang tak bisa memastikan.
"Aku takut, bisa kita pulang saja?"
Fajar langsung menoleh mendengar permintaan Shena yang tak akan ia turuti sama sekali apapun alasannya. Bukan egois, tapi ia juga sudah sangat rindu pada keluarganya di rumah, terutama pada kakak dan adiknya juga yang walau menyebabkan tetap ia sayang sepenuh hati.
"Pulangmu kini bersamaku, paham!"
Mobil terus melaju dengan kecepatan lumayan tinggi karna untungnya jalanan cukup lengang, jadilah tak sampai satu jam mereka sudah masuk kedalam komplek perumahan yang sudah sejak lama ada, tepatnya dari Ayah Keanu remaja.
"Ini rumahm?" tanya Shena yang belum turun dari mobil.
"Bukan, ini rumah Abah dan Enin, rumahku masih satu jam dari sini," jawab Fajar yang turun lebih dulu habis itu ia membuka kan pintu bagian kiri agar Shena bisa keluar.
"Rumahnya bagus," pujinya sambil tersenyum simpul.
Fajar terkekeh kecil, rumah Abah termasuk yang sederhana. Bangunan dua lantai yang hanya di renovasi beberapa kali tanpa perombakan yang signifikan, itu karna hanya ada dua orang yang tinggal disana jadi cukup untuk tempat berteduh mereka di hari tua.
"Segini aja udah senyum senyum, apalagi kalau aku ajak kerumah utama, kayanya bisa pingsan ya," gumam Fajar pelan.
Ia pun langsung mengajak Shena masuk dengan cara menggandeng tangan gadis itu. Hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya termasuk pada Alina yang notabene nya adalah calon istri meski hasil perjodohan.
"Assalamu'alaikum," sapa Fajar sambil mengetuk pintu berwarna coklat.
"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," jawab seorang pria dari dalam sana, senyum mengembang di sudut bibir Fajar, ia tak sabar ingin bertemu dengan pria kesayangannya sejak dari dalam rahim Bubunnya tersebut.
Cek lek
"Astaghfirullahalazim," seru Abah saat bukan hanya Sang cucu yang di lihatnya tapi juga seorang gadis cantik yang menundukkan pandangan.
"Abah--," panggil Fajar yang paham betul dengan ekspresi pria baya tersebut yang kini kaget.
"Kamu dari mana, A'? Enin sampai sakit," ujar Abah.
Hilangnya Fajar hari itu tentu sampai di telinga Abah dan Enin yaitu besan Sang Tuan besar Rahardian. Pasangan itu kaget dan panik luar biasa padahal Ayah Keanu sudah memohon agar mereka tak perlu khawatir yang berlebihan.
Tapi, karna rasa sayang yang begitu teramat dalam di hati Abah dan Enin untuk Sang Cucu nyatanya tetap tak bisa mengusir rasa kehilangan tersebut.
"Enin sakit?" tanya balik Fajar yang kini gantian ia lah yang kaget.
"Iya, Enin terlalu memikirkanmu hingga darah tingginya kambuh lagi," jelas Abah.
Mendengar hal tersebut, tentu Fajar langsung masuk ia sampai lupa pada Shena yang ia tinggal begitu saja di ambang pintu.
Tak lagi mengetuk Si benda bercat putih, kini Fajar langsung masuk kedalam salah satu kamar di lantai bawah yang tak lain adalah kamar Abah dan Eninnya.
"Aa-- Aa sudah pulang, Nak?"
"Maafin Aa ya, Enin. Aa janji gak akan pergi lagi, Enin sakit?" tanya Fajar saat masuk kedalam pelukan ibu dari ayahnya tersebut.
"Enin cuma kepikiran Aa, Aa tuh dimana? sama siapa, biasanya pulang dari kantor suka mampir tapi beberapa hari ini gak ada, Enin kangen Aa," ucapnya lirih sambil berurai air mata.
Meski ada Angkasa dan Lintang tentu rasanya lain, apalagi sifat ketiganya sangat bertolak belakang. Bukan sembuh dari sakit, kepala Enin juga kian berdenyut saat mendengar Angkasa berdebat dengan Lintang. Memang hanya Fajar saja yang kalem hingga siapapun yang bersamanya akan ikut merasa tenang.
"Maaf, Enin."
Selama satu minggu ini Fajar memang tak memberi kabar sama sekali karna ponsel dan dompetnya tak ia ambil lagi dari Si Batagor, karna kesepakatan awal dua benda itu akan di tukar dengan Shena.
"Aa sudah pulang?" tanya Enin.
"Belum, Aa langsung kemari karena Aa datang pun tak sendiri, Enin."
"Aa datang siapa?"
.
.
.
Aa-- Aa datang seorang Janda Perawan..