Jingga, Anak dari seorang konglomerat. Meninggalkan keluarganya demi menikah
dengan pria yang di cintainya.
Bukannya mendapatkan kebahagiaan setelah menikah, ia justru hidup dalam penderitaan.
Akankah Jingga kembali ke kehidupannya yang dulu atau bertahan dengan pria yang menjadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bukan Wanita Bodoh
Pagi hari seperti biasanya, Jingga bangun lebih awal mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum putrinya bangun. Sebelum suaminya berangkat kerja dan Aditya yang menjaga Nabila, sebenarnya Aditya hanya berbaring di sampingnya sambil bermain ponsel sebelum berangkat ke kantor.
"Mas, makan dulu sebelum ke kantor," ucap Jingga membuat Aditya pun hanya mengangguk dengan tatapan masih fokus ke layar ponsel dan berjalan keluar.
Jingga masuk dan hanya bisa menggeleng saat melihat anaknya bahkan belum berganti popok dengan baju yang sudah basah.
"Tak bisakah kamu membantuku sedikit saja, Mas," gumamnya berharap jika suaminya itu mau mengganti popok dan memandikan anaknya saat pagi hari, saat dirinya sedang sibuk di dapur dan membereskan semua yang bisa dikerjakannya di pagi hari. Namun, nyatanya tidak, dia harus kembali mengurus dan memandikan putrinya setelah berkutat di dapur.
Di saat suami dan mertuanya sedang asyik sarapan, ia masih berada di kamar, tak lain memandikan Nabila dan juga merapikan kamarnya.
Begitu ia keluar mereka, suami dan mertuanya sudah selesai makan dan Aditya langsung pamit untuk pergi bekerja, sedangkan ibunya juga langsung keluar entah ia pergi. Ia tak mau ikut campur ke mana mertuanya itu pergi.
Keduanya meninggalkan meja makan yang masih berantakan dan dirinya yang belum sarapan.
Jingga hanya menghela nafas kemudian mengambil piring dan juga mulai mengambil makanan, lebih tepatnya sisa-sisa makanan yang dimakan oleh mereka, karena ibunya selalu memintanya untuk masak sedikit saja dan mereka dengan tak tahu rasa kasihannya hanya menyisakan nasi goreng dan kerupuk saja.
Sementara itu, ayam goreng yang tadi digorengnya sudah dibagi menjadi 3 bagian 1 untuknya untuk suaminya dan juga ibu mertuanya sudah tak ada, entah siapa yang memakan ayam untuknya.
Ingin protes, Jingga tak tahu harus protes pada siapa, ingin rasanya ia menangis, ia sudah lelah mengeluarkan air matanya, membuat ia hanya bisa pasrah dan memakan nasi goreng dengan lauk yang ada.
Setelah mengisi perut dengan sarapan seadanya, Jingga pun menyusui bayinya. Setelah Nabilaf kembali tertidur, ia pun memasukkan putrinya itu ke dalam kamar, memastikan putrinya tidur dengan nyenyak kemudian ia pun kembali membereskan rumah. Jam 10.00 pagi membuat ia punya waktu untuk membereskan rumah setelah sarapan dan juga mulai membuat menu makan siang.
Karena suaminya biasanya akan makan di kantor sehingga ia hanya membuat untuk dia dan juga ibunya.
Jingga membuka pintu kulkas dan melihat bahan makanan sudah menipis, sementara uang yang diberikan suaminya sudah habis.
"Apa aku minta sama ibu saja, ya?" gumam Jingga, terakhir ia meminta uang kepada suaminya, suaminya itu bukannya memberikannya malah memarahinya dan menganggapnya tak bisa mengatur keuangan, sedangkan jatah bulanannya akan didapatkannya seminggu lagi. Adapun makanan yang ada di dalam kulkas mungkin hanya bisa mereka makan selama 3 hari.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Ambar yang baru pulang entah dari mana dan melihat Jingga yang memperhatikan kulkas sambil berdiri mematung.
"Bu, persediaan makanan sudah hampir habis."
"Habis? Ya sudah kalau persediaannya sudah habis sana kamu beli, ngapain juga kamu melihat kulkas seperti itu bahan makanan itu tak akan ada jika hanya dilihat saja, jika kamu tak membelinya."
"Tapi, Bu. Uangku sudah habis, terakhir aku membeli popok untuk Nabila."
