Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana rasanya bertemu mantan, yang tak lain merupakan cinta pertamamu?
Bella tak menduga jika ia kembali dipertemukan Arfa. Sosok mantan kekasih sekaligus cinta pertamanya, yang tak lain adalah Direktur baru tempatnya bekerja. Semula ia merasa percaya diri menganggap jika keadaan masih sama. Namun, sikap Arfa yang dingin dan ketus terhadapnya, membuatnya harus sadar diri, rasa percaya dirinya itu seketika terenggut dengan paksa. Bella memaksakan diri untuk membuang jauh-jauh perasaannya.
Namun, bagaimana jika keadaan justru membuatnya harus terus berdekatan dengan Arfa. Membuat rasa cinta itu tumbuh semakin besar. Seiring sesuatu alasan yang membuat Arfa berubah pun terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsyazzahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemecatan Besar-besaran
“Apa yang terjadi?” sambung Agus bertanya, lelaki itu menekuk kedua lututnya.
“Aku tadi, tidak sengaja menabrak seseorang saat aku membawa berkas ini,” jawab Bella seraya mengigit bibir bawahnya.
“Terus orang yang menabrakmu tadi mana?” cecar Agus kesal.
Bella menggeleng. “Aku tidak tahu.”
“Biar ku beri pelajaran,” seloroh Agus seraya berniat beranjak dari tempatnya. Namun, Bella mencegahnya.
“Tidak perlu, aku yang salah karena tidak bisa melihat jalan. Daripada sibuk mencari tahu, mendingan kamu bantu saya membereskan berkas ini dan membawanya ke ruang meeting. Pak Arfa pasti sudah menunggu berkasnya. Kalau sudah berantakan begini pasti marah. Aku tidak becus sekali,” keluh Bella.
Agus membantu Bella membereskan kertas-kertas yang berhamburan di lantai itu. “Sebanyak ini. Kamu membawa sendiri” tanyanya.
“Iya.”
“Pak Arfa yang menyuruh kamu?”
“Iyalah. Masa mau aku sendiri, gak mungkinlah.”
“Wah benar-benar ini si Arfa. Ini namanya penyiksaan.” Agus menumpuk berkas-berkas yang sudah tak teratur isi di dalamnya.
Bella hendak mengambil alih berkasnya. Namun, Agus mencegahnya. “Biar aku yang bawa. Kamu jalan aja.”
“Makasih, Pak.”
“Hem, kamu bisa jalan sendiri kan? Atau perlu aku panggilkan SIM card untuk memapah kamu?” cecar Agus dengan cemas melihat Bella yang terlihat meringis menahan sakit pada kakinya.
“Tidak perlu!”
“Kalau gak. Kamu pegangan lengan aku aja deh, apa pinggang aku juga boleh.”
Bella menggeleng. “Gak perlu Pak. Pak Agus kan sudah repot bantu bawa berkas itu, yang harusnya menjadi tugas saya.”
Agus menghela nafas kecewa. Bahkan disaat susah dan butuh bantuan pun, Bella masih enggan dekat dengannya. Dengan langkah sedikit pincang, keduanya memasuki ruang meeting.
Arfa sedikit tersentak melihat Bella datang bersama Agus, pandangannya bertemu dengan kedua bola mata teduh Bella, perempuan itu menggigit bibir bawahnya seperti tengah menahan nyeri.
“Maaf Pak, membuat menunggu. Karena tadi ada insiden kecil yang membuat saya dan Bella datang sedikit terlambat,” terang Agus membawa tumpukan berkas itu ke hadapan Arfa, dan meletakkannya di meja.
“Apa yang terjadi?” tanya Arfa dengan datar. Namun, pandangannya tetap mengarah pada langkah kaki Bella yang sedikit pincang saat hendak duduk di kursi.
“Tadi Bella terjatuh, jadi berkasnya pun ikut berantakan. Karena dia keseleo saya membantunya.”
“Ceroboh!” maki Arfa membuat Bella menunduk meremas kedua tangannya yang terasa dingin. Bukan hanya kakinya yang terasa perih. Namun, perutnya pun ikut meronta, tadi pagi ia lupa sarapan, sampainya di kantor ia langsung disibukkan dengan setumpuk pekerjaan. Hingga kini menjelang jam makan siang pun dirinya masih harus ikut meeting.
Arfa membuka berkas di hadapannya, sedetik kemudian ia memejamkan kedua matanya, kala melihat berkas di dalamnya sudah berantakan. Bahkan ia sampai berdecak kecil. Matanya memandang ke arah Bella dengan tajam. Namun, perempuan itu tak berani menatapnya balik, Bella meringis menyadari bahwa ia pasti akan kena marah.
Dan siang itu terjadi kegemaran di ruang meeting. Arfa memecat beberapa staf yang terlibat penggelapan dana perusahaan yang masuk ke rekening pribadi.
“Gila, semua benar-benar gila. Asli aku tidak menyangka,” sungut Bella ketika berada di kantin kantor, bergabung dengan Sima, Bakti dan Dimas yang hendak makan siang. Bella masih tidak menyangka akan sikap Arfa tadi saat meeting berlangsung, lelaki itu menindak tegas kasus penggelapan dan perusahaan. Hingga nyaris semua staf pun tak dapat berkutik selain mengakui perbuatannya.
“Sabar-sabar Bell. Lebih baik kamu makan dulu, orang ngomel itu juga butuh tenaga.” Sima menyodorkan satu piring menu andalan kantin kantor itu pada sahabatnya itu. Setelahnya Bella tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengisi perutnya yang sejak tadi memang meronta untuk segera diisi. Ia langsung menyendokkan makanan ke ke dalam mulutnya satu sendok penuh, hingga membuat mulutnya monyong akibat banyaknya makanan yang ia kunyah. Ketiga temannya bahkan sampai melongo melihat tingkah makan Bella yang tak seperti biasanya, tak ada anggun-angunnya.
Bakti tersenyum menatap Bella yang sedang makan sesekali akan kembali mengomel perihal apa yang terjadi tadi di ruang meeting.
“Ti, kenapa malah tersenyum? Senang banget kayaknya lihat aku menderita seperti ini," omel Bella pada Dimas yang sejak dulu paling suka carper padanya.
“Aku cuma lagi melihat bidadari cantik marah-marah sambil makan. Marah aja cantik, apalagi kalau tersenyum,” rayu Bakti.