"Apa? Sudah habis? Kok bisa. Selama ini ibu juga mendapat uang sebanyak itu dari Aditya dan ibu bisa mengaturnya dengan sangat baik, bahkan setiap bulannya ibu bisa membeli keperluan Ibu, karena uang yang dikasih Aditya masih lebih dari cukup, kamu kemanakan uangnya dan selama ini kamu juga selalu masak masakan yang biasa saja."
"Bu, Nabila kan punya banyak kebutuhan, makanya setiap mas Aditya memberikan uang bulanan, aku langsung membeli keperluan Nabila dulu, ini saja bedak Nabila juga sudah hampir habis."
"Kamu jangan menjadikan Nabila sebagai alasan, berapa sih keperluan Nabila. Paling cuma popok, bedak, sabun, shampo, telon hanya itu saja kan? Masa iya kamu tak bisa mengatur keuangan sehingga semua bisa dipenuhi dengan baik, apa jangan-jangan kamu memberi keperluanmu sendiri ya?"
"Ya ampun, Bu. Nggak, aku nggak beli keperluanku sendiri, bedak aku saja sudah lama habis, keperluan pribadiku juga sudah lama habis, Bu. Aku tak pernah membelinya lagi."
"Ya sudah, kalau memang uang belanjamu sudah habis, tunggu aja sampai suamimu memberikannya lagi. Ibu juga tak punya uang," ucap Ambar berlalu masuk ke kamarnya membuat Jingga hanya bisa menatap punggung ibu mertuanya itu.
"Ya sudahlah, masak yang ada saja," gumam Jingga kemudian ia pun memasak sesuai dengan bahan yang ada di dalam kulkas tersebut, ia membagi hingga seminggu ke depan, toh yang akan makan siang hanya dia dan juga ibu mertuanya.
Jingga mengambil 3 butir telur kemudian mengambil daun bawang lalu mengocoknya, setelah mateng ia menyimpan telur dadar itu di bawah tudung saji bersama nasi serta sambal yang sudah dibuatnya, kemudian menutupnya.
Setelah membereskan semua dapur, Jingga pun kembali ke kamarnya. Ia melihat Nabila masih tertidur pulas, ia pun mengambil kesempatan itu untuk segera mandi, sejak pagi ia terlalu sibuk sehingga baru mandi saat ini.
Setelah mandi dan berpakaian, barulah Nabila bangun, ia pun langsung menyusui Nabila dan mengajak Nabila bermain.
"Jingga, apa-apaan kamu, masa makan siangnya hanya telur dadar!" teriak Ambar dari dapur. Jingga yang mendengarnya bergegas mengunci pintu dan kembali bermain bersama dengan Nabila, biarlah mertuanya itu terus saja berteriak dan protes karena makanan yang disiapkannya siang ini hanyalah telur dadar. Tadi sebelum masuk ke kamar Jingga sudah mengambil sepotong telur dadar tersebut dan juga nasi serta sambal dan membawanya masuk ke kamar, begitu juga dengan air mineral, ia memutuskan untuk seharian ini di kamar saja, ia sudah lelah mendengarkan ocehan ibu mertuanya yang tak ada habisnya dan selalu membuatnya meresa kesal.
Jingga mengambil ponselnya dan menelepon Aditya.
"Mas, kamu di mana? Apa kamu sudah makan?" tanyanya.
"Iya, aku sedang di restoran. Kebetulan ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di sini, aku ikut bos yang sedang mengadakan rapat dengan rekan bisnisnya," jawab Aditya. Namun, tiba-tiba Jingga mendengar suara bersin seorang wanita.
"Itu siapa, Mas?"
"Tessa, satu rekan kerjaku, dia sedang flu. Sudah dulu ya, Mas matikan dulu," ucap Aditya yang langsung mematikan panggilannya, membuat Jingga hanya bisa menghela nafas, ia sama sekali tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh suaminya, ia yakin saat ini pasti suaminya kembali makan siang dengan perempuan yang bernama Tessa itu.
"Ibu, apa aku minta ibu menjaga Nabila saja, ya?, tapi bagaimana aku mengatakannya pada ibu, aku tak mungkin mengatakan pada ibu jika aku ingin membuntuti Mas Aditya," gumam Jingga. Lama ia berpikir hingga ia mendapatkan sebuah ide.
"Iya, itu lebih baik. Aku akan menelpon ibu malam nanti dan memintanya untuk menjaga Nabila besok, aku penasaran ke mana dan apa yang dilakukan Mas Aditya di luar sana sehingga ia selalu saja pulang larut malam," gumamnya.